Oleh: Abu Yahya
(Pernah menjadi relawan misi kemanusiaan Suriah.)
(Arrahmah.com) – Sabtu pagi tadi saya mendapatkan forward surat MER-C ke Ust. Irfan S. Awwas (MMI) dari seorang kawan media Islam. Intinya, “Menilik pernyataan Ustadz di sejumlah media online mengenai konflik Suriah, MER-C menyadari pentingnya bagi semua pihak yang memiliki keprihatinan terhadap konflik di Suriah untuk dapat saling berbagi data dan fakta guna mengungkapkan akar permasalahan di Suriah dan bertukar pikiran mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Suriah.”
Kawan tadi juga mengirimkan ke saya jawaban dari Ust. Irfan. Intinya, beliau menyayangkan pihak MER-C yang terburu-buru menentukan tanggal, sebelum ditentukan hari yang disepakati bersama. Terlebih, “Sejak 25 Juni 2013 hingga Kongres Mujahidin IV, 23-25 Agustus 2013 penuh kegiatan…” Nah, siang ini saya mendapat forward undangan diskusi terbuka sebagaimana surat MER-C di atas. Tepatnya, Rabu 26 Juni 2013, pukul 13.00-16.00 WIB di Auditorium Ar-Rahim Lt. 12 Universitas YARSI, Jakarta Pusat.
Saya yakin, ini buntut dari tulisan dr. Joserizal tentang Suriah, yang kemudian disambut komentar Ust. Irfan S. Awwas terhadap tulisan tersebut, dan dikutip oleh beberapa situs berita Islam. Dr. Jose menganggap pihak yang kontra Bashar Asad (siapapun, apapun motifnya) sebagai kelompok yang berdiri di barisan blok Zionis-Salibis. Pada saat bersamaan, beliau menyanjung peran Hizbullah dan Suriah di bawah Bashar Asad sebagai kekuatan riil yang anti Israel. Oleh Ust. Irfan, analisis tersebut dianggap berbau Syiah.
Kali ini saya tidak ingin terlibat menghakimi siapa yang benar di antara kedua tokoh tersebut. Saya juga tidak ingin menduga apakah undangan sepihak itu merupakan trik pihak tertentu agar bisa tampil sebagai pembicara tunggal, atau tidak. Saya hanya ingin mengungkapkan keprihatinan, betapa di saat puluhan ribu rakyat Suriah (saya sebut rakyat secara umum, tidak pakai embel-embel Sunni atau Syiah) mati tanpa alasan yang dibenarkan… puluhan ribu lainnya terluka dan antri di pintu-pintu kematian gara-gara tak mendapatkan perawatan yang memadai… sedangkan jutaan lainnya terlunta-lunta terusir dari rumahnya, hidup dengan sarana seadanya. Di saat korban sudah berjatuhan sedemikian rupa, kita di Indonesia masih asyik membicarakan apa penyebabnya.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada MER-C sebagai lembaga kemanusiaan yang telah banyak berkiprah demi kepentingan umat Islam, jujur, kali ini terpaksa saya harus sampaikan kekecewaan kepada lembaga tersebut. Masacre di Suriah sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Tetapi mengapa ajakan untuk berbagi data dan fakta baru disampaikan sekarang? Lalu apakah bijak, di saat sedemikian parahnya tragedi kemanusiaan yang terjadi, kemudian mengadakan sebuah diskusi hanya untuk “mengungkap akar permasalahan” saja? Sementara, pada saat yang sama, tanpa embel-embel ideologi ataupun sekte, relawan dari Barat hingga Timur sudah berbicara dalam bentuk amal yang nyata. Bahkan dengan risiko kematian sekalipun.
Awalnya saya hanya prihatin dengan dr. Joserizal selaku pribadi. Bagaimana, tokoh yang sudah dikenal sebagai ikon relawan kemanusiaan, tiba-tiba membahas masalah Suriah dari sisi politik kepentingan dan konspirasi belaka. Lalu, apa arti puluhan ribu korban yang sudah terkorban sia-sia? Apakah mereka tidak berhak kita tolong hanya karena statusnya sebagai korban konspirasi Amerika? Sebelumnya saya meyakini dr. Joserizal itu anti Amerika. Namun dalam masalah Suriah, entah mengapa sikap keduanya setali tiga uang: sama-sama membiarkan rakyat Suriah jadi korban tanpa mau berbuat kongkrit untuk mencegahnya.
Tetapi kekecewaan itu pun kemudian merembet ke MER-C. Entah mengapa lembaga kemanusiaan yang terhitung sangat senior itu tiba-tiba terjebak ikut-ikutan membahas sebuah tragedi kemanusiaan dari sisi politik—sesuatu di luar domain MER-C yang merupakan lembaga kemanusiaan. Bukankah to help most neglected and vurnerable people—yang menjadi slogan MER-C itu juga bermakna menolong siapapun yang membutuhkan tanpa melihat latar belakangnya? Hal yang membuat saya (dahulu) membanggakan MER-C adalah kiprah di Ambon, Afghanistan, Iraq dan tempat-tempat kritis lainnya tanpa disibukkan terlebih dahulu oleh penelitian, ini sebab politik, konspirasi atau lainnya.
Secara pribadi, saya menganggap acara diskusi tersebut mubadzir. Hampir dapat dipastikan, ujungnya adalah perdebatan ideologi Sunni versus Syiah… konspirasi segitiga yang melibatkan Zionis-Salibis, Syiah-Persia dan kelompok Sunni, dan seputar itu. Namun, semuanya itu tidak mampu menjawab kebutuhan rakyat Suriah yang hari ini benar-benar dalam krisis kemanusiaan. Kalau boleh memberi saran, baik kepada dr. Jose maupun Ust. Irfan… biarlah konstelasi politik, perang ideologi dan analisis benturan kekuatan fisik itu menjadi domain “milisi-milisi” yang ada di Indonesia—kalau memang itu ada, entah Sunni maupun Syiah. Selanjutnya mari fokuskan diri untuk: to help most neglected and vurnerable people, sebagaimana slogan dalam brosur-brosur MER-C. Menolong orang yang paling kesulitan dan paling membutuhkan.
Rakyat Suriah, sejauh saya bergaul dengan mereka, pantang mengemis. Namun mereka adalah bangsa yang pandai menghargai. Masih terbayang dalam ingatan saya, bagaimana airmata mereka menganak sungai, melihat kami (relawan Indonesia) datang memberi bantuan. “Terimakasih saudaraku, saat semua dunia enggan menolong kami, kalian datang dari jauh-jauh untuk membuktikan bahwa kami masih mempunyai saudara di Indonesia yang peduli kepada kami…” Padahal, bantuan yang kami berikan tak seberapa. Hanya cukup untuk bertahan 2-3 hari saja—paling baru-baru ini saja bantuan rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk pembangunan sumur air minum di sebuah daerah yang krisis air.
Di akhir ucapan terimakasih itu, mereka selalu menyisipkan doa untuk kita semua: dr. Jose, Ust. Irfan, kami para relawan dan seluruh bangsa Indonesia: “Ya Allah, hindarkanlah rakyat Indonesia dari musibah seperti yang kami alami ini.“
(samirmusa/arrahmah.com)