Saya adalah seorang veteran Irak yang melaksanakan tugas dua kali dalam pendudukan AS di negara tersebut. Saya mengalami dari dekat bagaimana kengerian dalam perang tersebut, sebagaimana yang lainnya, lalu kemudian berusaha menyadari hal tersebut sebagai kesempatan untuk menciptakan keuntungan yang banyak dalam waktu yang begitu terbatas.
Namun saat ini, karena tindakan saya yang egois dan tak bertanggung jawab itu, banyak orang bukan hanya warga AS, tetapi seluruh dunia, menagih ganti atas banyaknya darah, korban, dan materi yang hilang akibat perang tersebut.
Kini, meskipun kita mencela perang Irak dan tindakan inkonstitusional mantan presiden sebelumnya (Geroge W. Bush), kita telah terperosok ke dalam propaganda ‘perang permulaan’, ‘perang yang baik’, seolah-olah rezim Bush begitu tidak patriotik dengan tidak diberikannya perhatian AS terhadap Afganistan. Kita mengetahui bahwa di Irak, AS berperang untuk minyak dan kepentingan lainnya, kita mengabaikan sejarah Afganistan dan sumber minyak Laut Kaspia yang akan diburu lewat penjajahan ini. Dan malangnya lagi, ketika saya dan beberapa kawan lain masih berada dalam ambang depresi, kami diharuskan menyumbangkan uang dan sumber penghasilan kami untuk ‘rencana 10 tahun’ pemerintahan baru yang entah akan menghabiskan biaya seberapa banyak. Yang pasti, uang saya tidak akan pernah kembali. Hal yang sama dengan yang pernah terjadi sewaktu perang Irak. Hasil jerih payah kami akan disedot oleh bank-bank kontraktor dan kaum industrialis. Dan untuk siapa keuntungannya? Tentu bukan kami, karena kami hanya mempunyai suatu harapan palsu.
Maka seharusnya kita menerima kenyataan sejak saat ini bahwa Obama bukanlah penyelamat. Dia tidak membawa kita harapan bahwa tak akan ada lagi perang. Dan tentunya dia tidak mampu atau tidak mau menghasilkan perubahan yang semestinya.
Di luar itu semua, Obama adalah satu hal: seorang politikus, yang diikat oleh peraturan dagangnya sendiri. Inilah mata pencahariannya, sehingga karirnya tidak ia persembahkan bagi warganegara yang pernah dimabukkan oleh kampanye cinta tanah airnya yang berlebihan, dan ujung-ujungnya berakhir di dalam kotak suara.
Dan jika saja semuanya transparan, maka kita akan mengetahui bahwa rencana pemerintahan Obama memakai taktik yang sama dengan Bush untuk menumbangkan kekuatan pemilihan umum yang menghabiskan biaya begitu banyak dan melindungi berbagai kepentingan di balik perjuangan mati-matian kita menghadapi resesi.
Namun Obama telah terpilih dan jika kita mengetahui sejarah, dia tidak berbeda dari Woodrow Wilson yang menarik Amerika ke dalam Perang Dunia I, bertentangan dengan harapan para pemilihnya dan pada akhirnya Obama harus mengakui bahwa dia hanya bekerja untuk keuntungan para kapitalis.
Obama berdiri tanpa malu di belakang mimbar dan berjanji akan mengakhiri Perang Irak, namun di sisi lain dia bermaksud mengirimkan kami ke perang Afghanistan yang ‘baik’.
Sebagai seorang veteran yang harus menghadapi dan menolak perintah penugasan kembali, saya jijik bahwa banyak orang yang menganggap perang di Afghanistan adalah ‘perang yang baik’.
Bahkan beberapa pendukung Obama yang saya tahu pun merasa ngeri terhadap rencana 10 tahunnya di Afghanistan yang belum lama ini diumumkannya. Pernyataan perang menakutkan yang tidak lain bertujuan untuk memberikan bantuan dan mempersenjatai militer asing yang akan mendukung Amerika Serikat dalam rangka melindungi kepentingan korporasinya di Asia. Di sini kita akan memahami logika terbalik dari pengembangan tentara besar-besaran atas nama perdamaian. Barangkali yang lebih mencemaskan adalah fakta bahwa pemerintah baru ini masih terus mendesak penyalahgunaan pemuda dan perempuan dengan memanfaatkan mereka dalam industri layanan militer.
Sebagai seorang veteran yang acapkali menerima dan menolak perintah penugasan kembali di Korps Kelautan, saya jijik terhadap banyak negara yang mendukung perang di Afganistan, dan menganggapnya sebagai perang yang baik. Bahkan jika jelas-jelas bertentangan dengan kepentingan mereka sendiripun, mereka masih tidak bisa membuka mata dan melihat ke belakang bahwa perang ini adalah perang melawan teror yang tak pernah berakhir yang dihembuskan oleh Amerika Serikat.
Afghanistan adalah salah satu negara yang paling tidak stabil di dunia. Penduduknya bermacam-macam, wilayahnya yang terdiri dari pegunungan sulit sekali dilalui. Wilayah tersebut sudah diincar oleh orang-orang luar untuk dijajah, namun tidak ada satu pasukan pun yang berhasil menduduki wilayah tersebut.
Saya menolak untuk kembali berkecimpung dalam layanan militer karena saya kira hanya akan merugikan, bukan hanya bagi negara saya, namun juga bagi negara-negara lain di dunia. Seluruh uang itu seharusnya menjadi milik banyak orang, bukan untuk industri militer yang kompleks dan ‘menguntungkan’. Seluruh uang itu sebetulnya bisa digunakan untuk mengurangi kelaparan dan kemiskinan. Meskipun peristiwa 9/11 adalah peristiwa yang mengerikan, namun apakah hal itu membuat kita membenarkan tindakan mereka yang merupakan teroris yang sebenarnya? Atau apakah kita melangkah, mengakui dan memperbaiki kesalahan masa lalu, dan menyusun sebuah tempat bagi kita semua di atas perdamaian dan kemakmuran untuk seluruh dunia?
——————————————————–
Tulisan ini dibuat oleh Marinir Benjamin ‘Benji’ Lewis yang pernah ditugaskan ke Irak dua kali dan dipecat pada tahun 2007. (Althaf/arrahmah.com)