JAKARTA (Arrahmah.com) – Tak cukup memberangus kaum Muslimin secara fisik dengan invasi militer di beberapa negara berpenduduk Muslim, kini kaum kuffar pun menggencarkan strategi mematikan ghirah keislaman di dalam internal ummat Islam sedunia melalui penggunaan media sosial seperti Twitter. Dengannya, mereka lebih mudah menjajah Mulkiyah Allah, baik di dunia nyata maupun dunia maya, mencaploki wilayah Muslim diawali dengan pelucutan budaya, pola pikir, dan akidah ummat Islam tanpa banyak perlawanan.
Salah satu proses pelemahan ummat adalah dengan menggencarkan kampanye ghozwul fikri (perang pemikiran) melalui mindset plotting, dimana pemahaman berpikir ummat akan digiring sesuai dengan keinginan musuh Islam. Salah satu tekniknya adalah dengan menghembuskan isu yang dapat memecah belah ummat melalui strategi namimah atau adu domba.
Namimah yang biasa mereka hembuskan tak jauh dari anggapan bahwa Muslim yang baik adalah yang duduk manis, beribadah ritual dan anti politik. Sebaliknya, ummat yang kritis, bulat tekad menggenggam risalah sunnatullah dilabeli fundamentalis, ekstrimis, bahkan teroris. Maka dapat dipastikan, sesuai harapan “Barat”, satu Muslim akan berpikir lebih baik dari Muslim lainnya dan berpecah belah.
Mari kita soroti pelabelan yang ketiga, yakni “teroris”. Pada era 80-an, kata ‘teroris’ dikenal masyarakat lewat film-film Hollywood untuk menandai tokoh jahat berkebangsaan Rusia. Kekinian, kata itu bergeser, mengerucut kepada para “pejuang Islam radikal”, sesuai label yang dituduhkan “Barat”. Maka dari sanalah muncul musuh dunia yang baru yakni “teroris”, dan perang guna melawannya disebut “kontra-terorisme”.
Satu kata majemuk itu dapat menghancurkan kekuatan Muslim sedunia. Kontra-terorisme menjadi upaya yang diseriusi oleh banyak negara anti-Muslim. Selama hampir beberapa dekade, strategi yang diberlakukan masih tetap sama, mulai dari memata-matai, hingga menggiring opini publik. Namun, sesuai dengan evolusi teknologi, mekanismenya mengalami pergeseran secara signifikan.
Berfokus pada pencitraan Islam sebagai agama “penebar kebencian dan kekerasan”, negara-negara anti-Muslim tidak hanya meracuni non-Muslim yang gandrung akan informasi, namun juga memecah belah ummat Islam yang turut memanfaatkan media digital sebagai alat berjihad. Mereka melakukan kampanye pencitraan buruk Islam atau demonologi Islam (penyetanan Islam) melalui beragam media sosial, seperti Facebook, Youtube, dan Twitter.
Twitt-nam, perang kata mematian
Amerika misalnya, sebagai aktor utama pelaku demonologi Islam bahkan dengan resmi membuat satu akun khusus bernama @ThinkAgain_DOS di Twitter yang berfungsi untuk merilis pernyataan-pernyataan sinis yang mengadu domba Islam secara terang-terangan atau lebih tepat disebut twitt-nam (namimah lewat Twitter). Jika kita lakukan stalking, maka timeline-nya sarat akan twittwar (perang kata) antara akun-akun pro-Mujahidin dengan inisial akun kearab-araban, dimana teridentikkan sebagai “akar Islam”.
Jika ditelusuri, semua perang kata tersebut berawal dari semua twitt kontroversial @ThinkAgain_DOS tentang terorisme, yang lantas menuai adu kata antara sesama pro-Mujahidin yang mem-follow akun tersebut. Hal tersebut sesuai dengan bio @ThinkAgain_DOS yakni sebagai penebar “some truths about terrorism” (beberapa kebenaran tentang terorisme). Otomatis, twittwar yang berisi ketidaksepahaman para pemilik akun yang terpicu twitt-nam @ThinkAgain_DOS dipotret sebagai perilaku kasar dan judgemental-nya orang Islam pengusung jihad (baca: “teroris”).
Padahal, beradu kata apalagi hingga debat kusir tentu jauh dari budaya santun dan pola pikir seorang Mujahid cyber. Oleh karenanya, mereka berharap para follower labil akan balik membenci Islam dan berpikir kembali tentang jihad, lalu berpaling dari jihad, sesuai dengan tagline pada header akun @ThinkAgain_DOS, yakni Think Again Turn Away (pikirkan lagi, berbaliklah).
@ThinkAgain_DOS berhasil mengompori kaum Muslmin yang terjerat twitt-nam dan bertepuk tangan karena berhasil menjadikan para Mujahid cyber sebagai korban labelisasi Amerika sebagai akun teroris di jagad Twitter. Dengan demikian, akun yang resmi beroperasi di bawah CSCC (Center for Strategic Counterterrorism Communications/Pusat Komunikasi Strategis Kontraterorisme) -satu unit khusus kepanjangan tangan Departemen Luar Negeri AS- terbukti secara tepat guna menjadikan twitt-nam sebagai senjata mutakhir untuk melumpuhkan persatuan Muslim tanpa harus mengeluarkan dana seperti invasi fisik selama ini. CSCC berdiri pada 2011, beroperasi dalam bahasa Arab, Urdu, dan Somalia.
Demonologi Osama bin Laden dan Al-Qaeda
@ThinkAgain_DOSsecara umum menargetkan aksinya sebagai bentuk perlawanan terhadap propaganda digital Al-Qaeda dan Mujahidin lainnya. Namun, aksinya kian santer menebar fitnah melalui demonologi Osama bin Laden dan Al-Qaeda.
Melalui @ThinkAgain_DOS, CSCC membuka serangannya dengan mengatakan “Al-Qaeda sebagai pihak yang suka membunuh Muslim, serta menyebut Syaikh Osama bin Laden sebagai pengecut yang mengirim orang lain untuk mati sedangkan ia bersembunyi di Pakistan.”
Seperti yang diungkapkan Alberto Fernandez -Kepala CSCC- kepada Telegraph pada Rabu (21/5/2014), bahwa “Tujuan kami bukan untuk membuat orang menyukai Amerika Serikat. Tujuan kami adalah untuk membuat Al-Qaeda terlihat buruk.”
Untuk melancarkan aksi fitnahnya, secara terang-terangan CSCC juga merilis sebuah video di Youtube yang menampilkan Deso Dogg, seorang rapper asal Jerman yang digambarkan mengusung jalan jihad. Disana, Deso mulanya menghadap kamera dan berkata, “Ini bukanlah film horor,” dengan penuh sumringah. Sebagai latarnya, “teman-teman jihad” berselempang AK -47 turut tertawa di semak-semak Suriah yang bersalju. “Kami bukan orang-orang yang disebut ‘salafi yang jahat’, kami juga bisa bercanda,” susulnya.
Deso lalu berteriak, “lihatlah saudara- saudara, ini adalah jihad,” sambil menunjuk pada gestur-gestur gembira di sekelilingnya. “Saya mengundang Anda untuk bergabung dengan jihad!” ajak Deso Dogg dalam video itu. Anehnya, video itu diakhiri epic yang tak tertebak. Deso Dogg tetiba tergeletak di lantai, berlumuran darah, disertai adegan upaya keras kawan lainnya untuk menyadarkan dia. Sebuah paradoks, frame terakhir dalam video itu adalah bendera Amerika dan Patung Liberty.
Sebagai tambahan, Fernandez menjelaskan ending video itusengaja dibuat demikian agar pernyataan Deso Dog dalam video itu bahwa “Jihad adalah perjalanan yang menyenangkan” itu salah besar.
Lebih jauh, Fernandez menjelaskan bahwa, “Motivasi kami adalah untuk melawan (jihad) dalam jagad internet. Para ekstremis berada di sana tetapi tidak ada yang melawan mereka.”
Maka patut kita ambil ibrah, bahwa sudah menjadi sunatullah bahwa musuh Islam akan terus mengintai, dimanapun, kapanpun, dan dengan cara apapun. Terlebih kini teknologi membuat perpecahan ummat lebih dahsyat daripada sebelumnya. Semua informasi lebih cepat tersebar dan berdaya jangkau lebih luas. Siapapun dapat mengaku sebagai siapa saja mengatasnamakan Muslim.
Terkhusus, pelajaran bagi kita dalam menghadapi konflik di Suriah dan Irak, mengedepankan tabayyun merupakan bentuk kewaspadaan kita terhadap namimah. Perlu diingat, bukan hanya memperkeruh suasana, adu domba juga dapat menghancurkan ketahanan perlawanan Islam. Hal ini akan terus berulang, sebab sejarah membuktikan, perpecahan ummat sering kali terjadi akibat perbedaan pendapat.
Mengutip pernyataan Syaikh Osama bin Laden, untuk ‘membangun kekuatan Islam di tengah perselisihan ummat’ adalah hanya dengan satu cara, yakni berlaku adillah kepada kawan dan lawan, sesuai dengan QS. Al-Maidah ayat 8.
“Lihatlah kebenaran dari hakikatnya, bukan dari siapa yang mengusungnya. Bersabarlah, karena tidak ada manusia yang ma’shum kecuali Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam. Tidak semua yang bersalah itu berdosa, karena boleh jadi seseorang bertindak karena tidak berilmu. Jangan ikuti yang salah. Jangan bermusuhan karena berbeda pendapat. Kesalahan ada tingkatannya, maka tidak menutup kemungkinan dapat ditaubati pelakunya. Jika ada saudara Muslim yang dzolim, maka maafkanlah, semoga ia dapat bertaubat, dan jika tak ditakdirkan bersatu, maka berpisahlah dengan alasan dan cara yang syar’i.” Wallohu’alam bishowab.
(adibahasan/arrahmah.com)