Oleh Ummu Aidzul
Tenaga Pengajar
Di bulan Desember yang merupakan penghujung tahun, banyak masyarakat yang berlibur karena bertepatan dengan libur anak sekolah. Selain itu ada pula perayaan hari besar umat Kristiani yakni hari Natal pada tanggal 25 Desember 2024 dan dilanjutkan dengan perayaan Tahun Baru 1 Januari 2025. Berkaitan dengan hal tersebut, ada himbauan dari Menteri Agama Nasaruddin Umar agar seluruh masyarakat menjaga keharmonisan terutama antar umat beragama. (RadarSampit, 15 Desember 2024)
Dalam menyambut 2 hari tersebut, banyak tempat yang dihiasi oleh ornamen maupun hiasan Natal. Biasanya di pusat perbelanjaan pasti ramai dihiasi dengan pohon Natal dan sejenisnya. Sebagai seorang muslim yang taat kita tentu tidak boleh ikut merasakan euforia ini. Apalagi dengan ikut mengenakan pakaian atau atributnya, bahkan ikut bersuka cita menyambut dengan alasan toleransi beragama. Hal itu tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebagai seorang muslim kita harus berpegang teguh dengan ajaran agama Islam.
Toleransi Beragama dalam sistem Sekuler
Toleransi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI memiliki makna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian. Sedangkan toleransi beragama berarti sikap saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama lain. Ini bisa bermakna membiarkan orang yang berbeda agama untuk melaksanakan ibadahnya.
Semua orang memiliki hak yang sama untuk memeluk agama dan menjalankan ajarannya masing-masing. Namun menghargai umat agama lain bukan berarti ikut berpartisipasi dalam merayakan. Bukan pula mengucapkan selamat atas perayaan agama lain. Karena ini berkaitan dengan akidah seorang muslim. Toleransi janganlah menjadikan kita ikut meyakini kebenaran agama lain.
Sebagai seorang muslim kita harus berpegang teguh dengan ajaran agama Islam. Jangan justru latah dengan ikut berpartisipasi dengan alasan toleransi. Kita juga tidak perlu mengucapkan selamat atas perayaan agama lain. Ini bukan berarti tidak menghargai agama yang lain. Namun bukti kita mengikuti apa yang tertulis di dalam Al-Quran Surah Al-Kafirun ayat 6 “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.
Wujud sikap toleransi yang tepat di momen perayaan natal ini yakni dengan membiarkan umat kristen untuk merayakannya tanpa harus mengucapkan dan turut serta merayakannya.
Dalam setiap tahunnya selalu berulang seruan dari pejabat pemerintah yakni menteri agama bahkan pejabat daerah kepada umat Islam agar bersikap toleran terhadap agama lain. Namun disayangkan karena ajakan toleran di sini justru kebablasan dengan menganggap umat Islam yang tidak mau mengucapkan ucapan selamat adalah seorang yang tidak toleran. Padahal seharusnya pemerintah lebih memahami tugasnya untuk menjaga akidah umat.
Dalam sistem sekuler, Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi pijakan serta masifnya moderasi membuat umat semakin jauh dari pemahaman yang lurus. Sebagai seorang yang beriman kita wajib meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang paling benar dan diridai Allah. Sementara moderasi mengharuskan kita meyakini bahwa seluruh ajaran agama adalah benar. Bahwa seluruh agama mengajarkan kebaikan dan kita harus meyakini keberadaan Tuhan lain selain Allah. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan akidah Islam.
Batasan Toleransi Jelas dalam Islam
Islam sangat jelas dalam memaknai toleransi. Kaum kafir Quraisy pernah mendatangi Rasulullah dan mengatakan mau mengambil sebagian ajaran Islam asalkan umat Islam juga mengambil sebagian ajaran agama mereka. Rasulullah dengan tegas menolak dan turunlah QS Al-Kafirun ayat 1-6.
Bentuk indahnya toleransi dilaksanakan di masa kepemimpinan Islam sepanjang hampir 1400 tahun. Di saat pemerintahan Islam tegak menaungi rakyatnya yang berbeda agama Yahudi dan Nasrani. Semua hidup rukun dan tentram di dalam aturan Islam. Hal ini bahkan diketahui oleh seorang tokoh barat yang bernama Will Durant dan tercantum dalam bukunya yang berjudul The Story of Civilization. Dia menuliskan para Khalifah telah memberikan keamanan kepada para manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka.
Dalam sistem Islam, para pejabat pemerintah akan memberikan nasihat takwa agar umat tetap terikat dengan aturan Islam khususnya dalam momen krusial yang berpotensi membahayakan akidah umat. Negara juga menyiapkan Departemen Penerangan untuk menjelaskan bagaimana tuntunan Islam dalam menyikapi hari besar agama lain. Akan ada Kadi Hisbah yang menjelaskan tempat-tempat yang memungkinkan terjadi interaksi antara umat Islam dengan umat agama yang lain. Khususnya menjelaskan aturan Islam terkait Natal dan Tahun Baru.
Maka sudah nampak jelas kesempurnaan sistem Islam termasuk dalam toleransi dengan agama lain. Karenanya umat tidak membutuhkan moderasi yang membahayakan akidah. Agar terwujud kehidupan yang damai dalam perbedaan, adalah mengupayakan kembalinya penerapan sistem Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bis shawwab