YAMAN (Arrahmah.com) – Hampir secepat Daulah Islamiyyah Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan bunuh diri di “Masjid” Syiah Houtsi di Sana’a, secepat itu pula Al-Qaeda di Jazirah Arab atau Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP) membantah bahwa mereka terkait dengan serangan pemboman tersebut, lansir LWJ pada Jum’at (20/3/2015).
Ada alasan sederhana mengapa AQAP melakukannya, yakni karena serangan yang dilakukan oleh Daulah Islamiyah, atau kelompok Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS, itu tidak sesuai dengan pedoman jihad Al-Qaeda.
Dalam pernyataannya yang menolak kaitan dengan pemboman tersebut, AQAP menekankan bahwa mereka tetap berkomitmen pada pedoman yang dikeluarkan oleh Amir Al-Qaeda, Syaikh Aiman Az-Zhawahiri. Pedoman tersebut menyarankan agar tidak “menargetkan rumah ibadah, pasar, dan tempat-tempat umum atas dasar kepedulian terhadap kehidupan umat Islam yang tidak bersalah, dan untuk memprioritaskan kepentingan yang lebih penting,” bunyi pesan AQAP.
ISIS dan pengikutnya telah menolak pendekatan Syaikh Aiman Az-Zhawahiri, dan malah menjalankan dengan serangan membabi buta terhadap warga sipil. Pemboman pada Jum’at (20/3) di Yaman tersebut merupakan bukti lebih lanjut adanya kesenjangan perbedaan dalam dunia jihad. Perbedaan pendapat antara Al-Qaeda dan ISIS bukan hanya tentang siapa pemimpin jihad yang sah. Mereka memiliki pendekatan yang sangat berbeda dalam memerangi musuh-musuh mereka dan dalam membangun dukungan untuk perjuangan mereka.
Pernyataan dari AQAP ini tidak mencerminkan perubahan yang tiba-tiba dalam bersikap. Kelompok ini telah lama menganjurkan untuk mematuhi pedoman Syaikh Aiman, dan bahkan telah menyampaikan permohonan maaf ketika para pejuangnya melanggar pedoman tersebut.
Dalam sebuah wawancara yang dirilis pada bulan Januari, seorang petinggi AQAP, Syaikh Nashir bin Ali Al Ansi menjelaskan pendekatan organisasinya untuk memerangi Syiah Houtsi. Syaikh Nashir adalah salah satu tokoh paling senior AQAP, ia juga menjabat di eselon atas jaringan global Al-Qaeda. Berdasarkan dokumen yang ditemukan di kompleks Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah dan bukti lainnya, beliau diketahui berperan penting sebagai salah satu wakil manajer umum Al-Qaeda.
Beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Nashir selama wawancara AQAP adalah mengenai sikap menghadapi Syiah Houtsi. Syaikh Nashir ditanya tentang “operasi mencari-syahid baru-baru ini di Sana’a yang secara khusus menargetkan rafidhah”, istilah yang digunakan untuk Syiah. Pewawancara ingin tahu mengapa AQAP melakukan serangan seperti itu yang tampaknya melanggar “pedoman” Syaikh Aiman.
“Sebenarnya tidak ada perbedaan dalam pandangan kami,” jelas Syaikh Nashir. Operasi itu “tidak menargetkan para demonstran, melainkan pasukan keamanan yang mengelilingi mereka, yang terdiri dari sejumlah besar Houtsi,” ungkap Syaikh Nashir.
Syaikh Nashir melanjutkan dengan menjelaskan bahwa Syaikh Nasir Al Wuhayshi, Amir AQAP dan general manager Al-Qaeda, “memberikan instruksi yang jelas pada sel-sel yang beroperasi untuk menghindari menyerang pertemuan campuran [antara milisi dan sipil] dan fokus pada pasukan Houtsi yang bersenjata. Pejuang AQAP mematuhi aturan ini sejauh yang kami ketahui.”
Menurut Syaikh Nashir, AQAP telah meminta para pejuangnya untuk berhati-hati bila menargetkan kumpulan campuran Syiah Houtsi dan untuk fokus pada angkatan bersenjata militer mereka, markas mereka, dan pos-pos mereka yang lain. Pejuang AQAP harus menghindari daerah di mana terdapat warga sipil Muslim seperti di masjid.
Petinggi Al-Qaeda ini memperingatkan umat Islam untuk “menjauh dari pertemuan dan lokasi Houtsi,” dan pesan ini sangat jelas. AQAP menghindari serangan terhadap warga sipil Houtsi bila memungkinkan.
Dan serangan pemboman di tempat ibadah Syiah Houtsi oleh para pejuang ISIS tersebut adalah kebalikan dari apa yang terdapat dalam pedoman jihad Al-Qaeda.
Ketika Abu Bakar Al-Baghdadi, “khalifah” ISIS, mengumumkan perluasan organisasinya ke Yaman dan tempat lainnya pada November lalu, dia sengaja berusaha untuk melemahkan legitimasi AQAP. Dia mengklaim bahwa jika Syiah Houtsi telah menghadapi mujahidin ahli tauhid, maka kejahatan mereka tidak akan membusuk. Dengan kata lain, dia mengklaim hanya ISIS yang bisa menghentikan kemajuan Houtsi.
Kata-kata Baghdadi merupakan bagian dari kampanye propaganda yang menggambarkan seakan Al-Qaeda bersikap lembut pada Houtsi dan Syiah lainnya. Hal ini membuat Syaikh Harits bin Ghazi An-Nadhari (yang kemudian syahid, in syaa Allah, dalam serangan pesawat tanpa awak salibis AS), terpaksa meresponnya. Kurang dari dua minggu setelah terdengarnya perkataan Baghdadi itu, Syaikh Harits mengatakan bahwa beliau dan yang lainnya merasa “terluka atas apa yang dikatakan oleh Syaik Abu Bakar Al-Baghdadi, dan hal ini begitu menyakiti umat Islam di Yaman, ketika ia mengatakan bahwa Houtsi tidak mendapati adanya ahli tauhid yang melawan mereka.” Syaikh Nadhari berpendapat bahwa klaim itu tidak benar dan AQAP sulit mempercayai bahwa “orang seperti Syaikh [Baghdadi]” akan “mengatakan hal seperti itu.”
Tapi AQAP harus menerima kenyataan bahwa ternyata Baghdadi memang membuat klaim seperti itu. Serangan pada hari Jum’at (20/3) di Sana’a merupakan bagian dari strategi ISIS.
Wawancara AQAP dengan Syaikh Nashir pada Januari lalu menyorot perbedaan utama ini. Seorang penanya ingin tahu mengapa Syaikh Aiman dan Al-Qaeda melarang untuk menargetkan kalangan warga sipil Syiah awam yang tak mengangkat senjata.
Syaikh Nashir menanggapi pertanyaan itu dengan menyatakan bahwa pendekatan jihad Al-Qaeda “telah menjadi pandangan banyak para salaf dan ulama,” termasuk ulama abad pertengahan Ibnu Taimiyah, yang tetap menjadi panutan di kalangan jihadis. Syaikh Nashir menyatakan “ulama jihad saat ini” seperti Syaikh Usamah bin Ladin, Syaikh Aiman Az-Zhawahiri, Syaikh Atiyah Abdul Rahman, dan Syaikh Abu Yahya Al Libi memiliki pandangan yang sama.
Namun, Syaikh Nashir mengakui bahwa “telah menjadi isu kontroversial selama bertahun-tahun dan semua upaya interpretasi dihargai.” Jadi, bahkan AQAP tidak mengklaim kelompok yang menyelisihi pendapat mereka sudah pasti salah.
Dalam pertanyaan lainnya selama wawancara itu, ketika ditanya mengapa AQAP tidak menghentikan Houtsi menyerang dan menduduki Sana’a, Syaikh Nashir menanggapinya dengan menyatakan bahwa mujahidin tidak menguasai kota pada saat itu. Syaikh Nashir menjelaskan bahwa AQAP tidak bisa menyerang semua posisi Houtsi karena mereka sering beroperasi di daerah di mana terdapat warga Muslim. Sehingga menargetkan markas milisi Houtsi dinilai lebih aman.
Semua ini mungkin bagian dari alasan bahwa operasi besar pertama ISIS di Yaman difokuskan pada tempat ibadah yang sering dikunjungi oleh Syiah Houtsi. AQAP secara konsisten menyerang Houtsi, tapi mereka mencoba untuk menjaga agar serangan mereka terfokus pada sasaran militer dan keamanan.
Sementara ISIS tidak memiliki batas mengenai target mereka.
(banan/arrahmah.com)