HOMS (Arrahmah.com) – Seorang direktur bantuan Program Pangan Dunia di Suriah pada Rabu (12/2/2014) menyatakan bahwa kondisi keputusasaan warga sipil di Homs yang diblokade pasukan rezim Nushairiyah merupakan sesuatu yang tidak pernah dia lihat sebelumnya di sepanjang karirnya, lansir CNN.
“Benar-benar tidak ada orang yang bisa [mendapat] makan sendiri, memberi makan anak-anak mereka, memberi makan keluarga mereka, dengan apa pun kecuali gulma, rumput yang dapat mereka petik di sisi tepi jalan, dan sedikit [makanan] yang mereka bisa tambahkan dengan susah payah dari apa yang telah mereka simpan dari waktu ke waktu,” kata Matthew Hollingworth, direktur Suriah untuk Program Pangan Dunia, melalui sambungan telepon dari Homs.
“Mereka tinggal di terowongan-terowongan, mereka tinggal di ruang bawah tanah bangunan apartemen yang hancur, ruang bawah tanah pusat perbelanjaan.”
“Mereka hampir tidak, dan mereka telah hampir tidak, ada,” katanya.
“Saya belum pernah melihat tingkat kekurangan yang seperti ini.”
Gencatan senjata merupakan momen yang langka, dan sangat rapuh, untuk memberikan bantuan kepada warga sipil di kota Suriah yang dilanda perang, Homs.
Ada kabar pada Selasa (11/2) yang menyebutkan bahwa bantuan dunia telah dihentikan, namun Hollingworth mengatakan bahwa itu hanya dihentikan sementara sehingga pekerja bantuan bisa berkumpul kembali dan merencanakan untuk hari berikutnya.
“Sejauh ini kami telah berhasil menyalurkan cukup makanan dan bantuan medis ke [kota] tua Homs untuk sekitar 1.500 orang selama satu bulan,” katanya. “Kami akan kembali besok.”
Banyak warga sipil yang ingin menyelamatkan diri dari Homs, salah satu kota yang paling merasakan penderitaan dalam perang Suriah.
“Tidak ada yang menjalankan kehidupan dengan normal saat ini,” katanya.
Dia dan timnya menghabiskan delapan jam di pusat Homs, kota tua, dan dia mengatakan bahwa “tidak ada satu gedung pun yang tersisa di kota tua Homs yang bengunannya belum terkena dampak.”
Sejumlah warga sipil, yang telah bertahan selama hampir tiga tahun meletusnya perang, menolak untuk pergi, katanya.
“Ada orang-orang yang begitu [merasa] terikat dengan rumah-rumah leluhur mereka, dengan apa yang mereka miliki di dalamnya, mereka hanya tidak ingin pergi [meninggalkannya]. Dan mereka sangat membutuhkan bantuan kita.”
Ada sejumlah kecemasan yang dirasakan warga sipil di sana, bahwa bila banyak keluarga, wanita, dan anak-anak yang melarikan diri dari kota itu, maka rezim diktator Assad akan merasa seperti memiliki kebebasan yang lebih besar untuk membom apa yang tersisa di Homs dengan impunitas.
“Sayangnya, saya pun merasa tak ada jaminan mengenai hal itu,” kata Holingworth. (banan/arrahmah.com)