(Arrahmah.com) – Mengutip dokumentasi Yousef Bin Tashfin dalam membongkar kronologis berdirinya khilafah Al-Baghdadi secara detil dan personil, berikut kelanjutan ulasan yang dipublikasikan pada Wikialbaghdady sejak tahun 2012 hingga kini. Bismillah, mari berlepas diri dari kedustaan, hingga tak satupun ulasan ini yang menuntut kita dari membela kaum yang tidak haq di mata Allah di akhirat kelak. Allahu Musta’an.
***
Setelah Al-Baghdadi gagal memberangus Jabhah Nusrah (JN), posisi JN malah semakin kuat. Sang “calon khalifah” dan semua orang di sekitarnya menjadi frustrasi dan merasa seolah mereka harus kembali ke Irak. Namun, seperti halnya Syaikh Aiman Al-Zawahiri (amir Al-Qaeda yang memerintahkan JN beroperasi di Suriah), Al-Qahtani juga menyuruhnya untuk tinggal bersama Haji Bakar dan menunggu di Suriah.
Al-Qahtani juga memberitahukan bahwa tidak mungkin dirinya kembali ke Jabhah Nusrah, terutama karena dia tidak ingin berada disana lagi. Terlebih dialah yang bertanggung jawab atas perantaraannya -menghubungkan para pemimpin agama dari Arab Saudi, terutama orang-orang yang benar-benar peduli untuk membantu Suriah- dan menentang Al-Zawahiri.
Hasutan-hasutan pembisik -Al-Qahtani- akhirnya berhasil membuat Al-Baghdadi untuk bersabar di Suriah. Logikanya diarahkan untuk memanfaatkan situasi, dimana dia akan lebih bebas untuk merekrut pengikut lebih banyak di tengah kondisi perang yang tengah berkecamuk. Dalam hal ini, Al-Qahtani mengarahkan Al-Baghdadi untuk berfokus pada dua pendekatan utama yaitu:
-
Menemukan pejuang yang memiliki hubungan atau yang pernah bekerja dengan Teluk sebelumnya. Ikatan emosional mereka, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik perekrutan, lewat jalan pengumpulan simpati sesama orang semenanjung Arab.
-
Menciptakan tim yang bertanggung jawab untuk propaganda melalui internet dan media. Jalan ini adalah cara terefektif untuk membangun opini publik. Metode ini terbukti menghantarkan ISIS sebagai “jenius media” yang bisa mengguncang dunia maya secara meluas hingga ke ruang privasi semua pengguna media sosial yang dapat diakses dengan mudah lewat telepon genggam sekalipun, sebagaimana dilansir Reuters dalam video dokumenternya pada 30 Juli 2014.
Al-Qahtani mengaku bahwa dirinya telah berhasil melobbi ulama Saudi dan para pejuang untuk berba’iat kepada Abu Bakar Al-Baghdadi dalam masa transisi “pra-khilafah” tersebut. Dia memastikan tidak satupun dari mereka harus bertanggung jawab kepada “calon khalifah” pada masa peralihan itu, sebab proses transisi baru perubahan dari ISI menjadi ISIS.
Selain itu, Al-Qahtani menghubungi Al-Shalaan dan merancang siasat agar Al-Sahlaan dapat menjadi pemimpin kelompok di Arab Saudi yang ditugasi meyakinkan ulama lainnya untuk mendukung Al-Baghdadi. Sayangnya, meskipun dia mampu merujuk beberapa ulama, ia tidak bisa menunjuk sebanyak yang ISIS diharapkan.
Sekalipun demikian, Al-Baghdadi tetap menjaga loyalitas Al-Qahtani dan koleganya karena mereka “berasal” dari Arab Saudi, meskipun dia tidak percaya sepenuhnya. Mengapa? Sebab dia menganggapnya sebagai keuntungan dalam menarik pendukung dari kawasan Teluk.
Sementara itu, tim yang bertanggung jawab untuk media dan internet mempromosikan ISIS secara online dan mencoba untuk menyebarkan cahaya positif kepada para pengguna media sosial dan portal-portal maya sebanyak mungkin.
Bagaimana tim media dan internet terorganisir dan siapa pemimpin mereka? Bagaimana mereka mengeksekusi rencana mereka? Siapa pemimpin agama yang berbohong untuk mendapatkan perhatian dunia dan menarik pengikut? Itulah pertanyaan-pertanyaan melecut yang harus kita jawab demi meluruskan sejarah.
Strategi “promo-paksa” ISIS di media sosial Twitter, senjata makan tuan
Al-Baghdadi dan Haji Bakar tahu betul bahwa kata adalah pedang yang bisa melumpuhkan kerasnya hati siapa saja. Maka mereka benar-benar yakin tentang perlunya pembentukan tim media dengan tanggung jawab mempromosikan ISIS “gonna be” kepada khalayak ramai tanpa batas ruang dan waktu, sekaligus membela ISIS sebelum tercium kebusukannya.
Tak tanggung-tanggung, tim media itu dibebani jam kerja 24/7 atau sehari semalam non-stop, silih berganti. Ini merupakan upaya penjagaan reputasi mereka yang dapat hancur sebelum melebarkan sayap di Suriah. Ini pula senjata efektif yang digunakan mereka untuk mengancam Arab Saudi untuk dihancurkan reputasinya, jika tidak mau menjadi pelopor dalam mempromosikan ISIS. Untuk mendukung strategi “promo-paksa” tersebut, Al-Qahtani merekomendasikan penciptaan 2 tim media, yaitu:
-
Yang pertama terdiri atas anggota Saudi yang berada di dalam Suriah.
-
Yang kedua terdiri atas orang Saudi yang berda di dalam Arab Saudi. Kedua tim tersebut dikenal sebagai Anshar Al-Mujahidin (cabang media ISIS “gonna be”).
Setiap tim mengangkat pemimpin masing-masing, guna mengawasi kinerja mereka setiap hari dan mereka memiliki akun Twitter pada setiap platform. Beberapa akun utamanya adalah @almohajer8225, @a_alfaiz, @ bmr8000, @ K_L7, @ abo_aleeth, dan @ a_s_m2010.
Kedua tim erat bekerja sama sepanjang waktu dan terus-menerus memposting berita kinerja bakal daulah ISIS di lapangan jihad. Al-Qahtani kemudian memberitahu mereka bahwa agama sangat meridhoi tindakan propaganda tim, sekalipun harus berbohong, jika itu dapat membantu tegaknya daulah ISIS. Dia berdalih, bahwa sangatlah diperbolehkan untuk mengelabui musuh dalam waktu perang, termasuk dalam medan “cyber war“.
Namun, dalam makar pun selalu ada tantangan. Haji Bakar terkena stres berat saat mengetahui bahwa ada friksi diantara tim media. Satu kelompok menentang kelompok lainnya, dan itu merusak reputasi mereka sendiri. Seperti yang kita lihat, akun-akun tersebut kerap menggencarkan “twitt war” dengan sesama promotor bakal daulah ISIS. Disinyalir hal ini terjadi akibat tidak diterapkannya kebijakan “informasi satu pintu”, sehingga kabar yang dilemparkan ke publik bertolak belakang antara yang dipahami satu akun dengan akun lainnya. Disanalah saat ketika tim saling menyanggah dan termakan perkataanya sendiri. Sungguh senjata makan tuan.
Bumerang itu terjadi saat berita Mohammed Faris [seorang komandan dengan Ahrar Syam] telah [keliru] dibunuh oleh pasukan bakal daulah ISIS tersiar di Twitter lewat akun underbow Al-Qahtani. Ini dianggap bencana besar oleh Haji Bakar, sehingga dia sangat marah dan memerintahkan tim assassin untuk merilis video yang menyangkal keterlibatan mereka.
Celakanya, tim assassin menolak perintah mereka dan mengatakan kepadanya bahwa mereka diperintahkan oleh para pemimpin senior di ISIS. Dengan demikian, itu bukan kesalahan mereka karena mereka hanya bekerja mengikuti perintah. Kontan, Haji Bakar dan Al-Baghdadi berang dan memutuskan untuk bertemu dengan Al-Qahtani lagi dan mengatakan kepadanya bahwa dia perlu melakukan apa saja untuk menghentikan serangan cyber terhadap mereka, sekaligus untuk membungkam kampanye anti-ISIS oleh para Ulama Rabbani yang menasehati mereka.
Karena kecewa dengan kinerja Al-Qahtani, Haji Bakar mempertimbangkan penangkapan Al-Qahtani. Dia dianggap menggagalkan misi pertama dan utama dalam meningkatkan reputasi mereka di media. Untuk mengelak, Al-Qahtani memberitahu mereka bahwa itu adalah kesalahan teknis, dimana ia tidak memperhitungkan efektivitas tim ciptaannya untuk menggencarkan couter attack terhadapap serangan para ulama Rabbani yang tidak mendukung dia. Maka, Al-Qahtani mulai memikirkan alternatif lain.
Bagaimana Al-Qahtani memulai proyek untuk melindungi ISIS? Bagaimana dia merealisasikan proyek rumor dan fitnah? Bagaimana dia membuat tim pendokumentasi segala tingkah pribadi para ulama, kemudian menggunakannya untuk memeras mereka? Siapa yang dia sewa untuk proses memata-matai, merekam dan apa yang dia lakukan dengan rekaman itu? Apa Al-Baghdadi memikirkan langkah selanjutnya? Kalimat-kalimat tanya inilah yang mengurai benang kusut fitnah di dalam tubuh bakal daulah ISIS dan semoga menjadi pencerah kita yang mencari kebenaran yang terjadi di dalamnya.
Misi penyelamatan atas pencitraan ISIS yang gagal di media sosial
Haji Bakar memberitahu Al-Baghdadi bahwa dirinya merencanakan dua proyek baru yang akan diluncurkan sebagai misi penyelamatan atas kegagalan pencitraan di media sosial pada waktu lalu, yakni:
-
Proyek-proyek rekaman “video candid” siapa pun yang menentang mereka, terutama dari kelompok lain. Lalu, itu akan digunakan untuk memeras mereka di kemudian hari. Sehingga sering kita lihat pada hari, bahwa pihak pro-ISIS senantiasa mengatakan, “apakah ulama-ulama Rabbani itu dimakhsum, sehingga didengarkan perkataanya?” Itulah hasil misi perekaman “video kesalahan ulama” yang digunakan tim media bakal daulah ISIS untuk membantah nsihat Ulama Rabbani dengan fitnahnya.
-
Proyek memata-matai pemimpin senior dan beberapa anggota ISIS yang dicurigai mulai kritis. Seperti pada strategi sebelumnya, orang yang kritis adalah “musuh dalam selimut” yang sangat menghantui Haji Bakar dan Al-Baghdadi. Mengapa? Karena kedua proyek ini sangat penting dan sensitif. Dibutuhkan orang yang tepat dan loyal, serta total dalam menjaga kerahasiaan untuk menjalankannya.
Al-Qahtani bahkan merancang skenario video candid rekayasa yang merekam salah satu adegan Al-Baghdadi seolah disetujui ulama Rabbani dilakukan melalui proses yang sangat sulit. Disini, pertama-tama, Al-Qahtani memberitahu Al-Baghdadi bahwa ia berencana berpura-pura menjadi Al-Baghdadi untuk menelepon ulama asal Saudi, Sheikh Sulemain Al-Elwan, sehingga ia bisa mendapatkan adegan dimana dia berbicara tentang dukungannya terhadap Al-Baghdadi.
Diupayakan harus ada adegan yang bersifat mendukung daulah ISIS, bahkan jika itu hanya sekadar pujian. Al-hasil, panggilan telepon itu benar-benar terjadi dan berlangsung selama enam belas menit. Mengapa sesingkat itu? Karena itulah waktu bicara yang bisa digratiskan provider telekomunikasi di Suriah. Subhanallah, terbukti bahwa Al-Qahtani sangat menerapkan prinsip ekonomi kaum kuffar, yakni dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya, dia berharap mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Namun, untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dan menjadikannya sebagai bukti penting bahwa daulah ISIS mendapatkan dukungan, maka mereka menggantikan suara Al-Qahtani dengan suara Al-Baghdadi dengan sangat mudah.
Video itu akhirnya diikuti hasil rekaman para mata-mata lainnya. Mereka behasil megabadikan rekaman suara empat ulama Saudi selama melakukan percakapan dengan “Al-Baghdadi palsu”. Ini terjadi saat Ikhwanul Muslimin mengambil kendali di Mesir dan Al-Baghdadi memberitahu semua orang bahwa mereka harus mulai tenang dan tidak mengomentari situasi sama sekali.
Untuk menguatkan pernyataan dukungan Al-Baghdadi terhadap rakyat Mesir, Haji Bakar menganjurkan dirilisnya rekaman Al-Elwan sehingga mereka dapat memperkuat posisi mereka atau untuk mencapai kesepakatan dengan Al-Elwan sehingga ia dapat mendukung mereka atau diam. Al-Baghdadi juga berharap untuk mendapatkan rekaman pada pemimpin kelompok senior di Irak, Yaman, dan Daulah-Daulah lain. Namun, ini cukup sulit untuk dilakukan karena mereka tidak memiliki dukungan dari Qiyadah mereka sendiri .
Al-Qahtani sebetulnya sekarang merasa putus asa, bahwa setelah rilis pertamanya, masyarakat yang kritis akan lebih mudah untuk melacak alat komunikasi mereka.
Lantas, apakah Al-Qahtani datang dengan rencana lain? Siapa pemimpin tim media yang dia dipercayai? Siapa pemimpin agama lain yang akan dijebaknya? Apa nama asli dari Al-Baghdadi, pemimpin ISIS? Apakah pekerjaan Al-Baghdadi? Apakah ia dokter? Apakah nama keluarganya benar ?! Apakah sang Quraysh [betul-betul keturunan dari Nabi; dan karena itu layak untuk menjadi khalifah]?! Pertanyaan ini akan terus berulang dan membuat kita penasaran. Untuk ulasan lengkapnya, maka akan disambung pada pembahasan berikutnya. Insyaa Allah.
(adibahasan/wikialbaghdadi/arrahmah.com)