(Arrahmah.id) – Melewati masa-masa sulit di dalam kehidupan ini, sebagai umat Islam cukup melegakan membaca janji Allah SWT di dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (TQS Al-Insyirah 5-6)
Namun pemikiran yang muncul di benak setiap orang adalah:
Mengapa kita harus mengalami kesulitan terlebih dahulu? Mengapa Allah tidak menjadikan hidup kita penuh kemudahan?
Mengapa orang-orang yang memegang teguh kebenaran harus diadili, disiksa, ditindas, dan dibunuh oleh para pengusung kebatilan?
Mengapa Allah SWT tidak memberikan kemenangan dan dukungan kepada umat-Nya tanpa harus menderita melalui masa-masa sulit?
Semua orang Makkah percaya pada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam dan menjadi Muslim. Namun, mengapa mereka sebelumnya menentangnya, menyiksanya dan memerangi Islam serta kaum Muslimin selama 23 tahun hanya untuk menjadi Muslim pada akhirnya? Bukankah lebih baik melewatkan semua bencana ini?
Mengapa kita harus melihat orang yang tidak bersalah terbunuh dan terluka? Mengapa Muslim menderita akibat Islamofobia yang merampas hak atau jiwa mereka?
Membaca firman Allah dalam Al-Qur’an dan kata-kata Nabi-Nya shalallahu ‘alayhi wa sallam, seseorang dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dan memahami hikmah besar di balik semua ini.
- “…Dan Sekiranya Allah Menghendaki Niscaya Dia Membinasakan Mereka, Tetapi Dia Hendak Menguji Kamu Satu Sama Lain.” (TQS Muhammad 47:4)
Mungkin penjelasan pertama dan terpenting tentang mengapa orang-orang yang benar harus melewati masa-masa sulit, dijelaskan oleh ayat di atas secara jelas.
Allah menyatakan bahwa Dia dapat mengalahkan musuh-musuh-Nya tanpa bantuan orang beriman. Dia, tentu saja, mampu melakukan apa saja. Namun, sunnatullah adalah melakukannya melalui kita agar kita diuji, yang mana hidup ini tidak lain adalah ujian. “Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu… (TQS Al-Mulk 67: 2).
Bagian dari ujian ini adalah agar Allah menunjukkan siapa yang akan membela kebenaran dan mendukungnya. Jika bukan karena masa-masa sulit ini, orang akan selalu mengklaim bahwa mereka mendukung kebenaran. Klaim-klaim ini harus dibuktikan dengan ujian dan kesengsaraan. Allah berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan kami beriman dan mereka tidak akan diuji?” (TQS Al-`Ankabut 29:2)
Allah mengingatkan kita apa alasan dari cobaan ini, “Dan sesungguhnya Allah akan mengetahui siapa yang benar dan siapa yang pendusta.” (TQS Al-`Ankabut 29:3). Masa-masa sulit memang menentukan dan membedakan. Mereka menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang tidak.
- “Kapan Datang Kemenangan Dan Pertolongan Allah?…”(TQS Al-Baqarah 2:214)
Pertanyaan ini diajukan oleh sekelompok orang mukmin dan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam ketika mereka mengalami kesulitan dan terguncang dengan berbagai cobaan.
Allah berfirman kepada Utusan-Nya, kepada orang-orang beriman, dan kepada seluruh umat manusia bahwa jalan menuju Allah penuh dengan masa-masa sulit ini:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemiskinan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (TQS Al-Baqarah 2:214)
Sebagaimana ayat tersebut menegaskan kembali bahwa menghadapi kesulitan tidak dapat dihindari, hal itu membawa perhatian pembaca pada tiga keyakinan penting:
1) Kemenangan adalah milik Allah,
2) Kemenangan itu sangat dekat,
3) Hanya Allah yang bisa menolong untuk mewujudkannya.
Kesulitan membantu merekatkan orang-orang beriman kepada Allah secara komprehensif. Hati mereka akan melekat kepada-Nya dan harapan mereka hanya kepada-Nya. Masa-masa sulit menumbuhkan tauhid di hati orang-orang beriman dengan cara yang tidak mungkin dilakukan pada masa-masa mudah.
- “Dan Untuk Membantu Membersihkan Orang-Orang Beriman…” (TQS Ali `Imran 3:141)
Setelah perang Uhud ketika kaum Muslimin mengalami kekalahan, ayat-ayat diturunkan kepada orang-orang beriman untuk menghibur mereka, memperbaiki kesalahan mereka, menganalisis peristiwa tersebut, dan menjelaskan apa yang terjadi.
Peristiwa itu benar-benar masa yang sulit yang digambarkan Allah sebagai malapetaka. Sambil menjelaskan alasan Allah membiarkan bencana seperti itu terjadi pada Nabi tercinta dan para sahabatnya, Dia berkata, “Dan untuk membantu membersihkan orang-orang beriman …”
Orang-orang beriman membutuhkannya dan itu benar-benar membersihkan mereka. Peristiwa itu membersihkan setiap individu dari semua kotoran. Membersihkan mereka dari cinta dunia, alasan utama kekalahan mereka. Membersihkan mereka dari pikiran untuk berpaling dari mendukung kebenaran. Dan membersihkan mereka dari dosa-dosa yang mereka miliki sebelum kesulitan.
Allah menyebut cobaan itu sebagai fitnah. Secara bahasa, kata ini menyiratkan penggunaan api. Fitnah itu keras seperti api. Api tidak dapat merusak emas. Itu hanya memurnikannya dan membuatnya lebih indah. Demikian pula, fitnah tidak dapat merusak orang beriman. Itu hanya memurnikan mereka.
Aspek penting lain dari ‘pembersihan’ ini adalah ketika orang-orang beriman bertanya tentang penyebab bencana. Allah SWT membawa perhatian mereka pada alasan yang paling penting: “…itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (TQS Ali `Imran 3:165).
Firman Allah ini membantu orang beriman untuk melihat ke dalam diri mereka sendiri, meningkatkan kinerja mereka, dan memperbaiki kesalahan mereka.
- “Dan Untuk Menguji Orang-Orang Munafik …” (TQS Ali `Imran 3:167)
Selain di level individu, bentuk ujian lainnya ada di level grup. Allah SWT berfirman, masih berbicara tentang perang Uhud,
“Dan apa yang menimpa kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu adalah dengan izin Allah, dan agar Allah menguji siapa orang (yang benar-benar) beriman, dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan,”Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu).” Mereka berkata, “Sekiranya kami mengetahui (bagaimana cara) berperang, tentulah kami mengikuti kamu.”1 Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (TQS Ali `Imran 3:166-167)
Orang munafik ada di hampir setiap masyarakat. Mereka mengaku berpihak pada kebenaran dan mereka bekerja sangat keras untuk menipu orang. Ketika perang Badar terjadi dan Allah SWT memberikan kemenangan besar kepada Rasul-Nya, muncullah sekelompok orang munafik. Kehadiran kelompok semacam itu dalam masyarakat mana pun dapat merusaknya. Mereka mencari keuntungan duniawi dan tidak berminat mendukung kebenaran. Sering kali, mereka justru berpihak pada kebenaran dan melawannya dari dalam.
- “Dan Tidaklah Aku Ciptakan Jin Dan Manusia Melainkan Untuk Beribadah KepadaKu.” (TQS Adz-Dzariyat 51:56)
Ini adalah tujuan penciptaan manusia, untuk menyembah Allah. Namun ibadah dalam Islam bukan hanya seperangkat ritual yang dilakukan seseorang. Ibadah dalam Islam bersifat komprehensif mencakup semua jenis tindakan, baik emosional maupun fisik. Ada aspek yang sangat berharga dari ibadah ini yang hampir tidak terlihat di luar masa kesulitan.
Sabar, sebuah konsep yang sangat komprehensif yang mencakup kesabaran, ketekunan, dan ketabahan, menunjukkan dirinya secara luar biasa di saat-saat sulit. Tawakal, ketergantungan penuh pada Allah, paling banyak dipraktikkan ketika masa-masa sulit. Kerendahan hati di hadapan Allah paling terlihat ketika kita dihadapkan pada kesengsaraan.
Taubat adalah salah satu pilihan pertama selama masa-masa sulit. Sebagaimana yang dilakukan Yunus ‘alayhissalam ketika keluar dari perut ikan paus dan memohon kepada Allah, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (TQS Al-Anbiya’ 21:87)
- “Dan Agar Sebagian Kamu Dijadikan-Nya (Gugur Sebagai) Syuhada.” (TQS Ali `Imran 3:140)
Pengorbanan yang terjadi pada saat kesengsaraan untuk berpihak pada kebenaran dan mendukungnya sangat dihargai oleh Allah. Padahal, Dia mengizinkannya terjadi agar Dia mengangkat derajat orang-orang beriman itu dan menunjukkan betapa mereka mendukung kebenaran. Dia memilih beberapa dari mereka dan memberi mereka pengorbanan dengan hal yang paling berharga dalam hidup mereka, yakni nyawa mereka.
Dia kemudian memberi mereka derajat yang tinggi di surga dan memberi mereka apa yang tidak Dia berikan kepada orang lain. Semoga Allah mengampuni para syuhada dan memberikan kemenangan kepada kebenaran.
- “Sesungguhnya Bersama Kesulitan Itu Ada Kemudahan. Sesungguhnya Bersama Kesulitan Itu Ada Kemudahan.” (TQS Al-Insyirah 5-6)
Akhirnya, orang yang gagal melihat hikmah dibalik kesulitan juga akan gagal melihat kemudahan. Semoga Allah menunjukkan kepada kita kebenaran dan membantu kita untuk mengikutinya. Semoga Dia memberi kita Sabar ketika mengalami masa-masa sulit, dan memberi kita kemudahan dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Aamiin. (zarahamala/arrahmah.id)