JAKARTA (Arrahmah.id) – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar akhirnya bersuara mengenai alasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan uang investasi setoran haji untuk biayai jemaah lain.
Menag menyebut, investasi itu terindikasi lebih banyak mudaratnya daripada maslahatnya.
Menurut Nasaruddin, pengelolaan dana haji harus didasarkan pada perhitungan bisnis yang profesional agar tidak membebani Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) secara berlebihan.
Meskipun dirinya bukan seorang pebisnis, pengalaman panjang dalam berbagai bidang memberinya wawasan mengenai pentingnya manajemen keuangan yang sehat.
“Mau tidak mau kita juga harus memiliki perhitungan yang cermat. Jika kita terlalu banyak membebani BPKH, itu bisa menjadi bom waktu yang pada akhirnya lebih banyak mudaratnya,” ujar Nasaruddin Umar, sebagaimana dikutip dari Detik.com.
“Jadi kita tidak ingin menggunakan uang haram untuk memperoleh suatu martabat haji yang bagus,” lanjutnya.
Itulah alasannya MUI mengharamkan uang investasi setoran haji untuk jemaah lain. Hal ini dikarenakan prinsip syariah melarang penggunaan dana yang berpotensi membawa dampak negatif lebih besar daripada manfaatnya.
“Mudaratnya bisa bermacam-macam. Oleh karena itu, kami harus menghitung batas-batas yang bisa ditoleransi,” kata Nasaruddin Umar.
“Saya bersyukur memiliki sedikit pengetahuan pikir saya ya, sehingga kami tidak bisa melakukan opsi. Walaupun ada sesungguhnya yang bisa kita turunkan lebih sedikit. Tapi kalau itu nabrak syariah kan nggak boleh juga. Berhaji dengan uang haram kan nggak enak, nggak bagus, bahkan mardud itu kan,” beber pria yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal itu.
Maka dari itu, Nasaruddin Umar menegaskan bahwa pengelolaan dana haji harus tetap berada dalam koridor syariah. Agar jemaah dapat menjalankan ibadah dengan tenang dan sah sesuai ajaran Islam.
Seperti diketahui, MUI pernah mengeluarkan fatwa mengenai uang investasi setoran haji. Menurut MUI, uang tersebut haram digunakan manfaatnya untuk jemaah haji lain.
Peraturan ini tertuang dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa-se Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima’Ulama/VIII/2024 yang membahas pengharaman penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) untuk jemaah lain.
(ameera/arrahmah.id)