Oleh: Ulul Ilmi, S.Pd
Desa devisa merupakan program pendampingan yang digagas Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/ Indonesia Eximbank berbasis pengembangan masyarakat atau komunitas (Community development). Program ini memberi kesempatan bagi wilayah yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor untuk mengembangkan potensi secara ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi kesenjahteraan masyarakat.
Tentu saja pendampingan LPEI ini dilakukan bersama beberapa lembaga yang berhubungan dengan perdagangan, ekspor, budidaya pertanian, serta akses pembiayaan. Contoh bersama dengan institut Development (UNIED), LPEI mengkaji indikator untuk mengembangkan sebuah desa menjadi Desa Devisa. Pengembangan Desa Devisa dilakukan diberbagai wilayah yang memiliki potensi komoditas unggulan termasuk diantaranya beras dan kopi.
Diberitakan dilaman Bisnis.com Jakarta (10/1/2022) permintaan kopi dunia berangsur naik setelah hampir dua tahun menurun akibat dampak pandemi global. Sejalan dengan hal tersebut LPEI memanfaatkan kesempatan dengan mengembangkan bisnis kopi, malalui program desa devisa khusus kopi.
Kabupaten Magetan Jawa Timur akan mengembangkan kopi nangka yang nantinya bisa mengarah menjadi Desa Devisa, tentu saja ini menjadi fokus Gubernur Jawa Timur. Karena saat ini kopi nangka dianggap kopi langka, sehingga bisa dikembangkan menjadi komoditas ekspor.
Gunung Lawu menyimpan potensi hasil bumi yang tersembunyi dan terbilang langka. Pemkab Magetan Jawa Timur tengah mendata pohon kopi yang berada di kawasan hutan Gunung Lawu. Pohon kopi peninggalan Belanda tersebut jenis Liberica atau dikenal dengan kopi nangka berpotensi untuk dikembangkan menjadi Desa Devisa. (Liputan6.com Jakarta, 6/3/2022) Disampaikan oleh Camat Desa Panekan Kabupaten Magetan itu ada sekitar 120-an pohon. Belum yang ada di desa Ngiliran, Bedagung, dan Tapak dan yang lainnya.
Dibalik Program Desa Devisa
Program yang telah dimulai sejak tahun 2019 ini dimaksudkan untuk mendorong kemandirian masyarakat baik itu petani, pengrajin, dan yang lainnya melalui rangkaian pelatihan, pendampingan serta pemanfaatan jasa konsultasi, sehingga mampu merambah pasar ekspor dengan produk berkualitas yang berdaya saing tinggi.
Disampaikan oleh Agus Windiarto Corporate Secretary LPEI, bahwa keberhasilan program Desa Devisa ini akan dapat dinikmati oleh petani dan masyarakat sekitar. Karena memang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/ Indonesia Eximbank semenjak pandemi covid-19 berperan aktif dalam peningkatan ekspor nasional dan program pemberdayaan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat. (Indonesiaeximbank.go.id, 30/12/21)
Lantas, benarkah program ini akan benar-benar mampu mensejahterakan masyarakat? Ini merupakan pertanyaan besar, karena sudah ada banyak program pemerintah yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, namun tetap saja kondisi masyarakat masih belum sejahtera. Bahkan saat ini kondisi masyarakat malah terhimpit oleh adanya kebijakan –kebijakan lain yang justru mencekik rakyat. Seperti kebijakan pajak, tarif listrik, meroketnya harga sembako seperti minyak goreng misalnya.
Nah jika demikian, adanya banyak program tersebut untuk keuntungan siapa?
Program Desa devisa memang menunjukkan bahwa potensi ini sangat menggiurkan. Dan pastinya butuh modal besar, siapa lagi yang mempunyai modal besar kalau bukan para pemodal. Pada akhirnya yang berkuasa adalah para kapital. Sementara masyarakat tetap menjadi petani kopi, ataupun padi yang tugasnya bekerja keras menanam dan sebagian hasilnya dinikmati oleh para kapital. Hal ini pun terjadi pada sumber daya alam yang lain.
Tampak hal ini membuktikan ketidakmampuan negara dalam mengatur distribusi harta disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme sekulerisme. Apalagi ekonomi dalam sistem kapitalisme ini bertumpu pada sistem ekonomi ribawi. Tentu saja program-program pengembangan ekonomi masyarakat pun tidak lepas dari hal itu, dan ujung-ujungnya adalah keuntungan materi yang diraih oleh para pemodal.
Sementara adanya kegiatan ekonomi masyarakat dilakukan hanyalah dalam rangka untuk menggerakkan roda perekonomian, karena tanpa adanya kegiatan ekonomi masyarakat maka roda perekonomian yang dijalankan oleh para pengusaha/pemodal akan stagnan dan tentu akan merugikan mereka. Inilah ciri khas sistem perekonomian ala kapitalis yang tidak sepenuh hati dalam upaya mensejahterkan masyarakat.
Islam Mampu Mensejahterakan Masyarakat
Sementara Islam mempunyai aturan yang sangat jelas, sumber daya alam dikelola sesuai syariah sehingga menjadi sumber pendapatan negara yang dimasukkan di baitul mal. Hasilnya seratus persen akan dikembalikan kepada rakyat, tentu saja dalam bentuk pelayanan terhadap berbagai macam kebutuhan masyarakat.
Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh negara dalam sistem Islam tidak boleh ada satu pun yang memberatkan atau menzalimi rakyat. Karena jelas berat petanggungjawabnnya kelak di akherat. Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibatnya pada hari pembalasan.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih,” (TQS. Asy-Syura: 42)
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya disisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukanny dari Allah adalah pemimpin yang zalim,” (HR. Tirmidzi)
Atas dasar ini, jelas pemimpin dalam Islam yakni Khalifah sebagai ro’in atau pengatur urusan rakyat akan melakukan tanggung jawabnya atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Tidak ada pilihan lain, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Wallahu’alam bishawab