Ditulis oleh Dr. Akram Hijazi
Siapa saja yang mengikuti perkembangan isu jihad di Palestina pasti mencatat diterbitkannya serangkaian pernyataan dan release yang disampaikan dengan tegas dan simultan berisi seruan dan arahan, dan dinamika yang tengah berlangsung seakan berjalan sesuai dengan arahan itu, membuat banyak orang takjub, sebagaimana saya saat ini merasa takjub ketika menganalisa berbagai perkembangan jihad setelah diterbitkannya beberapa release terbaru, khususnya 6 release ini:
- Pesan Sheikh Usamah bin Ladin (Jalan untuk Mematahkan Konspirasi)
- Artikel Pertama dari Asad Al Jihad 2 (Penentuan Jadual Masuknya Al Qaidah ke Palestina)
- Pesan Sheikh Abu Umar Al Baghdadi (Agama itu Nasehat)
- Pesan Sheikh Usamah bin Ladin (Jalan untuk Membebaskan Palestina)
- Pesan Sheikh Aiman Az Zawahiri (Berangkatlah Segera untuk Menolong Ahli/Saudara Kita di Gaza)
- Artikel Kedua dari Asad Al Jihad 2 (Baraah – Berlepas Diri para Komandan Jihad dari Para Pimpinan Hamas yang gugup)
Kita melihat, hanya dalam waktu selang 3 bulan keseluruhan release ini diterbitkan, kesemuanya memfokuskan pada Palestina. Pada release tersebut kita melihat penekanan atas dinamika di Iraq dan pada saat yang bersamaan mengarahkan secara kuat terhadap berbagai hal yang terjadi di Palestina. Tidak diragukan, bagi mereka yang telah menyaksikan seluruh release ini akan melihat, bahwa pesan yang disampaikan umumnya tidak berdurasi panjang. Pesan yang disampaikan singkat saja, kecuali tiga pesan terakhir (dua dari Usamah bin Ladin dan satu dari Aiman Az Zawahiri). Sehingga orang yang menelaahnya akan menyimpulkan bahwa keseluruhan release tersebut memiliki karakteristik sikap yang tegas terhadap isu yang dibahas (masalah Palestina), seakan Al Qaidah dengan cara demikian hendak menyampaikan pesan yang jelas bahwa masa pemberian instruksi dan penjelasan serta pengarahan telah selesai. Tetapi apakah pesan yang kelihatannya disampaikan dengan tergesa-gesa itu seakan meninggalkan beberapa sisi keraguan atau ketidakpercayaan? Mari kita analisa lebih lanjut.
Jika kita menyimak pesan yang disampaikan pada release “Jalan untuk Mematahkan Konspirasi”, sangat jelas bagi kita bahwa penekanan utamanya ditujukan untuk mengecam kepemimpinan politik Hamas. Tetapi ada hal baru terkait perhatian terhadap Palestina, yaitu penegasan kembali yang disampaikan Abu Abdillah (Usamah bin Ladin) untuk mengerahkan segenap usaha menolong Palestina dan rakyatnya. Karena cukup banyak kritik dari kalangan musuh maupun rival yang mempertanyakan mengapa Al Qaidah tidak/belum pernah mengarahkan beberapa aktivitas/aksinya di Palestina.
Abu Abdillah menegaskan bahwa saat ini Al Qaidah tengah memusatkan aktivitas mereka dalam memerangi Amerika dan para sekutunya di Afghanistan dan Iraq, tetapi dalam release tersebut Abu Abdillah juga menyampaikan pesan yang semoga dapat menenangkan hati, “Saya ingin menenteramkan hati segenap rakyat kami di Palestina khususnya, bahwa kami insya Allah akan meluaskan front Jihad. Kami tidak akan mengakui batas-batas wilayah yang ditetapkan Sais Beaco1 (mungkin maksudnya Pakta Sykes Picot), juga tidak mengakui keabsahan penguasa siapapun yang menjalankan agenda kolonialisme”.
Sekitar satu bulan setelahnya, artikel pertama dari Asad Al Jihad terbit berisi serangkaian arahan dan instruksi serta himbauan kepada segenap rakyat Palestina untuk mengambil arahan tersebut dan mempersiapkan diri menyambut para Mujahidin yang akan berhijrah (memasuki Palestina). Artikel ini mendapat apresiasi dan sambutan yang baik di kalangan rakyat Palestina umumnya dan kalangan Ansar (elemen-elemen pejuang dan Mujahidin Palestina) khususnya. Bagi mereka ini adalah kabar gembira dan pertanda yang menerbitkan harapan.
Di tengah suasana hangat tersebut, sekitar dua pekan setelahnya, sebuah pidato tajam dari Abu Umar Al Baghdadi diterbitkan, di mana Beliau mengecam kepemimpinan politik Hamas dan menyeru “para pejuang tulus dari Kataib Al Qassam” untuk memisahkan diri dari gerakan dan kepemimpinan politik Hamas.
Tiga release tersebut mewakili fase kedua dalam mengarahkan Jihad menuju Palestina setelah berakhirnya fase pertama yang dirancang sebagai fase pemberian instruksi, penyampaian teguran dan ungkapan kemarahan atas berbagai aksi/langkah yang diambil oleh sayap politik Hamas, setelah Hamas tidak menggubris sama sekali teguran dan seruan yang disampaikan pada fase pertama itu. Dan jika kita ingin menyimpulkan beberapa point penting dari berbagai release yang diterbitkan di fase kedua ini, kita dapat mengatakan beberapa hal sebagai berikut:
- Fokus yang semakin besar terhadap isu Palestina
- Deklarasi Al Qaidah untuk meluaskan front Jihad
- Dimulainya konfrontasi langsung dengan Israel
- Dimulainya kampanye untuk mengarahkan rakyat Palestina agar bersiap dan menolong masuknya Al Qaidah (Mujahidin Muhajirin) ke Tanah Palestina
Sangat jelas bahwa Palestina menjadi sentral dari ‘rencana yang disusun’, pada fase pertama (pemberian instruksi dan mengecam), dan fase kedua (pengarahan dan memandu). Sementara fase ketiga (penggabungan front Jihad) dapat kita simpulkan ketika kita menganalisa tiga release terakhir.
Tiga release terakhir (yang menandakan masuknya ke fase ketiga) mengisyaratkan satu pernyataan tegas, yang memotong habis segala harapan dari berbagai pendekatan sistem politik negeri-negeri Arab yang sebelumnya telah mendeklarasikan dihentikannya fase perang (baca: bertekuk lutut. Pent) terhadap Israel. Deklarasi penghentian perang terhadap Israel yang disampaikan negara-negara Arab seluruhnya telah ditegaskan semenjak kesepakatan pada prakarsa perdamaian Arab di konferensi tingkat tinggi di Beirut2.
Kemudian Israel melancarkan agresinya terhadap Libanon pada pertengahan musim panas tahun 2006. Setelah itu diikuti dengan kesepakatan Annapolis (Amerika) pada akhir tahun 2007 dan agresi yang dilancarkan Israel atas Gaza tak lama setelah itu. (Seluruh tindakan Israel ini) mengabaikan dan mempermainkan segala prakarsa damai yang diajukan Arab seperti juga pernyataan dari Pangeran Turki Faisal3 tentang keharusan rakyat Arab untuk berjuang mengakomodasi/menerima Israel sebagai bagian dari geografi Arab, sejalan juga dengan pernyataan resmi Otoritas Palestina untuk menanggalkan segala hal yang berhubungan dengan perlawanan dan perang dengan Israel.
Itulah mengapa, ketika Abu Abdillah menyeru untuk berlepas tangan dari pertaruhan politik rejim negeri-negeri Arab tersebut, kita menyaksikan sesungguhnya Beliau tengah menyeru kepada seluruh Ummat Islam. Pada saat yang sama Beliau juga menyerukan agar ummah ini membebaskan diri dari “kungkungan para ulama dan penguasa, serta kungkungan kelompok-kelompok Islam yang manhajnya telah berubah menjadi mengakomodasi penguasa (yang dzolim)… atau kelompok-kelompok (Islam) yang lain yang telah merubah manhaj gerakannya yang awalnya berargumen mengedepankan sikap hati-hati tetapi ternyata semakin berubah menjadi kepengecutan sehingga mereka lebih memilih berebut kursi (dalam pemilu) ketimbang tegak berdiri untuk berjihad”
Inilah skenario politis yang tengah dirancang, di mana Abu Abdillah secara gamblang menerangkan dalam releasenya berjudul “Jalan untuk Membebaskan Palestina”. Beliau menegaskan tentang solusi Jihad bagi Palestina dan berkata, “…Besi hanya dapat dihadapi dengan besi…” . Yang agak mengherankan dalam rangkaian pesan tersebut adalah mekanisme yang tengah disusun untuk menolong Palestina ini. Pada fokus tahap kedua ditekankan tentang persiapan untuk berangkat hijrah ke Palestina dan persiapan yang tengah dilakukan di dalam Palestina. Tetapi pada tahap ketiga yang diketengahkan, segala sesuatunya menjadi lebih komplikatif/rumit dan menakjubkan! Karena Abu Abdillah berbicara dengan jelas tentang Iraq sebagai “Bumi paling dekat yang dipersiapkan untuk menolong Palestina”, dan Beliau menyeru “Rakyat Syria, karena Bumi Syria (Bumi Syam) adalah bumi yang diberkati….. agar berjuang melakukan segala hal yang mereka bisa untuk menolong saudara Mujahidin mereka di Iraq”. Bahkan Abu Abdillah lebih jauh menyerukan kepada rakyat Palestina yang hidup di tanah pengungsian dan pengasingan, rakyat Palestina yang terusir dari negerinya dan kini hidup di negeri-negeri tetangga, “… kepada mereka yang terhalang untuk menyertai Jihad di Tanah Al Quds… agar mereka bersegera berangkat untuk bergabung dalam barisan Mujahidin di Negeri Dua Sungai”.
Mungkin Abu Abdillah kelihatannya tengah terus merancang satu format yang tepat dengan memperhatikan dinamika yang terus berkembang, karena pada pesan-pesan sebelumnya Beliau belum pernah mendeklarasikan secara terbuka tentang perluasan front Jihad ke arah Palestina, Beliau juga ingin melihat bagaimana besarnya harapan ‘kaum Anshar’ dan sejauh mana persiapan mereka untuk menyambut para mujahid yang akan berhijrah. Karena itu bisa jadi pertolongan itu akan dilancarkan dari arah Iraq, dan bisa jadi pasukan penolong yang tengah dipersiapkan itu adalah mayoritasnya orang-orang Palestina sendiri. Sehingga daripada duduk menunggu, khususnya kepada rakyat Palestina di negeri pengungsian yang tidak mendapatkan jalan untuk berjihad di dalam wilayah Palestina,maka mereka dapat berhijrah ke Iraq. Pandangan ini, tidak diragukan agaknya sejalan dengan opini Aiman Az Zawahiri.
Dalam pesan terbarunya, Aiman Az Zawahiri membantah secara terbuka sebuah tesis tradisional dengan berkata, “Tidak ada tempatnya (dalilnya) bagi mereka yang berkeyakinan bahwa kita hanya akan memerangi Yahudi di wilayah Palestina semata”. Bahkan Dokter Zawahiri mendesak khususnya rakyat Palestina untuk memulai peperangan terbuka dengan Yahudi di dalam ataupun di luar Palestina, dipadukan dengan seruan Abu Abdillah untuk meluaskan Jihad melingkupi seluruh tanah Syria (Bumi Syam). Khususnya rencana ini disusun untuk “membebaskan Gaza dan membuka blokade di sekelilingnya… mengantisipasi kekuatan militer di perbatasan dan pasukan keamanan Mesir… yang dipastikan akan memotong bantuan yang dikirim kepada Mujahidin di Gaza, menghambat jalur suplai makanan dan pengobatan, mencegah masuknya muhajirin mujahid, menghentikan diungsikannya orang-orang yang terluka, atau mencegah pemberian perlindungan dan santunan bagi keluarga yang mengungsi,… (perluasan front Jihad ini dimaksudkan) untuk membuka pengepungan dari Selatan dan Barat…”
Point terpenting yang ditekankan oleh Dokter Zawahiri adalah seruannya kepada seluruh Ummah Islam untuk menerima dan bergabung “Melancarkan serangan terhadap seluruh kepentingan musuh di mana saja mereka berada sebagaimana mereka menghimpun seluruh kekuatan mereka dari seluruh penjuru untuk melawan kita”
Apa yang kita tangkap dari seluruh rangkaian pesan ini? Simpulan pertama saya adalah, artikel yang ditulis Asad Al Jihad, yang masih memfokuskan pada Palestina semata dan rakyat Palestina di negeri Palestina seakan bertentangan dengan arahan para pimpinan Al Qaidah. Apakah yang terjadi? Apakah ada semacam ‘pembagian peran’ dalam pemberian arahan dan instruksi? Ataukah artikel Asad Al Jihad sebenarnya lebih sebagai sebuah kebijakan pribadi, yang tak memiliki hubungan apapun dengan Al Qaidah?
Ada dua petunjuk penting dari pesan yang disampaikan Abu Umar Al Baghdadi terkait dengan konteks pembicaraan kita ini. Yang pertama adalah pernyataannya tentang persiapan Daulah Iraq Al Islami untuk menjadi tuan rumah bagi rakyat Palestina yang berhijrah dan melatih serta menolong mereka “Kami siap melatih kader-kader kalian, mulai dari merakit IED (bom tepi jalan) hingga merancang roket”. Dan pesan ini dapat dipahami terkait dengan seruan Abu Abdillah kepada rakyat Palestina di pengasingan untuk berhijrah ke Iraq. Petunjuk kedua adalah didesaknya Mujahidin keluar dari wilayah Anbar oleh tentara Amerika dan pasukan kabilah-kabilah yang tergabung dalam Dewan Kebangkitan Anbar. Karena wilayah Anbar adalah daerah yang paling dekat dengan Palestina dan beberapa roket dapat dirancang untuk meluncur menjangkau Israel, sehingga meruntuhkan kekuatan Mujahidin di Anbar adalah langkah strategis untuk melindungi Israel.
Tetapi pada artikel kedua Asad Al Jihad, pembicaraan berfokus seputar “serangan total terhadap Israel” dan “melancarkan satu hujaman yang menentukan antara kita dan Yahudi di dalam atau di luar Palestina”, dan orang ini (Asad Al Jihad) dengan nada sangat yakin menegaskan bahwa apa yang dikemukakan oleh Abu Umar tentang Anbar sebagai “sebuah sinyal tanda dan petunjuk kapan waktu dilancarkannya serangan total terhadap Israel dari dalam dan luar wilayah Palestina, dan itu baru akan terjadi setelah kita merebut kembali Anbar”.
Tetapi mengapa (jika benar) Abu Umar menyampaikan implikasi ini sekarang, sementara Anbar yang awalnya dikuasai Mujahidin kemudian direbut oleh tentara Abu Risha? Dan apakah memang benar bahwa Al Qaidah tengah merencanakan satu jadual serangan total terhadap Israel? Dan jika benar, mungkinkah hal yang sedemikian penting tersebut dapat begitu saja disampaikan dengan entengnya melalui media? Dan sejauh mana kemungkinan bagi Al Qaidah untuk mempersiapkan diri memasuki Palestina ketika di saat yang sama ia menyeru orang Palestina di negeri pengasingan untuk bergabung dengan front Iraq? Dan sejauh mana persiapan Al Qaidah untuk mengarahkan aksinya terhadap kepentingan-kepentingan Amerika Israel di luar Palestina?
Begitu pula belum ada kejelasan dari GIMF (Global Islamic Media Front) tentang dua artikel Asad Al Jihad ini, karena orang ini tidak dikenal sebagai pimpinan Al Qaidah, dan sebelumnya tidak diketahui memiliki posisi apapun dalam organisasi itu. Ini juga menguji kebenaran dari pernyataan Al Qaidah, bagaimana isu Palestina ini menjadi fokus dari pemberitaannya, sementara kalangan Anshar (rakyat Palestina) menerima berbagai pernyataan kontras, satu pernyataan menyeru mereka untuk mempersiapkan diri di Palestina, pernyataan yang lain menyeru mereka untuk bergabung dengan front Iraq, sementara yang ketiga mendesak mereka untuk menyerang kepentingan-kepentingan Israel Amerika, lalu yang keempat memberikan kabar gembira tentang persiapan serangan total atas Israel?
Tidak diragukan ini adalah paradoks yang aneh, atau mungkinkah Asad Al Jihad adalah satu pribadi bayangan yang sesungguhnya merupakan salah seorang pimpinan tertinggi Al Qaidah saat ini, atau setidaknya seseorang yang mengetahui secara mendalam hal-hal tersembunyi ini? Tidakkah ini kemudian juga menunjukkan kenyataan bahwa kesamaan saat ini dalam memahami pernyataan-pernyataan Al Qaidah tengah dipertemukan di tengah kegelapan dan kesulitan untuk mendalami inti pesan tersebut?
Sebelumnya selama dua hari saya mencoba melacak artikel ketiga dari seorang penulis bernama Dr. John Brutus dan beberapa website Jihadi telah mempublikasikannya dengan judul mencolok, tetapi saya tidak menemukannya lagi di outlet media tersebut seperti sebelumnya. Pada artikel itu sang penulis mencoba menganalisa pernyataan Abu Abdillah kepada masyarakat Eropa, dan meski artikel analisis tersebut membangkitkan emosi yang luas, yang menarik perhatian saya adalah pemahaman penulis yang menyadari bahwa Al Qaidah telah menyelesaikan persiapannya untuk melancarkan serangan, karena jika tidak tentu ia tidak akan memakai ungkapan “Jawabannya adalah apa yang akan kalian lihat dan bukan apa yang kalian dengan”, analisis inilah yang mendapat respon luar biasa terkait dengan artikel itu4.
Dan jika kita memakai dasar analisis seperti penulis di atas untuk mencoba memahami konteks pembicaraan kita ini, maka jika saya tidak keliru Al Qaidah seperti merombak/mengacaukan beberapa perencanaannya sebagaimana kontradiksi yang kita lihat dari rangkaian release yang telah kita bahas di atas. Atau jika saya memang keliru, berarti telah ada pihak yang memahami secara berlebihan dari suatu rencana atau pernyataan, lalu pihak ini meletakkannya dalam konteks yang tidak seharusnya…
Kadang-kadang kita menyaksikan Al Qaidah seakan tergesa-gesa. Dalam keadaan demikian, tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali menunggu peristiwa-peristiwa yang akan datang, atau pernyataan-pernyataan baru yang akan diterbitkan.
________________________
- Pakta Sykes Picot adalah perjanjian rahasia antara Inggris, Perancis, dan Rusia, untuk ‘membagi’ wilayah kekuasaan atas region Asia Barat dan wilayah-wilayah lainnya setelah jatuhnya khilafah Turki Utsmani setelah Perang Dunia I. Pakta ini ditandatangani pada 16 Mei 1916. Pakta ini diyakini kemudian menjadi dasar memecah wilayah Arab dan dunia Islam pasca kejatuhan khilafah menjadi nation state – nation state sempit, serta memunculkan di tiap wilayah-wilayah yang terpecah itu penguasa-penguasa yang sepenuhnya bekerja dan menghamba kepada tuan imperialis mereka. Sykes Picot juga dijadikan dasar atas rencana pembentukan ‘negara’ Israel di Palestina.
- Arab Peace Initiative – Prakarsa Perdamaian Arab, adalah sebuah proposal yang diajukan oleh Putra Mahkota Raja Abdullah dari Arab Saudi pada KTT negara-negara Arab di Beirut tahun 2002. Proposal ini berisi ajuan rencana membangun kawasan Arab yang damai, berisi beberapa point di antaranya: (1) normalisasi hubungan negara Arab dan Israel dengan syarat Israel menarik pasukannya dari dataran tinggi Golan; (2) pembentukan ‘negara Palestina independen’ yang wilayahnya Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibukotanya Yerusalem Timur; (3) serta penyelesaian yang adil untuk masalah pengungsi Palestina; (4) dan pengakuan negara Israel sebagai bagian dari negara-negara Arab yang lain. Proposal ini kemudian diajukan kembali pada KTT Arab tahun 2007 di Riyadh.
- Pangeran Turki bin Faisal Al Saud (lebih dikenal dengan Pangeran Turki Al Faisal) adalah anak bungsu Raja Faisal Al Saud. Pernah menjabat sebagai direktur dinas intelijen Arab Saudi, duta besar Arab Saudi untuk Inggris dan Irlandia, serta terakhir duta besar untuk Amerika Serikat.
- Memang, kita menyaksikan tidak lama setelah Abu Abdillah menyampaikan peringatan kepada masyarakat Eropa, serangkaian serangan bom dilancarkan dengan target kepentingan-kepentingan negara Denmark dan Swedia.
Diterjemahkan oleh Ansar Mujahidin/altawbah
Arrahmah.com Articles & Analysis
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media