Joe Glenton, tentara salib Inggris yang pernah mengabdi untuk Inggris di perang Aghanistan menolak untuk kembali bertugas di Afghansitan karena alasan moral dan hukum. Karenanya dia dipenjara selama lima bulan di penjara militer. Berikut ini adalah terjemahan ungkapannya yang diterbitkan oleh The Guardian pada Rabu (25/4/2012).
Taliban jelas-jelas memiliki dukungan yang luas dari rakyat Afghan. Pengajuan keberatan wajib militer adalah hak dan kewajiban dari perang yang gagal.
Serangan terakhir di Kabul mengonfirmasi penjajahan yang jatuh berkeping-keping, Mengklaim tentang “tahun-tahun yang menentukan” dan “perputaran sudut” hanya sedikit, daripada tidak bisa. Sebaliknya dengan segala kekurangan kekuatan udara, drone dan peralatan berteknologi tinggi mereka (Taliban), Taliban mencapai kekuasaan.
Kemampuan untuk menyerang sampai tujuh lokasi yang berbeda-beda, untuk bertahan di salah satu selama 20 jam, dan untuk menyerang halaman benteng-benteng para penjajah dan para pendukung lokal tidak dapat dengan pantas dibaca sebagai tanda bahwa pemberontakan ini kehilangan tanah. Pertempuran di Afghanistan adalah musiman dan serangan Kabul adalah pembukaan musim pertandingan.
Tidak ada pemberontakan yang bisa bertahan tanpa dukungan dari populasi lokal. Pemberontakan ini bergantung pada rakyat atas pengawasan, dukungan, keamanan dan banyak lagi.
Faktanya bahwa sekarang pemberontakan ini mengontrol petak besar di negara yang hampir tak tertandingi, menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang telah kalah, sebagian besar karena upaya para penjajah yang kikuk. Argumen bahwa rakyat Afghan menolak Taliban runtuh sama sekali.
Jangan lupa, tidak ada mandat hukum untuk agresi atau penyebutan apapun atau otoritas untuk menjajah Afghanistan secara brutal di resolusi PBB mengenai hal itu. Karena itulah mengapa saya menolak untuk mengabdi di tur kedua kalinya di Afghansitan. Saya dihukum selama lima bulan di penjara militer karena ini, tetapi para tentara lain juga telah menolak dan menolak kembali untuk mengabdi di Afghanistan – karena hak mereka.
Daily Mail telah menerbitkan sebuah artikel yang baik tentang keputusasaan seorang mayor Inggris tanpa nama yang pernah dikerahkan ke dalam apa yang dia – dan banyak tentara, yang saya ketahui – pertimbangan alasan yang sia-sia. Mereka semakin tidak berkeinginan, seperti yang perwira itu katakan, untuk mati demi “perang yang pilihannya telah hilang setengah jalan di seluruh dunia”.
Namun pengajuan keberatan wajib militer adalah merupakan hak hukum dan kontraktual. Faktanya, lebih dari itu, ini adalah kewajiban hukum dan moral. Inilah mengapa kami tidak harus menerima debat tentang pengabdian di Afghanistan menjadi sebatas untuk sebuah pertukaran tentang kepahlawanan atau kepengecutan. Sebaliknya, saya akan mendorong para prajurit untuk mengekspolrasi hak mereka untuk menolak, menyadarinya dan untuk bertindak sesuai hati nurani mereka. Kalian akan menemukan bahwa kalian tidak diwajibkan untuk pergi. Ingat, kontrak mengikat banyak pihak, bukan hanya satu.
Tentu, pemerintah dan kemiliteran akan membuat ini sulit. Ketakutan mereka yang sering diulang-ulang adalah bahwa jika penolakan mereka untuk mengabdi diizinkan, “pintu banjir akan terbuka”. Mereka benar dan itulah semua alasan yang lebih yang diberitahu kepada prajurit pria dan prajurit wanita tentang hak-hak mereka.
Disaat yang sama, serangan-serangan Taliban terjadi karena telah meningkatnya kejahatan. Kita baru-baru ini telah melihat tentara Inggris ditangkap atas tuduhan menyalahgunakan (pelecehan seksual) anak-anak, juga pembunuhan oleh seorang tentara terhadap anak laki-laki Afghan berumur 10 tahun. Operasi multinasional dalam semua hal, AS telah melakukan bagiannya dalam membunuh tim, mengibarkan bendera SS, memotret jenazah, mengencingi jenazah dan melakukan pembantaian di Panjwai – berdasarkan saksimata oleh sekitar 15 hingga 20 tentara.
Ketika para pemuda dibentuk untuk perang dan dikirim untuk berperang, ada konsekuensi – bahkan dalam perang yang “adil” sekalipun. Pelatihan melibatkan dua cara dehumanisasi seperti yang disoroti akhir-akhir ini oleh Giles Fraser. Tindakan-tindakan ini datang berlebihan dan cepat pada akhir yang panjang, dehumanisasi, perang yang gagal. Pengajuan keberatan wajib militer adalah jalan yang sulit bagi saya, tetapi ketika saya berada di penjara militer saya menerima 200 surat setiap hari, yang membantu. Seperti dukungan yang dilakukan oleh kawan saya sesama tentara.
Mereka mengirim para pemuda dan wanita-wanita kami untuk mati atau dimutilasi untuk hal yang tidak memiliki kewenangan untuk mengatakan apa yang baik, berani, heroik, atau pengecut. Kalian bisa menjadi relawan, dan kalian bisa menjadi bukan relawan. Itu ada di dalam kontrak. Maka mungkin kita sinis, ‘bunga candu’ memakai kelas politik akan berhenti menggunakan kematian anak yang terakhir untuk membenarkan kematian anak selanjutnya, menuntut kami harus berjuang sehingga mereka tidak mati sia-sia. Dengan menolak, saya mencakar kembali beberapa kehormatan dari sebuah perang yang tidak terhormat.
(siraaj/arrahmah.com)