Dua minggu setelah Syaikh Anwar Al-Awlaki dikabarkan syahid dalam serangan pesawat tanpa awak AS di Yaman, media menggembar-gemborkan kabar serupa yang menimpa putranya yang berusia 16 tahun, Abdulrahman Al-Awlaki, bersama dengan sepupunya dan tujuh orang lainnya pada hari Jumat pekan lalu.
Laporan ini dikutip dari pernyataan pemerintah AS yang mengklaim bahwa putra Syaikh Al-Awlaki yang mereka klaim berusia 21 tahun dan seorang anggota Al Qaeda lainnya tewas akibat serangan Amerika Serikat. Tak lama kemudian Washington Post memuat akta kelahiran asli Abdulrahman yang memperlihatkan bahwa ia lahir 16 tahun lalu di Denver.
Merujuk pada laporan Washington Post, salah seorang kolumnis di surat kabar New York Times, Amy Davidson, menulis, “Melihat akta kelahirannya, siapapun akan merasa terheran-heran dengan kualitas pemberitaan pemerintah, atau dengan kata lain klaim mereka.”
Kakek Abdulrahman menuturkan bahwa cucunya hendak pergi makan ersama dengan sepupunya di sebuah warung barbeque saat AS menyerang mereka melalui udara dan mengakhiri riwayat mereka.
Ada dua hal yang bisa disoroti dalam insiden ini:
1. Belum diketahui apakah remaja yang menjadi target AS itu adalah hanya seorang remaja atau memang tokoh yang memang diincar AS untuk diserang di bawah dalih terorisme. Alasannya tidak diketahui karena pemerintah Obama terus menutup-nutupinya. Dalam Washington Post ditulis, “Para pejabat tidak akan mendiskusikan ini lebih lanjut, termasuk mengenai siapa targetnya.” Itulah sebabnya, publik kembali menyaksikan tindakan pemerintah yang penuh dengan konsekuensi, yakni membunuh salah seorang warga negaranya, dalam hal ini seorang remaja. Lebih buruk lagi, pemerintah menolak untuk membicarakan apa yang telah mereka perbuat, apa penyebabnya, dan apa bukti yang menguatkan bahwa korban adalah pihak yang ‘patut’ untuk diserang. Tentunya hal ini benar-benar sulit diterima, bahkan oleh kalangan umum sekalipun, bahwa pemerintah AS bahkan enggan mengakui apa yang telah mereka lakukan, termasuk program pesawat tanpa awak serta keterlibatan mereka dalam aksi militer di Yaman. Hanya saja semua terselubung dalam kerahasiaan total.
Tentu saja, hal yang sama terjadi dengan pembunuhan Syaikh Al-Awlaki sendiri. Executive Branch mengklaim memiliki kewenangan untuk menargetkan warga AS hingga meninggal tanpa proses hukum, tetapi menolak memberikan penjelasan mengenai alasan keputusan untuk membunuh Syaikh Al Awlaki ini. Meskipun pemerintahan Obama berulang kali mengklaim Syaikh Al-Awlaki memiliki “peran operasional” dalam plot terorisme, namun bukti klaim itu mereka simpan rapat-rapat.
Salah seorang pegiat media AS menyatakan, “Pemerintahan Obama melancarkan perang rahasia di Yaman, membunuh warganya sendiri dari udara, dan menolak bertanggung jawab kepada siapa pun mengenai apa yang telah pemerintah lakukan.”
2. Seberapa sering masyarakat dunia berbicara tentang pembunuhan manusia oleh AS. Secara harfiah, pemerintah AS terus-menerus membunuh orang-orang di beberapa negara di seluruh dunia. Presiden AS tegas mengklaim bahwa ia memiliki kekuatan untuk menargetkan siapa pun yang dia inginkan, di mana saja di dunia ini, termasuk warga sendiri. Ia melakukannya dengan kerahasiaan total. Lagi, lagi, dan lagi, AS terus memberangus kehidupan masyarakat melalui puluhan bom dari udara, dengan penembakan di pos pemeriksaan, dengan serangan malam.
Dunia sudah muak dengan dalih omong kosong AS, “kami sedang perang” dan “perang melawan terorisme” yang berujung pada kekerasan negara yang tidak berujung dan tidak tertandingi. Beberapa waktu lalu, pengamat Yaman, Johnsen Gregory, menulis tentang pembunuhan Awlaki: “Banyak orang Yaman dapat memahami (sebagian tidak setuju) AS membunuh ayahnya, namun sangat jarang yang bisa memahami mengapa AS membunuh sang anak.” (althaf/arrahmah.com)