JAKARTA (Arrahmah.com) – Makam Ustadz Jeffry Al Buchori atau yang akrab disapa Uje di TPU Karet Tengsin, Jakarta Pusat sedang dalam proses pemugaran. Makam Uje sudah dilapisi marmer hitam setinggi pingga orang dewasa, namun masih belum ada nisan yang terpasang.
Beredar kabar jika nisan atau papan nama di makam Uje akan dihiasi kaligrafi bertinta emas. Istri Uje, Pipik Dian Irawati yang mendengar kabar ini hanya bisa menerima dengan pasrah. Pipik mengaku tidak suka jika pemugaran makam suaminya berlebahan.
Sayangnya, pemugaran makam Uje ini tidak melibatkan Pipik dan menjadi tangungjawab ibunda Uje, Umi Tatu.
“Saya hanya ingin menyampaikan amanah almarhum (makam rata dengan tanah dan rumput). Kan kalau dipandang juga tidak enak dengan makam di sekitarnya. Jujur saya tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan, Allah juga tidak suka sesuatu yang berlebihan, rasul juga tidak suka. Saya tidak pernah melarang, terserah mereka,” jelas Pipik.
Bukan hanya Pipik, anak-anak almarhum juga merasa kecewa. Pasalnya, makam nan megah itu dirasa bertolak belakang dengan kepribadian sederhana yang selalu diajarkan Uje semasa hidup.
Pipik ingat betul, almarhun pernah mengungkapkan pada anak-anak bahwa dirinya sengat senang melihat makam dengan hanya tanah yang dikelilingi rumput saja, karena lebih terlihat segar dan sejuk.
“Mereka (anak-anak) pertama melihat (makam almarhum) itu nagis. Mereka sedih dengan keadaan ini, mungkin mereka masih ingat kata-kata abinya. Kok diginiin, anak-anak enggak suka,” tutur Pipik, saat ditemui di Studio Trans TV, Jakarta Selatan, Selasa (17/9).
Pipik pun berusaha untuk menenangkan buah hatinya. “Saya bilang, cukup kita doain Abi. Doa dari kalian dan umi untuk Abi itu yang penting,” ucapnya.
Tidak Sesuai Sunnah Islam
Dikutip dari buku Ahkamul Fuqaha, terbitan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, tahun 2010, disebutkan:
Syamsudin Ar Ramli dalam Nihayatul Muhtaj dan juga Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam Fathul Wahab menerangkan bahwa, segala upaya yang dianggap menghalangi pemanfaatan fasilitas umum di larang oleh agama. Dalam hal ini, haram hukumnya memperbarui ataupun membuat perangkat kuburan yang permanen, karena dapat menghalangi orang lain mengkuburkan jenazah. Dengan catatan mayat yang ada dalam kubur itu telah rusak. Para ahli berpendapat bahwa sebuah mayat dapat bertahan hingga 15 tahun hingga 25 tahun. Ada pula yang bertahan hingga 70 tahun, perbedaan ini berdasarkan pada perbedaan iklim suatu daerah tertentu.
Adapun keterangan dalam kitab Nihyatul Muhtaj adalah sebagai beikut:
أَمَّا بَعْدَ الْبَلاَءِ عِنْدَ مَنْ مَرَّأَي مِنْ أَهْلِ الْخِبْرَةِ فَلاَ يَحْرُمُ النَّبْشُ بَلْ تَحْرُمُ أَمَارَتُهُ وَ تَسْوِيَةُ تُرَابٍ عَلَيْهِ إِذَا كَانَ فِي مَقْبَرَةٍ مُسَبَّلَةٍ لإِمْتِنَاعِ النَّاسِ مِنَ الدَّفْنِ فِيْهِ لِظَنِّهِم بِهِ عَدَمَ الْبَلِى.
“Adapun jenazah yang sudah hancur sesuai dengan perkiraan para ahli yang sudah berpengalaman tidak diharamkan untuk digali kembali, bahkan diharamkan membangun bangunan dan meratakan (mengecor) tanah di atasnya jika berada di kuburan yang landai, karena itu bisa menghalangi orang lain untuk menguburkan (jenazah lain), karena mereka menyangka (jenazah yang pertama) belum hancur”. (Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, (Mesir: Matba’ah Musthafa al-Halabi, 1357 H/1938 M), Jilid III, h. 40)
Adapun ibaroh dalam Fathul Wahhab adalah sebagai berikut:
أَمَّا بَعْدَ الْبَلِى فَلاَ يَحْرُمُ نَبْشُهُ أَي الْمَيِّتِ بَلْ تَحْرُمُ عِمَارَتُهُ وَ تَسْوِيَةُ التُّرَابِ عَلَيْهِ لِئَلاَّ يَمْتَنِعَ النَّاسُ مِنَ الدَّفْنِ فِيْهِ لِظَنِّهِمْ عَدَمَ الْبَلِيِّ.
“Sedangkan jenazah yang telah hancur maka tidak haram digali, bahkan yang diharamkan adalah membangun, meratakan (mengecor) tanah di atasnya agar tidak menghalangi orang lain menguburkan (jenazah lain) karena menyangka (jenazah yang semula) belum hancur.” (Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, Fathul Wahhab, (Beirut: Maktabah Darul Fikr, 1422 H/2002 M), Juz I, h. 118.)
Melanggar Perda DKI
Tidak hanya timbul kontroversi di antara keluarga, pembangunan bangunan nisan permanen di atas pusara Uje bertentangan dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No.3 tahun 2007 tentang Pemakaman, tepatnya tentang Larangan di pemakaman umum, yakni pasal 42 yang berbunyi:
Setiap ahli waris dan/atau pihak yang bertanggungjawab memakamkan jenazah dilarang:
-
mendirikan bangunan yang bersifat permanen di atas petak tanah pemakaman;
-
mendirikan, memasang, menempatkan, menggantungkan benda apapun di atas atau di dalam petak tanah makam serta yang dapat memisahkan makam yang satu dengan yang lain, kecuali plakat makam dan lambang pahlawan;
-
menggunakan peti jenazah yang tidak mudah hancur; dan
-
menanam pohon di atas petak tanah makam kecuali tanaman hias yang letak dan jenisnya ditentukan Kepala SKPD yang bertanggung jawab di bidang pemakaman
(Ukasyah/fimadani.com/arrahmah.com)