Oleh : Moh Galang Revolusi (Aktivis Gerakan Islam Revivalis)
(Arrahmah.com) – Dalam khasanah peradaban islam, istilah yang sesusai untuk perubahan kehidupan adalah dakwah. Aktifitas ini diyakini sebagai satu-satunya mekanisme lahirnya perubahan hakiki menuju kepada tujuan yang hakiki pula. Perbedaan tampilan akan sangat ditentukan oleh cara pandang terhadap problematika utama umat di satu sisi dan menggali metode/cara yang dituntunkan Rasullullah SAW secara mendalam di sisi yang lain.
Sebagai sebuah metode perubahan kehidupan, dakwah tentu membutuhkan kelayakan tertentu. Baik dalam tinjauan historis, syara’ maupun empiris. Secara historis bisa dilihat dari kajian-kajian atas tarikh dan sirah. Dari aspek syara’ bisa dengan meneliti fiqud dakwah. Sedang secara empiris dengan menguji relevansi kebutuhan faktual dengan metode dakwah sebagai solusi pemecahan problematika kehidupan.
Tidak banyak orang memahami konsep bagaimana perubahan kehidupan itu dilakukan. Umumnya orang melihat perubahan kehidupan sangat bertumpu pada perubahan individu. Sepintas benar adanya bahwa individulah basis kekuatan perubahan masyarakat. Apalagi individu adalah komponen utama bagi umat/entitas.
Perdebatan perubahan individu berikutnya adalah tentang ide pemikiran apa yang perlu ditanamkan dalam setiap individu. Hingga membentuk karakter tertentu sesuai dengan ide yang ditanamkan. Pada akhirnya jenis dan substansi ide yang ditanamkan tersebut akan membawa tampilan yang berbeda dalam hal sikap maupun pemikiran yang muncul. Diantara cara yang mudah untuk membedakannya adalah dengan melihat 2 organisasi massa besar. Terlepas dari seberapa tingkat ketergantungan atau tingkat intervensi status quo terhadap basis kerangka berpikirnya, NU adalah ormas yang lebih memiliki kultur intelektual/keilmuan yang kuat. Hal itu ditunjukkan dengan sebuah mekanisme keilmuàn bernama bahtsul masail yang telah lama berjalan secara turun temurun. Sedang jika kita melihat Muhammadiyah maka ormas ini lebih menonjolkan pada kemampuan organisasi baik untuk kepentingan ekonomi maupun pendidikan formal.
Dengan kata lain NU memiliki kecenderungan kemampuan pada bidang garap untuk dilibatkan pada wilayah-wilayah pembentukan dan pengembangan mindset/kerangka pemikiran. Indikator untuk melihatnya adalah dengan menimbang seberapa populer kampanye islam nusantara yang lahir dari rahim pemikiran kalangan Nahdliyyin daripada gagasan islam berkemajuan dari Muhammadiyah. Sebaliknya fenomena maraknya gerakan jihad konstitusi dan jihad ekonomi adalah lahir dari dorongan kemampuan organisasi yang secara historis diasah terus menerus oleh kalangan Muhammadiyah.
Dari sisi panggung penyadaran umat terhadap ide-ide yang diperjuangkan, NU lebih menggunakan instrumen-instrumen tradisional sebaliknya Muhammadiyah cenderung menggunakan media-media modern. Tetapi kali ini nampaknya keduanya memahami kebutuhan non mainstrem seperti medsos tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Hampir rata-rata baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah melihatnya sebagai sebuah kebutuhan yang niscaya. Medsos telah lahir sebagai sebuah mekanisme komunikasi yang flat tanpa batas ruang dan waktu. Meniadakan strata sosial pendidikan antar mereka.
Gerakan dakwah baik yang digerakkan oleh kekuatan NU maupun Muhammadiyah pada akhirnya dihadapkan pada problem independensi organisasi. Hingga berujung seberapa keberanian dalam mengambil sikap berseberangan dengan penguasa status quo. Mengingat begitu dinamisnya konstelasi politik nasional sejak aksi bela islam hingga memasuki putaran 2 pilkada DKI Jakarta. Suksesi kepemimpinan DKI Jakarta seperti menjadi magnet gesekan kepentingan antar elit maupun aktifis. Salah satu yang menyeruak ke permukaan adalah fenomena hasil bahstul masail GP Anshor yang ditentang oleh KH Ma’ruf Amin representasi dari PBNU tentang haramnya pemimpin non muslim. Serta keberadaan dan statement Syafii Ma’arif yang ditentang oleh GP Muhammadiyah atas dukungannya terhadap Ahok. Terdapat dinamika internal yang cukup berat di dalam tubuh kedua ormas terbesar di negeri ini. Yakni friksi di kalangan internal masing-masing organisasi.
Perbedaan pandangan yang berseberangan dalam sikap politik hingga sedikit banyak mempengaruhi konstelasi dukungan politik terhadap salah satu paslon DKI Jakarta. Sementara jika mencermati komunikasi politik yang dibangun di antara paslon tidak terlihat secara jelas keberpihakan secara mendasar atas isu-isu bahaya cengkeraman neo liberalisme dan neo imperialisme. Yang terlihat hanyalah isu-isu partial untuk melemahkan masing-masing paslon seperti kasus korupsi, ketidak berhasilan program, disparitas sosial ekonomi, dan lain-lain. Termasuk tawaran solusi integral dan komprehensif apa yang relevan untuk menyelesaikan bahaya cengkeraman neo liberalisme dan neo imperialisme juga tidak muncul. Kampanye haramnya pemimpin kafir harusnya diikuti dengan kejelasan program yang visioner untuk menghadirkan solusi besar yang dihadapi negeri ini. Kunjungan Anies Uno kepada Hari Tanoe dengan gestuur politik tertentu menimbulkan pesimisme benarkah jika DKI nanti dipimpinnya akan merealisasikan kepemimpinan yang berdaya bebas dari segala dikte korporat global. Aroma dukungan terhadap Anies Uno dari kalangan korporat-korporat nasional yang berkolaborasi dengan korporat global juga begitu menyengat. Sementara selesai sudah pembahasan tentang kemungkinan kepemimpinan Ahok secara agama, empiris dan historis yang sangat berbahaya. Terutama bahaya yang akan dihadapi oleh kaum muslimin dengan melihat track record selama ini. Kecuali kelompok-kelompok islam yang sudah melakukan deal politik dan saat ini bekerjasama dalam kerangka suksesi pemenangannya.
Di sisi lain indikator bahaya cengkeraman neo liberalisme dan neo imperialisme semakin mengemuka. Mega korupsi e KTP akibat dari liberalisasi politik, keberadaan Freeport dengan masalahnya buah dari liberalisasi ekonomi, masifnya perdagangan narkoba imbas dari liberalisasi ekonomi dan keyakinan, tingginya UKT PT implikasi dari liberalisasi pendidikan, penguasaan SDA dan sektor-sektor strategis negara oleh asing dan aseng adalah sederetan problem sistemik yang cukup menggambarkan realitas persoalan itu. Kenapa pendekatan penyelesaiannya bersifat partial dan incremental. Itu sebabnya karena cara pandang terhadap realitas utama tidak mendasar dan komprehensif.
Selain itu dalam tataran implementasi semuanya terutama gerakan dakwah dengan metodologi perubahannya terpasung ke dalam permainan yang tidak memungkinkannya berpikir out the box. Maka dibutuhkan sebuah gerakan dakwah yang bebas dari dikte dan kepentingan penguasa status quo yang berpikr jernih untuk melihat dan menentukan problematika utama dan solusi mendasar integral. Problem umat saat ini bukan saja soal figur kepemimpinan melainkan sistem politik apa yang akan digunakan oleh pemimpin dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam perspektif Islam, maka sesungguhnya kemimpinan itu tunggal untuk seluruh dunia. Keinginan Amerika Serikat untuk merealisasikan cita-citanya sebagai negara global cukup sebagai sebuah tanda bahwa umat islam di berbagai negara bisa terhimpun ke dalam satu kepemimpinan. Apalagi hal itu diperkuat oleh bukt historis maupun informasi dalam Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas.
Dalam kerangka itu maka dibutuhkan sebuah gerakan dakwah yang bersifat global, memiliki kesamaan fikroh berupa konsep sistem kehidupan yang lengkap, memiliki kesamaan thoriqoh (metode tetap) yang diperjuangkan dan memiliki cara pandang yang sama dalam memahami problematika umat. Dan seharusnya problematika utama umat itu adalah tidak diterapkannya syariat islam dalam bingkai sistem politik khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Hingga muncul beragam persoalan cabang di berbagai sektor yang mendera kehidupan kaum muslimin berbagai negara. Karakter gerakan dakwah seperti itu haruslah berjuang bersifat antara lain : 1) Menonjolkan pemikiran sebagai modal perubahan masyarakat mewujudkan peradaban manusia. 2) Konsen pada wilayah perjuangan politik bukan sebagaimana dalam konteks politik praktis melainkan melakukan penyadaran politik umat, koreksi penguasa, melakukan kontak komunikasi dengan pemilik kekuasaan agar semuanya meyakini dan mau memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah. 3) Karena gerakannya pemikiran dan politik maka tidak menggunakan jalan kekerasan. Gerakan dakwah ini harus meyakini sepenuhnya bahwa pekerjaan membangun peradaban manusia dengan hukum Alloh dan sistem politik yang dicontohkan Rasullullah Shallalahu alaihi wa sallam hanya bisa dilakukan dengan tanpa kekerasan. 4) Perjuangan gerakan dakwah juga harus bersifat mendasar baik dalam melihat problematika utama maupun menawarkan solusinya. Hanya dengan gerakan dakwah yang bekerja dengan ritme sendiri sesuai dengan bimbingan Alloh dan Rasul-Nya saja.
Hal terpenting selain karakter-karakter gerakan dakwah adalah munculnya kualifikasi militansi para pengembannya. Dakwah pemikiran dan politik meniscayakan kepada para pengembannya berkorban jiwa dan harta dengan penuh keikhlasan. Para pengembannya harus menyadari bahwa dirinya adalah calon pemimpin yang mengedepankan pelayanan kepada umat maupun saudara sesama pejuang. Tidak berpikir individualis dan pragmatis sebagaimana umumnya orang. Kapasitas ide kebenaran yang diperjuangkan sangat ditentukan salah satunya dengan pengorbanan yang tinggi harta dan jiwa. Demi terealisasinya tujuan hakiki mendapatkan ridlo Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Yang tua sayang kepada yang muda. Yang muda hormat terhadap yang tua. Yang usul ikhlas terhadap apapun keputusan yang diputuskan oleh pemegang solahiyah. Sebaliknya yang diberi usul jernih dan legowo melihat setiap usulan yang baik dengan menjadikan pertimbangan keputusan yang matang dan bijak.
Di tengah eskalasi dakwah yang meninggi dibutuhkan kecermatan dan kejelian untuk merencanakan sebuah keberhasilan bukan dengan merencanakan kegagalan yang sudah diprediksikan sebab sebelumnya. Meski secara keyakinan semua hasil apapun kita berserah diri pada Nya. Belajarlah dari orang lain tentang kebersahajaan perjuangan meski secara ide perjuangan mereka tidak memiliki kekuatan hujah. Seperti sederhananya isthighotsah dan semaan Al Qur’an dengan berjubelnya banyak orang. Atau ijtima’ jamaah tabligh dengan jutaan orang meski belum memberikan pressure politik yang kuat. Moga segera muncul sebuah gerakan dakwah yang murni digerakkan oleh para pengemban dakwah yang mukhlish hingga bisa meraih perubahan hakiki untuk tujuan hakiki akan terwujud. Allahu a’lam bis showab.
(*/arrahmah.com)