GAZA (Arrahmah.id) – Saat ini sudah menjadi hal yang lumrah bahwa ketika jenazah warga sipil Palestina yang tewas dan terluka tiba di rumah sakit di mana pun di Gaza, nama korban akan tertulis di pergelangan tangan mereka. Mengapa?
Anak-anak Gaza adalah kelompok yang paling menderita akibat serangan “Israel” di jalur tersebut. Lebih dari 700 anak dilaporkan tewas dalam lebih dari sepekan serangan udara “Israel”.
Video dan foto anak-anak yang terluka dalam serangan “Israel” telah mematahkan hati banyak orang yang melihatnya. Namun, foto baru seorang anak kecil Gaza dengan nama dan tanda pengenal tertulis di tangannya memicu lebih banyak simpati.
Dalam foto tersebut terekam sebuah tangan bernama Aya Abdulrahman Nahwan. Gadis kecil itu terlihat dengan nomor ID-nya juga tertulis di bawah namanya.
Fenomena ini dimulai sejak perang itu sendiri, namun berkembang pesat ketika ratusan jenazah tidak dapat diidentifikasi karena kondisinya yang mengerikan.
Ratusan jenazah termutilasi atau terpenggal, termasuk hampir 500 warga Palestina yang tewas di Rumah Sakit Baptis Al-Ahli pada Selasa, 17 Oktober.
Di dalam Rumah Sakit Shifa, sekelompok anak-anak keluarga Abu Sab’h sibuk menuliskan nama mereka di berbagai bagian tubuh, agar bisa mendapatkan pemakaman yang layak.
Sejauh ini, ratusan korban warga Palestina telah dikuburkan di kuburan massal, dan identitas mereka hanya dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
Ahmed Abu Sab’h adalah ayah dari anak-anak di Shifa. Dia mengatakan kepada Aljazeera Net, “Kami menuliskan nama dan nama anak-anak di pergelangan tangan kami masing-masing, sehingga mayat kami dapat diidentifikasi jika kami terkena serangan pesawat tempur “Israel”.”
Menyusul serangan terhadap Rumah Sakit Al-Ahli, ratusan anak di Rumah Sakit Al-Shifa, pusat kesehatan terbesar di Gaza, memastikan bahwa nama mereka tertulis di tubuh mereka.
“Israel” juga mengancam akan mengebom Al-Shifa dan banyak pusat kesehatan lainnya di Gaza jika pihak administrasi rumah sakit tidak mengevakuasi siapa pun yang berada di dalamnya.
Sejumlah rumah sakit di Palestina menolak untuk melakukan evakuasi, bukan hanya karena tidak ada tempat lain yang dapat dituju, namun juga karena ratusan pasien akan meninggal jika mereka tidak terhubung dengan mesin penyelamat jiwa.
“Hidup adalah pengecualian, kematian adalah hal yang biasa,” kata seorang pengungsi Palestina di Gaza kepada The Palestine Chronicle.
“Iman kami kuat kepada Allah, dan apa pun yang terjadi, kami akan tetap kuat.”
Sejak 7 Oktober, “Israel” telah membunuh lebih dari 3.800 warga Palestina, dan melukai lebih dari 13.000 lainnya.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa setidaknya 70% dari semua korban tewas dan terluka adalah perempuan dan anak-anak. (zarahamala/arrahmah.id)