JAKARTA (Arrahmah.com) – Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai bahwa tanggapan berbagai pihak terhadap Lurah Lenteng Agung itu berlebihan.
“Kalau evaluasi menyinggung Sara, itu lebay (berlebihan). Saya bilang kalau Pemda (Pemprov DKI Jakarta) bisa evaluasi kebijakannya, bukan mengevaluasi lurahnya karena bagi Pemda perlu pencapaian hasil yang baik,” kata Mendagri di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Selain itu Gamawan juga menyayangkan tanggapan ketus Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
“Saya kecewa atas kepongahan (kesombongan) Ahok, yang dengan membaca berita keliru menyuruh saya belajar UUD. Saya 10 tahun jadi Bupati (Solok), lima tahun jadi Gubernur (Sumbar), dan empat tahun jadi Mendagri. Sementara dia (Ahok) hanya lebih sedikit satu tahun jadi Bupati di Belitung,” keluhnya.
Sebelumnya, Mendagri memberi saran agar Jokowi mempertimbangkan kembali penempatan Lurah Susan di Lenteng Agung. “Ada prinsip dalam penempatan seseorang dalam jabatan, yaitu the right man on the right place, atau the right man on the right job. Nah ini kiranya bisa jadi pertimbangan (Gubernur) DKI,” kata Gamawan.
Atas saran Mendagri, Ahok mengatakan posisi lurah Susan tidak bisa dicabut begitu saja hanya karena ada penolakan dari sebagian warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan sombong Ahok mengatakan bahwa Gamawan Fauzi harus belajar konstitusi lagi.
“Menurut saya, Mendagri perlu belajar tentang konstitusi. Ini negara Pancasila. Bukan ditentukan oleh orang tolak, tidak tolak,” ujar Ahok dengan nada tinggi pada Jumat (27/9/2013) di Jakarta.
Seperti diketahui, mayoritas warga Lenteng Agung beragama Islam. Akan tetapi, Jokowi-Ahok menempatkan seorang Kristen untuk memimpin kelurahan ini. Padahal, kata warga, pada zaman penjajahan Belanda saja, Belanda tidak berani menempatkan seorang Kristen menjadi pemimpin di wilayah ini.
“Kampung kami mayoritas Muslim, kami ingin lurah Muslim,” tulis warga dalam sebuah poster dalam aksi penolakan pada Rabu (25/9/2013) yang dihadiri ribuan warga.
(azmuttaqin/suaraislam/arrahmah.com)