Oleh Abu Azzam
(Arrahmah.com) – Saudaraku, sudahkah kita mencintai Islam? Bermacam-macam jawaban bisa kita berikan. Tapi yang jelas, ketika mencintai sesuatu kita tentu rela untuk berkorban deminya dan begitulah yang akan terjadi jika engkau benar-benar mencintai Islam. Tak cukup kata cinta itu diucapkan oleh bibirmu, tapi juga harus engkau yakini dalam hati dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana engkau harus mencintai islam? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an
“Wahai kaum mukmin, mengapa kalian merasa sangat keberatan ketika di perintahkan kepada kalian, “Pergilah berjihad untuk membela Islam? Apakah kalian lebih mencintai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat? Padahal kesenangan dunia hanyalah sangat sedikit jika dibandingkan dengan kesenangan akhirat (QS at-Taubah [9]38)
Jikalau kamu tidak menolongnya, maka sesungguhnya Allah telah menolongnya. Wahai kaum mukmin pergilah kalian berperang dengan senang hati atau berat hati, kalian dengan harta dan jiwa kalian dengan untuk membela Islam. Demikian itu lebih baik bagi kalian menyadari pahala berjihad (QS at-Taubah [9]40-41)
Begitulah ayat-ayat itu mengobarkan semangat umat muslim untuk berjihad di jalan Allah, namun jika sekarang masih belum bisa pergi berjihad karena kondisi yang tidak memungkin kan. Masih ada cara lain untuk berjuang, salah satunya adalah dengan mengajak orang-orang mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat jalan dakwah. Gandenglah tangan saudara-saudaramu menuju kebenaran. Seperti kita ketahui hanya dua jalan yang bisa kita tempuh dakwah dan jihad.
Begitulah wahai saudaraku engkau dituntut untuk mengajak orang-orang menuju kebaikan. Mengajak manusia kepada agama yang benar. Dan, tentulah hal ini merupakan pekerjaan yang sulit. Sebuah amal yang menyisakan beban dihatimu. Di titik ini, bentuk komitmen dan cintamu terhadap Islam dipertanyakan kembali. Cintakah engkau pada Islam.
Menjiwai agama
Saudaraku, jika engkau rajin melakukan shalat selama bulan Ramadhan, namun setelah itu engkau tidak lagi peduli dengan agama, maka hal itu tidak dapat dikatakan bahwa engkau telah menjiwai Islam. Bukan begitu caranya! Karena bulan Ramadhan pasti berlalu semen tara Islam belum memenuhi jiwamu. Oleh kare na itu, mungkin engkau perlu membedakan dua ungkapan ini, “Saya pemeluk agama Islam,” dengan, “Saya menjiwai agama Islam.”
Seseorang yang rajin beribadah dan beramal saleh belum tentu menjiwai agamanya. Mengapa begitu? Ketahuilah, saudaraku, salah satu pondasi dalam beragama adalah mengabdikan segenap hidup untuk agama tersebut, menjiwai, serta mengikat dirimu dengannya.
Sebenarnya, pada titik ini, yang menjadi pokok masalah adalah bahwa engkau memeluk agamamu, melaksanakan ritual-ritualnya, namun tidak mengikatkan diri dan jiwamu pada Islam. Oleh karena itu, wajiblah bagimu membaktikan hidupmu untuk Islam; merasa bahwa Islam adalah bagian dari hidupmu yang tak pisahkan. Bisakah engkau melakukannya?
Wahai saudaraku, seandainya saja engkau melakukan suatu ritual ibadah bahkan hingga bercucuran darah, belum tentu engkau bisa menemukan perasaan betapa engkau mencintai Islam atau merindukannnya dalam hatimu. Mengapa? Karena semua itu belum sempurna. Tidaklah cukup melakukan ibadah tanpa menjadikan agama sebagai bagian dari jiwa.
Yang dimaksud “beragama” pada hakikatnya adalah ketika seluruh hidupmu tenggelam dalam rasa cinta kepada agama dan engkau berharap semua orang memiliki ikatan kuat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ayat-ayat al Qur’an sebenarnya juga selalu menanamkan rasa cinta kepada agama dalam jiwa setiap umat Muslim, termasuk dirimu. Maka apakah engkau cinta terhadap agamamu ataukah hanya sebatas shalat, beribadah dan menangis dengan air mata bercucuran? Jika memang demikian, maka sesungguhnya semua itu tidak berguna sama sekali. Tak heran, kini kaum Muslim menjadi tertinggal dan ter belakang tanpa pernah mengalami perubahan dan meraih kejayannya seperti dahulu.
Mereka yang mencintai Islam
Dalam surat Yasin ada kisah tentang seorang lelaki yang hidup di sebuh desa kecil sebuah desa dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus dua orang Rasul kepada penduduknya dan kemudian ditambah satu Rasul lagi
Penduduk negeri itu mendustakan dua orang utusan Kami. Kedua utusan Kami itu. Kami kuatkan dengan utusan yang ketiga. Mereka berkata kepada penduduk negeri itu, “Kami bertiga adalah utusan Allah kepada kalian.” (QS. Yasin [36] 14)
Bayangkanlah! Sebuah desa kecil, memiliki tiga orang Rasul? Tapi, mengapa pula penduduk desa itu meminta lebih banyak lagi? Bukankah tiga sudah lebih dari cukup?
Ketahuilah, di desa itu terdapat seorang pemuda yang memahami Islam. Suatu kali, ia berpikir, “Islam bukan hanya tanggung jawab para rasul, tapi para umat harus ikut memikulnya. Karena itu, aku harus memiliki andil bagi Islam.”
Memang begitulah, Saudaraku! Islam bukan hanya tanggung jawab para ulama atau ustad kyai, pemimpin pesantren, tetapi merupakan tanggung jawab setiap umatnya.
Kembali kepada kisah dalam surat Yasin tadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Kemudian datanglah seorang laki-laki berlari dari pinggir kota. Laki-laki itu berkata, “Wahai kaumku, ikutlah orang-orang yang menjadi utusan Allah ini. Ikutlah orang-orang yang tidak meminta upah dari kalian. Mereka ini orang yang diberi petunjuk oleh Allah.” Laki-laki itu berkata, “Apa alasanku untuk tidak taat kepada Tuhan yang menciptakan diriku? Padahal kalian kelak akan dikembalikan kepada Tuhan yang menciptakan diriku? Apakah aku patut menyembah tuhan-tuhan selain Allah? Jika Tuhan Yang Maha pengasih menghendaki aku tertimpa bencana, maka tuhan-tuhan selain Allah tidak sedikitpun dapat menolong diriku. Tuhan-tuhan selain Allah juga tidak dapat menye lamatkanku dari adzab-Nya. Jika aku menyembah tuhan-tuhan selain Allah, maka aku benar -benar sangat jauh sesatnya. Wahai penduduk negeri, sungguh aku beriman kepada Tuhan kalian. Karena itu, dengarkanlah seruanku untuk mengajak kalian mengikuti utusan Allah ini.”(QS Yasin [36]20-25) terjemah tafsiriyah
Begitu awalnya, lelaki itu mengucapkan kata-katanya kepada ketiga rasul tersebut, “Aku akan ikut dalam barisan kalian. Dan, aku sepakat apa yang kalian katakan.
Bayangkanlah, betapa percaya dirinya lelaki tersebut! Sesungguhnya, pengakuan keimanan nya dimaksudkan agar semua penduduk desa itu tahu ia telah beriman dengan begitu, diharapkan orang-orang tersebut akan mengikutinya.
Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa islam itu agama yang indah, begitu pula hubunganmu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Islam adalah agama yang penuh kelemah-lembutan, kasih sayang, cinta dan mengajak orang lain pada kebaikan, tetapi dengan cara dan tutur kata yang baik. Melihat kenyataan itu, bisakah engkau mulai mencintai Islam? Bisakah engkau mulai mengajak orang sekitarmu mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Memang mengajak seseorang mengikuti jalan bukanlah hal yang mudah. Adapun pada laki-laki yang diceritakan dalam surat Yasin diatas adalah
“Pada hari kiamat, para malaikat berkata, kepada laki-laki mukmin itu, “Masuklah engkau ke surga.” (QS Yasin [36] 26)
Lelaki tersebut malah di bunuh oleh kaumnya sendiri hanya karena mengucapkan kata-kata nasehat agar kaumnya beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan, tahukah engkau apa yang dikatakan lelaki itu ketika masuk surga?
“Pada hari kiamat para malaikat berkata kepada laki-laki mukmin itu, “Masuklah engkau ke surga.” Laki-laki mukmin itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku di dunia dahulu mau menyadari kebenaran seruan para utusan Allah. Laki-laki mukmin itu berkata; Tuhanku telah mengampuni aku. Karena itu aku dijadikan golongan orang yang dimuliakan dengan pahala surga (QS Yasin [36] 26-27)
Subhanallah. Sungguh sebuah sikap yang mulia. Meski kaumnya telah berbuat hal yang kejam terhadap dirinya, tetapi lelaki itu masih saja menginginkan agar mereka mendapatkan kebaikan dan berharap semua orang bisa mengikutinya menjadi penghuni surga.
Adakah rasa sayang semacam itu tersimpan dalam hatimu, wahai saudaraku? Apakah engkau memiliki perhatian yang sedemikian besar terhadap masyarakat sekelilingmu?
Burung yang mencintai Islam
Nabi Sulaiman as memiliki pasukan yang beranggota burung-burung. Suatu hari, ketika Nabi Sualaiman as melakukan pemeriksaan, ia melihat bahwa dalam suatu barisan ada burung yang tidak hadir. Ternyata burung Hud-hud
Sulaiman berkata, “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud? (QS an-Naml [27] 20)
Sebenarnya, hud-hud sudah berniat untuk datang. Tetapi, ditengah perjalanan, ia mene mukan sebuah kaum yang bersujud dan menyembah kepada matahari. Meski terikat janji untuk menghadiri pemeriksaan yang dilakukan Nabi Sulaiman as, hud-hud akhirnya memilih untuk mendahulukan kepentingan utama, ia tidak ingin ada kaum yang menjauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, pergilah hud-hud melakukan penyelidikan. Rencananya, jika nanti menghadap Nabi Sulaiman as, ia ingin sudah membawa laporan lengkap tentang suku itu. Maka, terbanglah hud-hud dari Yaman menuju palestina.
Wahai saudaraku, lihatlah bagaiamana seekor burung disibukkan hanya karena urusan agama! Lalu, bagaimana dengan diri kita? Adakah kepedulian di hatimu pada Islam? Siapkah kita berjuang tanpa mengharap upah kecuali pahala dari Allah.
Anak yang sholeh atau syahid yang membela Islam
Saudaraku seiman, sudah saatnya sekarang ini kita harus mencetak anak-anak yang sholeh yang senantiasa berjuang untuk Islam dan syahid di jalan Allah,
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam saat duduk dengan para sahabat, beliau bertanya “Wahai para sahabat siapa orang yang mandul? Para sahabat menjawab orang yang mandul adalah orang yang tidak mempunyai anak, itulah orang yang mandul. Rasulullah saw menjawab, “Orang yang mandul bukanlah orang yang tidak punya anak, tetapi adalah orang-orang yang mereka diberikan keturunan yang banyak diantara mereka tidak ada yang mati syahid dan anak yang sholih yang berjuang membela Islam. (HR Ahmad & Ibnu Majah)
Imam Qurtubi berkata orang yang beruntung adalah tidak ada perniagaan yang mencerahkan dan membahagian jika tidak punya anak-anak orang yang mempunyai anak sholeh yang memikirkan Islam dan berkontribusi untuk kemajuan Islam
“Islam akan tetap menang dengan atau tanpa kontribusi kalian namun kalian tanpa islam pasti akan rugi dan hilang tanpa bekas (Syekh Ahmad Deedat)
Syeikh Amjad Az-Zahwawi pernah berkata,”Dunia Islam hari ini sedang terbakar, maka kewajiban setiap kita untuk mencurahkan air walaupun sedikit guna memadamkan api sekedar kemampuan kita, tanpa menunggu orang lain melakukannya lebih dahulu
As-Syahid Anwar al-awalki mengingatkan, “Kita harus menyadari potensi pribadi lalu kemudian menanyakan sebuah pertanyaan besar kepada diri kita. Apakah kita termasuk ke dalam golongan yang berusaha mengembalikan kejayaan Islam? Atau apakah kita hanya menjadi penonton sementara saudara-saudara kita telah memesan tempat tertinggi di akhirat kelak, Al-Jannah (surga). Orang yang akan menghidupkan Islam kembali akan rela mengorbankan nyawa, harta mereka, waktu mereka dan barang berharga mereka untuk Allah dan mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal.
“Sejarah Islam hanya tertulis dalam dua warna tinta, hitam dan merah. Tinta hitam telah ditorehkan oleh tinta para Ulama, dan Tinta merah yang telah ditorehkan oleh darah para Syuhada. Dimanakah anda?” -Syekh Abdullah Azzam-
“Kami tidak akan duduk di bangku cadangan ketika kalian beramal di jalan Allah; berdakwah, beramar maruf nahi munkar, menyuarakan kebenaran, dan berjihad fi sabilillah. Kami akan selalu bersama kalian, sesulit dan seberat apapun keadaannya…Hari ini Islam menghendaki setiap Muslim berujar kepada dirinya sendiri,” Apakah pantas aku beristirahat, sementara saudara saudaraku berpayah payah di jalan Allah? Apakah pantas aku tidur nyenyak sementara saudara saudaraku disiksa di jalan Allah? Apakah pantas aku tinggalkan amal Islami sementara aku melihat kesulitan berat dan peperangan hebat melawan musuh sedang dihadapi oleh umat Islam? Islam pun menghendaki seseorang yang mengucapkan kata kata seperti Abu Khaitsamah saat ia terlambat menyusul Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam ke medan Tabuk, dia berujar, ” Rasulullah dibakar terik matahari, angin badai, dan panas yang menyengat…Sementara aku , masih dibawah naungan sejuk, makanan yang tersaji, dan isteri yang cantik, menunggui hartanya…Sungguh ini tidak pantas.” (Ibnu Hisham dari ibnu Ishaq sirah Vol II/520) – Syekh Abdullah Azzam-
“Siapa saja yang beramal shalih, maka amal shalihnya itu menguntungkan dirinya. Siapa saja yang berbuat dosa , maka dosanya itu akan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Tuhanmu tidak sedikit pun berlaku zhalim kepada hamba-Nya (QS Fuslihat[41]44)
Apakah ada orang yang lebih baik daripada orang yang menyeru kepada ajaran tauhid dan taat kepada Allah semata-mata serta beramal shalih dan dia berkata, “Sungguh aku termasuk kaum muslim” (QS Fushshilat 41[33]) terjemah tafsiriyah. (arrahmah.com)