ERBIL (Arrahmah.com) – Seorang pemimpin utama milisi pro-Iran menyerukan pemindahan paksa warga sipil di daerah utara Baghdad dan Diyala untuk mencegah dukungan warga terhadap ISIS yang banyak melakukan serang baru-baru ini.
“Situasi keamanan di Tarmiyah dan desa al Mukhaisa, Diyala, tidak akan stabil tanpa memindahkan warga dari Jurf al Sakhar,” kata Abu Ali al Askari dalam sebuah posting di Telegram. Dia adalah seorang pejabat senior dalam milisi Kataib Hezbollah yang didukung Syiah Iran.
Jurf al Sakhar adalah kota yang didominasi muslim di provinsi Babil, Irak tengah. Lebih dari 120.000 penduduknya dievakuasi selama perang melawan ISIS.
Menurut Dewan Gubernur Babil yang sekarang sudah tidak aktif, menyebutkan bahwa daerah itu adalah inkubatornya ISIS. Oleh karenanya, dia melarang warga untuk kembali karena banyak warga muslim yang mendukung ISIS.
Hal ini dia katakan karena ada upaya dari politisi Irak yang ingin mengembalikan 100.000 warga Irak ke Jurf al Sakhar.
“Krisis yang dihadapi ribuan warga Jurf al Sakhar dan beberapa daerah di Salahaddin dan provinsi Diyala harus diselesaikan, karena mereka harus kembali ke daerah mereka,” kata Sekretaris Jenderal Proyek Arab di Irak, Khamis al Khanjar Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, seperti dilansir Rudaw (3/5/2021).
Dalam laporan triwulanan tentang operasi anti-ISIS, Pentagon mengatakan “milisi Syiah menindas populasi muslim lokal” di wilayah tersebut.
“Penindasan milisi Syiah terhadap muslim memicu ketegangan dan membangun kebencian publik. Hal ini berkontribusi dukungan terhadap ISIS lagi,” ungkap laporan Pentagon.
Setidaknya empat anggota pasukan keamanan Irak tewas pada Sabtu dalam ledakan di Tarmiyah, utara Baghdad.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Bentrokan antara pasukan Irak dan ISIS di daerah yang sama pada Februari menewaskan enam tentara Irak.
Diyala juga menyaksikan serangan mematikan oleh ISIS terhadap pasukan Irak. Satu warga sipil dan dua polisi tewas dalam pemboman ganda di provinsi Diyala pada 23 April.
Kepala PMF Fayyadh juga menyalahkan ketidakstabilan di beberapa daerah karena kurangnya koordinasi antara pasukan keamanan Irak dan Kurdi Peshmerga.
“Tidak adanya koordinasi keamanan antara Baghdad dan Erbil telah menciptakan celah keamanan yang memungkinkan sel-sel militan IS beroperasi di beberapa wilayah,” katanya kepada saluran UTV.
Tiga Peshmerga tewas akhir pekan ini dalam serangan militan ISIS di Kirkuk. Setelah serangan itu, presiden federal dan regional menyerukan kerja sama yang lebih besar antara pasukan Irak dan Kurdi untuk memerangi ancaman tersebut. (hanoum/arrahmah.com)