CALIFORNIA (Arrahmah.com) – Krisis ekonomi yang melanda AS akhir-akhir ini tidak hanya telah mengguncangkan sendi-sendi ekonomi negara ini, tapi juga telah menimbulkan krisis kemanusiaan.
Di kota-kota utama di sejumlah negara bagian, seperti California dan San Fransisco, jumlah penduduk miskin yang menjadi tanggungan badan-badan amal semakin meningkat. Bahkan untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, tidak jarang diantara mereka harus bekerja sebagai pemulung sampah.
Di California, yang merupakan kota terkaya di AS, banyak pemuda AS yang memungut barang-barang bekas dari tong sampah, seperti botol bekas minuman, soft drink, plastik-plastik bekas. Barang-barang bekas tersebut kemudian dijual kepada sejumlah perusahaan tertentu untuk didaur ulang.
James, salah seorang pemulung sampah di California, mengatakan, penjualan barang-barang bekas seperti botol-botol minuman yang dikumpulkannya selama sehari, hasilnya cukup lumayan dapat memenuhii kebutuhan makan sehari. Dia juga menuturkan sehari maksimal memperoleh 50 USD. Uang tersebut sudah cukup untuk membeli makanan untuk sehari.
Roy, seorang pemuda berumur 28 thn asal San Fransisco. Dia harus berjalan berjam-jam menelusuri jalan utama kota San Fransisco guna mendapatkan botol-botol bekas dari tempat-tempat pembuangan sampah. ” ini pekerjaan yang berat membutuhkan ketahanan tubuh, karena harus berjalan selama berjam-jam” ungkap Roy. Ini adalah dunia baru bagi saya. Mengumpulkan barang-barang bekas untuk ditukarkan dengan dollar” ungkap Roy seperti dikutip Aljazeera.
Sejumlah tempat penadahan barang-barang bekas di San Fransisco kini telah berubah menjadi tempat favorit bagi para penduduk miskin AS. Fenomena ini telah menjadi problem sosial dan penyakit masyarakat.
Ratusan keluarga di San Fransisco juga harus hidup dari santunan badan-badan amal. Menurut laporan Second Harvast, salah satu badan amal di San Fransisco, jumlah permintaan bantuan meningkat dratis. Mereka tidak hanya dari golongan orang-orang miskin, tapi juga para pegawai yang gajinya tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup. Jumlah permintaan bantuan pangan dari para warga juga meningkat 15 persen. Bahkan, banyak diantara para dermawan yang tadinya menjadi donatur, tapi saat ini justru meminta bantuan dari lembaganya, karena kehilangan pekerjaan dan tidak mampu lagi menghidupi keluarganya. (Hanin Mazaya/alj/SI)