Oleh: Dr. Hilmy Bakar Almascaty *
Pada 10 Februari 2025, saya kembali diutus ke Kuala Lumpur oleh dua sahabat saya, Dr. M. Jumhur Hidayat dan Dr. Syahganda Nainggolan, untuk bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Seri Anwar Ibrahim (DSAI). Ini bukan kali pertama saya mengemban misi serupa. Sebelumnya, pada 30 September 2023, saya juga dikirim untuk meminta nasihat kepada DSAI mengenai Pilpres 2024 di Indonesia. Saat itu, beliau menyarankan agar kami mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Kali ini, tujuan kami berbeda. Setelah mengikuti arahan DSAI dan melihat Prabowo menjadi Presiden RI ke-8, kami ingin kembali mendapatkan pandangan beliau tentang hubungan Indonesia-Malaysia, terutama dalam pembangunan manusia dan perniagaan serantau. Dengan penuh semangat, saya segera memesan tiket penerbangan Batik Air OD 347 pukul 21.00 WIB menuju Kuala Lumpur International Airport.
Dini Hari di Kuala Lumpur: Pertemuan dengan Sahabat Lama
Tepat pukul 00.05 tanggal 11 Februari 2025, saya sudah berada di pintu 7 kedatangan KLIA. Buya Hasri Harahap dan Bang Fitri Bugak, yang menjemput saya dengan Alphard putih berkilau, sudah bersiap di antrean. Dengan sigap, Buya Hasri mengatur penjemputan, dan kami langsung berangkat meninggalkan KLIA yang masih ramai dengan hiruk-pikuknya.

Bang Fitri, sahabat saya dari Bugak, Aceh, bertanya sambil menancapkan gas mobil mewahnya, “Apa kita langsung tembak ke Penang ini?” tanyanya dengan logat khas Aceh. Buya Hasri menyela, “Ke Kuala Lumpur dulu, karena ada musyawarah di Zawiyah Syattariyah Asia Tenggara. Ke Penang kan cuma tiga jam,” lanjutnya.
Sepanjang perjalanan, kami saling bercerita tentang berbagai peristiwa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir, mulai dari acara pernikahan anak sulung Mualem (Muzakir Manaf) hingga rencana pertemuan akbar para muballigh se-Asia Tenggara di Kuala Lumpur yang mendapat restu langsung dari DSAI.
Usai salat subuh berjamaah di Maxim Apartemen Sentul, kami mengadakan perbincangan lebih dalam tentang perhelatan ini. Cek Gu Mat, yang mendapat amanah dari DSAI untuk menyelenggarakan acara ini, memberikan penjelasan bahwa pertemuan tersebut akan digelar setelah Hari Raya Idulfitri. Setelah sarapan pagi, kami beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Pinang.
Menuju “Titik Nol” Reformasi Malaysia
Menjelang tengah hari, kami berangkat ke Pulau Pinang, tepatnya ke Ceruk Tok Kun, Permatang Pauh, tempat keluarga besar DSAI bermukim. Karena hari libur, jalanan tol cukup lengang, sehingga menjelang Asar, kami sudah tiba di rumah gadang keluarga DSAI.Kami disambut dengan ramah oleh Datuk Idrus Ibrahim, abang kandung DSAI yang juga menjadi penasihat sekaligus mentornya. Saya sendiri sudah mengenal beliau sejak lama, sejak masa kuliah saya di Malaysia.
Masuk ke halaman rumah megah berwarna putih itu, saya merasakan nuansa sejarah yang kuat. Tempat ini bukan sekadar kediaman keluarga DSAI, tetapi juga saksi bisu perjuangan panjangnya dalam menegakkan reformasi Malaysia sejak tahun 1998.
Jejak Jihad Politik DSAI
Dalam buku saya, Panduan Jihad untuk Aktivis Muslim, saya secara khusus membahas konsep jihad politik atau jihad siyasi, sebuah cabang jihad yang tak kalah penting dalam dunia kontemporer.
DSAI, yang kini dikenal sebagai PMX (Perdana Menteri ke-10), oleh Dr. Syahganda Nainggolan disebut sebagai The Lion of Malay—Singa Melayu yang mampu memukau pendengarnya dengan pidato-pidato visionernya. Saya mengenal beliau sebagai seorang patriot Melayu sekaligus pejuang antarbangsa yang sangat peduli dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) umat Islam.
Saat menjabat Menteri Pemuda Malaysia, DSAI mengirim banyak pemuda Melayu ke arena internasional, termasuk dalam misi kemanusiaan ke Palestina, Afghanistan, dan Bosnia. Ketika menjadi Menteri Pendidikan, ia mengembangkan sebuah kolej Islam menjadi Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), institusi pendidikan Islam bertaraf internasional yang menerapkan sistem pendidikan Islami kontemporer.
Sebagai Menteri Keuangan, DSAI membuat gebrakan besar dengan memberlakukan sistem keuangan syariah di semua perbankan Malaysia, termasuk di Bank Negara Malaysia. Langkah ini berdampak luas, mengharuskan semua bank di Malaysia membuka konter syariah, menjadikannya salah satu tonggak penting dalam perkembangan ekonomi Islam di kawasan.
Saat menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, DSAI kerap disebut sebagai PM on Waiting—Perdana Menteri dalam antrean. Namun, pada 1998, sebuah fitnah luar biasa mengguncangnya. Jabatan-jabatannya dicopot, dan ia menjadi korban konspirasi politik yang menghancurkan kariernya.
Pada September 1998, saya menulis opini di harian Republika Jakarta dengan izin dari almarhum Mas Adi Sasono, berjudul Akar Pertentangan Mahathir-Anwar. Saya menyoroti bagaimana Mahathir tidak bisa menyingkirkan DSAI dengan tuduhan korupsi, sehingga dibuatlah skenario fitnah amoral untuk menjatuhkannya. Dunia mencatat peristiwa ini, dan sejarah akan selalu mengingatnya sebagai babak kelam dalam politik Malaysia. Namun, saya yakin, Allah Yang Maha Besar dan Maha Adil akan menjadi saksi atas segalanya.
Misi Diplomasi Aktivis Indonesia
Dalam perjalanan ini, saya membawa surat resmi dari dua sahabat saya yang berkop Sabang-Merauke Circle. Surat tersebut dibuka dengan salam mesra kepada DSAI dan mengangkat perihal peningkatan hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Salah satu poin utama dalam surat tersebut adalah menghidupkan kembali jejaring Alm. Adi Sasono yang pernah dirangkai dalam istilah Pertemuan Serantau.

Hubungan akrab ini sempat terganggu oleh fitnah dan ujian berat yang menimpa DSAI, yang membangkitkan amarah para aktivis muda Indonesia. Bersama almarhum Adi Sasono, kami mengorganisir demonstrasi besar menuntut keadilan. Akhirnya, Presiden Habibie pun mengalami ujian serupa yang berakhir tragis.
Namun, berkat nasihat DSAI melalui Dr. Hilmy Bakar pada 30 September 2023, kami memilih untuk mendukung Prabowo sebagai Presiden RI 2024. Kini, setelah Prabowo berhasil menjadi Presiden ke-8, kami ingin mengetahui lebih lanjut apa saja aspirasi DSAI terkait hubungan kedua negara.
Mendarat di Kuala Lumpur dengan Harapan Baru
Saat suara pramugari mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat di Kuala Lumpur International Airport, saya sadar bahwa misi ini baru dimulai. Jam menunjukkan hampir tengah malam waktu Malaysia, dan besok saya akan kembali bertemu dengan DSAI untuk melanjutkan perjuangan besar ini.
Bersambung…
Kuala Lumpur, 11 Februari 2025
__
*Dr. Hilmy Bakar Almascaty adalah seorang aktivis Islam asal Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Ketua DPP FPI (2002 – 2005), Ketua Majlis Pendidikan DPP Al-Irsyad (2003 – 2006), serta memiliki jaringan luas dengan tokoh Islam di Indonesia dan Malaysia. Selain itu, ia juga menulis buku Panduan Jihad dan aktif dalam gerakan sosial serta keislaman.
(*/arrahmah.id)