(Arrahmah.com) – Mengutip dokumentasi Yousef Bin Tashfin dalam membongkar kronologis berdirinya khilafah Al-Baghdadi secara detil dan personil, berikut ulasan lanjutan yang dipublikasikan pada Wikialbaghdady sejak tahun 2012 hingga kini. Semoga Allah menjadikan risalah ini sebagai petunjuk yang meneguhkan jiwa kita di jalan Allah subhanahu wata’ala.
***
Di balik gencarnya propaganda ISIS yang direncanakan Al-Qahtani, terdapat beragam intrik yang patut kita cermati. Apakah pasca kegagalannya dalam melancarkan misi penyelamatan citra ISIS dia memiliki rencana lain? Siapa pemimpin tim media yang dia percayai? Siapa pemimpin agama lain yang akan dijebaknya? Apa nama asli dari Al-Baghdadi, pemimpin ISIS? Apakah pekerjaan Al-Baghdadi? Apakah ia seorang dokter bergelar doktor? Apakah nama keluarganya benar ?! Apakah sang Quraysh [betul-betul keturunan dari Nabi; dan karena itu layak untuk menjadi khalifah]?! Berikut jawaban kepenasaran Anda.
Secuil tentang Al-Baghdadi
Nama kecilnya adalah Ibrahim Awwad Ibrahim dan ia juga dikenal sebagai Abu Awad. Sedangkan nama panggilannya adalah Abu Bakar. Baghdadi sendiri bukanlah nama asli keluarganya, itu direka atas domisilinya selama ini. Dia pertama kali tinggal di Al-Samarra tapi kemudian pindah ke Fallujah untuk bekerja sebagai imam Masjid Diyala. Dia tidak memiliki gelar Ph.D sebagaimana yang diklaim ISIS selama ini. Dia juga tidak memiliki rekam jejak berprofesi sebagai dokter di mana pun. Namun, pernyataan profesi terakhirnya belum 100% dikonfirmasi sampai sekarang.
Al-Qahtani banting setir, kian melabrak norma agama
Al-Qahtani memiliki rencana lain untuk menyelamatkan wajah ISIS di dunia maya. Dia berpikir untuk membanting setir guna mengalahkan pihak lawan Al-Baghdadi dengan cara apapun.
Dengan demikian, Al-Qahtani membentuk kelompok rahasia untuk misi ini. Hal itu dikarenakan meningkatnya jumlah penentang Al-Baghdadi secara signifikan di berbagai kalangan.
Pada misi kali ini, dia merintis dua tim lagi. Tim pertama terdiri atas dua orang kepercayaannya, yakni Hamoud Al-Matiri dan Aliwi Al-Shamri. Keduanya dipilih berdasarkan pengetahuan mereka tentang internet yang mereka kuasai. Sebelumnya mereka sempat dipenjara karena mendukung Al-Baghdadi.
Mereka diberitahu bahwa mereka harus beroperasi dengan nama palsu dan mencari bukti tentang ulama mana saja yang mendukung Al-Baghdadi. Selain itu, mereka juga diberitahu bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukan “counter-oppinion” yakni dengan cara menanggapi siapa pun yang mengatakan sesuatu yang negatif tentang ISIS dan harus bersedia terus menerus aktif online selama 24 jam sehari.
Tim lain memiliki anggota yang tak kalah penting, yakni Abdallah Al-Faiz, dengan akun Twitter @a_alfaiz. Akun pribadi tersebut dioperasikannya sendiri. Dia juga bertanggung jawab untuk mengoperasikan akun kloningan lain pada saat yang bersamaan.
Tim kedua ini dioperasikan dengan misi menanggapi individu dan pihak lawan dengan ayat-ayat dari Al-Qur’an atau mengklaim bahwa lawan mereka bekerjasama dengan pemerintah. Titik utama di sini adalah untuk merusak reputasi pihak lawan dengan cara apapun, bahkan jika menggunakan Quran ayat dengan penafsiran yang tidak sesuai sekalipun.
Selain Al-Faiz, sebenarnya, Al-Qahtani juga meminta Al-Sebaii dari Arab Saudi (@ntfooosh) untuk menggunakan akunnya untuk menyerang siapa pun yang menentang Al-Baghdadi. Dia dipilih karena dia memiliki sejumlah besar follower aktif dan responsif. Namun, Al-Sebaii akhirnya menolak meneruskan misi tersebut, sebab ayahnya tidak setuju.
Untuk mengganti posisi Al-Sebaii, Al-Qahtani mendekati Abu Al-Walid (@AbuAlwalidMhajr), sayangnya dia juga tidak diberi ijin oleh ayahnya. Kali ini, demi meyakinkan Al-Walid, Al-Qahtani bahkan mencoba meyakinkan keduanya dengan mengatakan kepadanya bahwa agama memperbolehkan seorang anak untuk tidak mematuhi ayahnya untuk mendukung “calon khalifah Al-Baghdadi”. Al-hasil, bujukan itu juga tidak mempan, dia ditolak mentah-mentah oleh Al-Walid, meski poisisi ayahnya menjadi terancam.
Penolakan kedua orang potensial ini, ternyata memberi dampak signifikan pada loyalitas para anak buah Haji Bakar dan Al-Qahtani. Mereka berdua tidak dapat “diisolasi” dari menyebarkan keburukan di balik peluncuran misi perang maya itu, hingga mengakibatkan “riak” di dalam tubuh ISI(S), dan anggotanya yang berasal dari Irak pun bercerai-berai.
Selama masa rekrutmen tim cyber yang kontroversial itu, tampak jelas bahwa terdapat empat syeikh penentang utama Al-Baghdadi, yang memiliki pengaruh besar terhadap ummat. Mereka adalah Abdel Aziz Tarifi, Sulieman Al-Elwan, Youusef El-Maghrabi, dan Amr Hadoushi. Keberadaan mereka dirasakan Al-Baghdadi akan mengancam keberadan khilafah kelak. Maka ISIS mengadakan pertemuan khusus dan mengumumkan bahwa mereka wajib menyingkirkan empat syeikh itu dengan cara apapun, termasuk dengan merusak reputasi mereka sehancur-hancurnya.
Lantas, apa yang Al-Baghdadi lakukan setelah perpecahan mulai terjadi di Irak? Apa Haji Bakar mengatakan bahwa kegagalan Al-Qahtani telah mencoreng kredibilitasnya? Apa langkah-langkah yang Haji Bakar ambil untuk mencegah perpecahan? Apakah dia benar-benar mengambil paksa paspor anggota tertentu asal Irak supaya tidak berpaling kembali?
“Riak” di tubuh ISI(S)
Disini nampak jelas bahwa ISIS menghadapi banyak masalah, dimana para prajuritnya sendiri mulai berbicara dan mengakibatkan perpecahan. Itu menggarisbawahi bahwa rencana Al-Qahtani telah gagal dan tidak berfungsi lagi.
Selama masa “panas” itu, Haji Bakar memutuskan untuk memata-matai Al-Shishani. Dia memerintahkan Abu Al-Walid Al-Muhajir (@AbuAlwalidMhajr) untuk melakukannya di bawah ancaman. Dengan demikian, Al-Walid terpaksa menurut [untuk menyelamatkan ayahnya].
Dalam misi terpaksanya yang terakhir ini, Al-Walid berpura-pura ingin berkonsultasi agama secara pribadi kepada Al-Shishani. Dia menanyakan apa yang harus dilakukan dalam meanggapi isu perpecahan di tubuh ISIS itu. Setelah beberapa percakapan, Al Shishani menjadi nyaman dan memberitahu Al Muhajir bahwa ia serius mempertimbangkan untuk meninggalkan ISIS.
Setelah mengetahui itu, Al-Walid melaporkannya kepada Haji Bakar dan Al-Baghdadi. Mereka lalu mengadakan pertemuan, dimana Al-Shisani “disidang” Al-Qahtani dan Haji Bakar karena kedapatan hendak membelot dari ISIS. Mereka berdua berteriak padanya dan mengatakan kepadanya, “ada perpecahan serius terjadi [di ISIS] dan Anda malah tidur!” Maka Al-Qahtani menelepon beberapa orang yang dekat Al Shishani untuk membujuk dan meyakinkannya untuk tinggal.
Namun, Al-Walid menghubungi mereka beberapa hari kemudian dan mengatakan kepada mereka bahwa Al-Shishani tidak dapat diyakinkan teman-teman dekatnya dan kemungkinan kuat ia akan segera pergi. Hal ini membuat mereka semakin marah dan Al-Qahtani mengatakan bahwa ia akan melakukan apa yang dia lakukan terhadap Al-Jawlani kepada Al-Shisani. Dia mengancam akan memenjarakan Al-Shisani dan ISIS tidak akan menghormati siapa pun yang tidak mau bekerja sama untuk menjaga kelangsungan hidup ISIS.
Sebelum ancamannya terealisasi, Al-Qahtani mengutus seorang agen Saudi lain, yakni Abo Ali Al-Najdi (@aboalialsultanto) untuk menjumpai Al-Shisani. Dia menginformasikan kepada Al-Shishani bahwa ia akan dibunuh jika ia meninggalkan ISIS.
Mendengar hal tersebut, Al Shishani menjadi benar-benar khawatir akan keselamatan iman ikhwahnya jika ia tiada. Sehingga, ia sempat menginformasikan kepada semua orang di sekitarnya bahwa ia tidak berencana untuk meninggalkan dan Haji Bakar memerintahkan dia untuk merilis pernyataan resmi untuk mengatakan begitu.
Alhamdulillah, hal tersebut Allah cegah untuk terjadi. Meski, awalnya Al-Shishani sangat ragu-ragu, namun akhirnya ia berbulat tekad dengan keputusan pengunduran dirinya dari ISIS. Tapi kali ini ia melancarkan “misi penyelamatan barisannya”, dengan cara memboyong 800 pejuang lainnya pergi meninggalkan ISIS. Sungguh sebuah taktik “mutasi” yang sangat cerdas dari seorang pemimpin barisan demi menjaga kelurusan aqidah anggotanya. Maasyaa Allah.
Ketika Haji Bakar melihat begitu banyaknya jumlah penarikan barisan Al-Shisani, dia tahu bahwa tidak mungkin dirinya mengeksekusi semua orang itu. Saat itulah, masa yang dianggap sebagai bencana terburuk yang pernah menimpa ISIS, hingga mereka berupaya sekuat tenaga agar “kebangkrutannya” tidak tercium oleh media.
Al-Baghdadi semakin takut dan mereka berdua sepakat bahwa mereka harus mempekerjakan mata-mata asal Irak di Suriah dan di Irak untuk mengamati gerak-gerik semua orang yang berencana meninggalkan ISIS. Mereka juga sepakat akan mengancam tentara yang hendak membelot dan akan mengambil semua alat komunikasi dari mereka agar berita ini tidak menyebar luas, atau diketahui media. Inilah strategi Al-Baghadadi untuk “mengisolasi” anggotanya yang dianggap “terkontaminasi” agar tidak menularkan semangat berpikir kritis dalam menyelamatkan aqidah selama berjuang melawan kaum kuffar.
Apakah ada mata-mata di dalam kelompok-kelompok yang menentang di tubuh ISIS, dan siapakah mereka? Apa yang Al-Baghdadi dan Haji Bakar lakukan ketika mereka tahu tentang kemungkinan untuk menciptakan Daulah Islam? Apa rencana para anggota yang kritis untuk menghancurkan proyek khilafah Islam? Siapa yang membunuh Abd El-Kader Salah dan apa yang harus dilakukan dengan Abu Al-Atsir? Semua pertanyaan ini semoga dapat menguntai benang merah konspirasi di balik “calon khalifah” Al-Baghdadi.
Spionase di “barisan sakit hati”
Haji Bakar mulai melakukan spionase terhadap kelompok kritis yang ia anggap sebagai “barisan sakit hati” (baca: pendengki calon khilafah). Dia menempatkan mata-mata di kelompok-kelompok yang paling berpotensi untuk “menyadarkan” prajurit lain yang masih bekerja untuk mereka.
Mereka dilabeli “pendengki” karena dianggap lebih peduli dengan faksi jihad pro “pembebasan Suriah” (Ahrar Syam, Liwa At-Tauhid, dan lain-lain), karena mereka adalah kelompok perlawanan terkuat.
Namun demikian, upaya mereka menempatkan sejumlah mata-mata itu tidak mampu menembus lingkaran pemimpin perlawanan. Sehingga, berita terkait gerakan perlawanan diterima mereka dengan sangat terlambat. Padahal, Haji Bakar berharap untuk mendapatkan berita dengan cepat sehingga ia dapat membuat “kabar burung” yang dapat disebarkan balik, guna membingungkan kelompok perlawanan dan merusak reputasi mereka dengan cepat.
Untuk menangani masalah tersebut, Haji Bakar terus mencoba untuk mendapatkan mata-mata dari dalam. Tak lama kemudia, dia akhirnya berhasil mempekerjakan seorang brigadir yang bekerja untuk mereka sebagai kaki tangannya.
Dia menyediakan mereka informasi tentang kekuatan kelompok perlawanan dan kelemahannya. Informasi yang paling dianggap berbahaya oleh Haji Bakar adalah kemungkinan gerakan ”pembebasan Suriah” (FSA) akan bergabung dengan kelompok-kelompok lain seperti Liwa Al Tauhid dan Ahrar Syam.
Anehnya, mereka memutuskan untuk mengambil pendekatan media yang lagi dan merusak reputasi dari beberapa kelompok ini, agar mereka tidak mempertimbangkan untuk bergabung bersama-sama. Tak heran kita dapat menyaksikan bagaimana “barat bertepuk tangan” melihat sesama Mujahid beradu mulut di media sosial seolah sedang memerangi saudaranya sendiri. Itulah bukti keberhasilan politik “devide et empera” (adu domba) yang dilancarkan Haji Bakar sebagai kaki tangan kaum kuffar di kubu Mujahidin Suriah.
Dampak upaya pendirian “khilafah-ISIS”
Al-Firas Al-Absi adalah diantara kelompok perjuangan Suriah yang pertama kali mengumumkan bai’atnya kepada “khilafah-ISIS”, dan mengklaim kelompoknya sebagai Dewan Syura Khilafah. Jumlah anggota di dalamnya adalah 180 orang. Namun, ia kemudian dibunuh di perbatasan Turki dan Al-Qaeda menandainya dengan penutupan perbatasan.
Pada waktu itu, Al-Elwan menolak untuk mendukung siapa pun sampai ia bertemu dengan pemimpin senior salah satu kelompok. Ini adalah ketika saudara Al-Atsir bertemu dengan dia dan dia mengatakan kepadanya bahwa ia menolak menyebutnya khilafah dan bahwa itu harus disebut kelompok sebagai gantinya. Namun, pertarungan besar terjadi antara mereka ketika dia menolak dan ini menyebabkan Al-Atsir menyebutnya pengkhianat.
Pada saat yang sama, sebuah pengumuman dibuat tentang pembentukan sebuah kelompok yang disebut ”Jabhah Islamiyah”. Kemudian, diketahui pula terdapat kelompok jihad lain seperti FSA, Jaisy Al-Islam, Ahrar Syam, dan At-Tauhid.
ISIS merasa seperti mereka berada dalam bahaya serius dan memutuskan untuk meningkatkan dominasi mereka di Irak dan Suriah. Karena itu, Amro Al-Absi merekomendasikan Al-Baghdadi agar meminta dukungan dari Afghanistan, Chechnya, Yaman, Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Mesir.
Namun, sebagian besar anggota kelompok jihad global menolak mereka dan semua orang ISIS merasa frustasi. Al-Atsir juga khawatir tentang apa yang terjadi khususnya kelompok besar di Aleppo (Liwa At-Tawhid) yang memiliki kontrol penuh atas lebih dari 20.000 pejuang. Kekuatan mereka lima kali lebih banyak dari yang ISIS punyai.
Siapa Abu Ayman, apakah dia anggota ISIS? Apa tanggung jawab Othman (Al-Rayes) dari Arab Saudi? Apakah Al-Baghdadi mempertimbangkan akan kembali ke Irak dan mengapa? Semuanya merupakan tanda tanya besar yang dapat memungkaskan terbongkarnya konspirasi di balik berdirinya “Khilafah Al-Baghdadi” pada ulasan berikutnya. Semoga Allah memberi kita usia untuk beroleh hikmah dari apa yang direkam waktu atas seizin Allah. Wallohu’alam bishowab. (adibahasan/arrahmah.com)