(Arrahmah.com) – Setelah Bilal Abdul Kareem, seorang jurnalis berpengalaman, asal Amerika, memproduksi sebuah mockumentary yang mengupas alasan para pejuang Suriah (baca: Mujahidin) bersatu melawan Islamic State Iraq and Syam (ISIS). Kini Akhi Bilal kembali mempublikasikan kesaksiannya mengenai beragam kejanggalan dalam praktik jihad ISIS selama ia berada bersama mereka sebagai jurnalis Muslim independen, melalui akun Twitter-nya @bilalkareem, pada Selasa (27/08/2014).
Semoga ianya menjadi santapan akal yang bernas dan menggugah kesadaran dan persatuan Ummat. Ta’awudz wa basmallah.
***
Pada akhir tahun 2013, ISIS telah bermetamorfosis menjadi sebuah kelompok yang memiliki kekuatan yang cukup besar dengan jumlah pasukan yang terus membludak dari waktu ke waktu. Waktu terus berjalan seiring kontrol dan kekuasaan kelompok ini menguat di berbagai wilayah di Suriah.
Hingga suatu ketika, sebuah konvoi besar yang berisi para relawan pembawa bantuan yang berasal dari Inggris dengan beranggotakan sekitar 60 orang datang melalui perbatasan Turki-Suriah. Dalam rombongan itu, hampir seluruh relawan yang ikut beragama Islam, kecuali satu orang. Ia adalah seorang Kristiani berkulit putih yang berada di kumpulan orang-orang dengan kulit berwarna dari Asia di sekitarnya. Kita sebut saja pria ini Murdoch, tentu bukan nama sebenarnya karena kasus ini amat sensitif.
Pada saat itu konvoi bantuan kemanusian ini melewati salah satu markas utama ISIS di Suriah utara, di kota Dana. Dari sanalah kisah yang menuai kebencian ini pun dimulai.
ISIS menahan Murdoch
Konvoi kendaraan yang membawa bantuan itu menyusuri tepi perbatasan Turki selama 30 menit hingga akhirnya tiba di Dana. Sekitar 2 jam setelah mereka tiba, kemudian tentara ISIS datang dan menahan sejumlah besar orang-orang yang berada di konvoi pembawa bantuan tersebut. Beberapa jam kemudian mereka semua dibebaskan, kecuali satu orang, yaitu Murdoch.
Mulanya pihak ISIS mengatakan bahwa ia hanya akan ditahan selama beberapa jam lebih lama untuk menjawab beberapa pertanyaan tambahan dan kemudian dia akan dibebaskan kembali. Jam berganti menjadi hitungan hari dan Murdoch pun tak kunjung muncul. Mereka yang berada di rombongan tersebut merasa marah dan bingung mengapa teman mereka tidak juga dibebaskan.
Tiba-tiba apa yang mereka takutkan akhirnya terjadi juga, mereka diberitahu bahwa Murdoch sekarang adalah tawanan mereka (ISIS). Mereka menanyakan alasannya, karena sebetulnya ia dan sebagaian besar orang yang ikut dalam rombongan pembawa bantuan itu hanya berada di Suriah untuk beberapa jam saja.
Pihak ISIS mengatakan bahwa Murdoch dicurigai sebagai seorang mata-mata. Kontan kaum Muslimin yang satu rombongan dengannya meminta bukti karena mereka menganggap ini sebagai tuduhan yang benar-benar konyol. Namun, pihak ISIS menyanggah bahwa mereka tidak percaya bahwa seorang Kristiani berkulit putih itu mau datang ke Suriah di saat seperti sekarang ini sebagai relawan, kecuali bahwa dia adalah seorang mata-mata.
Komandan ISIS kemudian menunjukkan mereka paspor Murdoch dan mengatakan bahwa ini adalah buktinya. “Ada chip rahasia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar dinas intelijen dapat terus melacaknya “. Salah seorang Muslim anggota rombongan yang lain mengatakan bahwa, “semua paspor dari Inggris memang seperti itu!”, sambil menunjukkan kepadanya paspor Inggris miliknya.
Kaum Muslimin anggota rombongan yang lainnya juga mengatakan kepada mereka (ISIS) bahwa orang ini telah sengaja melewatkan Natal bersama keluarganya hanya untuk datang membawa bantuan guna menyelamatkan rakyat Suriah. Dengan kalimat pamungkasnya, Komandan ISIS bersikukuh dan mengatakan bahwa hal itu di luar tanggung jawabnya dan keputusan mengenai Murdoch hanya dapat diputuskan oleh Amir mereka.
Tak sesuai dengan ajaran Islam
Hari demi hari berlalu tanpa kabar tentang Murdoch dan akhirnya mereka pun mempertanyakannya lagi. Namun pihak ISIS mengatakan bahwa ia akan tetap menjadi tawanan mereka dan mereka berencana menjadikannya sebagai tebusan untuk ditukarkan dengan sesuatu. “Mengapa?” tanya relawan Muslim heran. Anggota ISIS berkata, “kami akan menukar dia dengan seseorang yang berada dalam penjara Inggris.”
Salah seorang Muslim anggota rombongan yang lain mengatakan kepadanya bahwa itu tidak sesuai dengan ajaran Islam (yang tidak smbarangan menawan musuh). Lagi pula, mereka tidak memiliki bukti atas tuduhan terhadap relawan Kristiani ini.
Salah satu relawan pembawa bantuan mengatakan kepada mereka bahwa banyak orang yang bergantung pada rombongan pembawa bantuan itu. Tindakan seperti ini akan menciptakan masalah bagi upaya mereka dalam membantu rakyat Suriah. Lantas, Komandan ISIS menjawab, “kami tidak perlu bantuan kalian, kami memiliki Allah”. Salah seorang Ulama Dewan Syari’ah dari kelompok lain akhirnya datang untuk menengahi persoalan ini. Bahkan afiliasi dari Al-Qaeda, Jabhah Nusrah juga mengirimkan perwakilannya.
Akhi Bilal pun dihubungi (sebagai jurnalis independen) untuk melihat apakah ia bisa menanyakan dan meyakinkan pihak ISIS untuk melepaskan Murdoch. Karena semenjak Akhi Bilal berada di Suriah, ia telah diberikan kesempatan untuk mengetahui lebih banyak hal mengenai anggota ISIS dan sangat sedikit yang mendapatkan otoritas seperti itu. Beberapa hari kemudian markas ISIS diserang oleh kelompok Jaisy Mujahidin. Murdoch diambil dari penjaranya di kota Dana dan setelah itu tidak pernah terdengar lagi kabarnya.
Menyadarkan Publik
Ketika berbicara dengan anggota rombongan pembawa bantuan tersebut Akhi Bilal menyarankan untuk mengumumkan penculikan itu kepada publik. Ia menyarankan agar keluarga Murdoch melakukan sesuatu untuk menarik perhatian publik dan meminta Abu Bakar Al-Baghdadi selaku Amir ISIS untuk melepaskan Murdoch karena ia hanya datang untuk membantu rakyat Suriah dan tidak lebih dari itu.
Namun, para anggota rombongan pembawa bantuan itu mengatakan bahwa pemerintah Inggris berpikir akan lebih baik jika kita tidak menyebarkan masalah ini ke publik, karena mereka merasa itu justru akan memperumit masalah. Hingga hari ini Murdoch belum diketahui keberadaannya.
Mengapa kasus Murdoch menjadi penting? Sama halnya seperti kasus Abu Rayyan, itu semua menunjukkan suatu pelanggaran sistematis terhadap orang lain baik Muslim dan non-Muslim. Kita dapat melihat bagaimana pendirian ISIS yang diseragamkan, mulai dari pimpinan pusatnya hingga ke jajaran bawah.
Mereka semua terbius fatwa ISIS yang telah diumumkan kepada semua orang bahwa siapapun yang menentang “Daulah Islam”, itu pasti karena mereka benci dan tidak menginginkan syari’at Islam. ISIS mengatakan bahwa kelompok Mujahidin lain adalah penipu, agen barat, dan mereka telah keluar dari Islam. Apakah sesederhana itu praktik menjatuhkan vonis dalam Islam?
Tujuan dari penulisan rangkaian artikel ini bukan untuk membuat orang menyukai atau tidak menyukai ISIS. Sejatinya Akhi Bilal hanya ingin menyediakan informasi yang cukup untuk membantu ikhwatul iman dan masyarakat global untuk membuat keputusan.
Jika orang-orang yang bersama ISIS itu benar-benar ingin menegakkan Khilafah, seharusnya mereka membuat pernyataan untuk mendesak Abu Bakar Al-Baghdadi agar melepaskan Murdoch atau (mengembalikan mayatnya kepada keluarganya). Selayaknya mereka bertobat dari kesalahan, bersumpah untuk tidak pernah mengulangi tindakan seperti itu di masa depan dan membawa para komandan yang terlibat dalam penculikan tersebut untuk disidang di hadapan Mahkamah Syari’ah Independen untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Insyaa Allah. (adibahasan/muqawamah/arrahmah.com)