(Arrahmah.com) – Nama Allah Al-Ahad ini tercantum dalam surah Al-Ikhlas ayat pertama, patut didalami lagi lebih jauh.
Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr menyatakan bahwa nama Allah “Al-Ahad” disebutkan hanya pada satu tempat dalam Al-Qur’an pada surah Al-Ikhlas. Sedangkan nama Allah “Al-Wahid” sering disebutkan berulang kali dalam Al-Qur’an. (Lihat Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, hlm. 124)
Adapun perbedaan antara Al-Wahid dan Al-Ahad adalah Al-Wahid itu Esa dalam Dzat, yang lainnya tidak bisa menambahnya; sedangkan Al-Ahad adalah Esa dalam makna yang tidak ada yang berserikat dengan Allah di dalamnya. (Lihat An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna, hlm. 370).
BEBERAPA CATATAN DARI NAMA ALLAH AL-AHAD DAN AL-WAHID
Pertama: Nama Allah itu Al-Ahad dan Al-Wahid, maksudnya untuk meniadakan Allah dari yang semisal, tandingan, dan yang setara dengan-Nya. Seperti disebutkan dalam ayat lainnya,
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Allah (yang patut disembah)?” (QS. Maryam: 65)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖوَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Kedua: Menetapkan nama Allah Al-Ahad dan Al-Wahid bertujuan untuk membatalkan segala bentuk takyif yang ingin menggambarkan bagaimanakah Allah karena Allah itu Esa, tidak ada yang semisal dengan-Nya.
Ketiga: Nama ini juga berarti menetapkan semua sifat sempurna bagi Allah karena tidak ada yang lebih agung dan lebih indah dari-Nya.
Keempat: Dalam nama tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah itu yang paling puncak dan paling sempurna.
Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَأَنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الْمُنْتَهَىٰ
“Dan bahwasanya kepada Rabbmulah kesudahan (segala sesuatu).” (QS. An-Najm: 42)
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ
“Dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi.” (QS. An-Nahl: 60)
Kelima: Nama ini juga menafikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari sifat kekurangan dan aib, karena Allah Yang Ahad berarti Allah bersendirian dalam sifat-Nya yang sempurna, tidak semisal dengan apa pun. Makanya Allah menyatakan pula,
سُبْحَانَهُ ۖهُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Maha Suci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. Az-Zumar: 4)
Keenam: Dari nama ini, wajib menetapkan keesaan Allah yang sempurna dalam dzat, sifat, perbuatan, serta keyakinan dalam hati.
Ketujuh: Dari nama ini, wajib mengesakan ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya. Karena Allah itu esa dalam mencipta, memberi rezeki, memberi segala nikmat, menghalangi, sampai pada mematikan, maka hanya Allah semata yang patut diibadahi.
Kedelapan: Ini sebagai bantahan kepada orang musyrik dan seluruh ajaran menyimpang lainnya yang tidak memuliakan Allah dengan benar, yang malah menjadikan sekutu bagi Allah dalam berbuat syirik. Sifat mereka orang musyrik seperti disebutkan dalam ayat,
وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ ۖوَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (QS. Az-Zumar: 45)
وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا
“Dan apabila kamu menyebut Rabbmu saja dalam Al-Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” (QS. Al-Isra’: 46)
ذَٰلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ ۖوَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا ۚفَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
“Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Ghafir: 12). Lihat Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, hlm. 126-128.
Referensi:
An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi.
Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr. Penerbit Darul ‘Amiyah.
Sumber: rumaysho.com
(fath/arrahmah.com)