MESIR (Arrahmah.com) – Media massa Mesir, baik negeri maupun swasta, telah berbaris di belakang junta militer dalam memberitakan pembantaian terhadap Kaum Muslimin Mesir dengan mengklaimnya sebagai “perang melawan teror”, lansir Maan pada Selasa (20/8/2013).
Dalam memberitakan polisi dan tentara brutal Mesir yang memburu anggota Ikhwanul Muslimin, darimana presiden terguling Muhammad Mursi berasal, media-media Mesir malah berada dalam barisan yang menentang kelompok Islam itu.
Selain itu, media-media pro-junta militer Mesir bahkan megklaim media-media asing yang memberitakan fakta pembantaian di lapangan sebagai pihak yang telah menutupi “kesalahan” Kaum Muslimin.
Media-media Mesir telah mengambil bagian dalam “kampanye melawan Ikhwanul Muslimin dan kelompok Islam lainnya”, kata komentator politik Hisham Kassem kepada AFP.
Selama berhari-hari, tiga saluran televisi pemerintah Mesir telah menyiarkan situasi Mesir dalam tema berbahasa Inggris yang mereka klaim sebagai Egypt fighting terrorism “Mesir melawan terorisme”.
Selama berjam-jam mereka melaporkan bentrokan antara Kaum Muslimin dan pasukan keamanan Mesir yang telah merenggut lebih dari 5000 nyawa Kaum Muslimin, di mana mereka melaporkan hanya ratusan orang yang telah gugur.
Mereka hanya menunjukkan rekaman pasukan keamanan yang terluka dan tewas dan tidak menampilkan gambar ribuan Kaum Muslimin yang gugur dalam pembantaian oleh junta militer Mesir.
Ditengah pemberitaan, mereka memainkan lagu-lagu patriotik dengan menyiarkan rekaman angkatan bersenjata yang melakukan latihan militer dan menunjukkan “kebaikan” militer kepada warga sipil.
Sepotong pemberitaan berjudul The Black History of the Brotherhood Organization “Sejarah kelam organisasi Ikhwanul Muslimin” juga mereka siarkan seakan-akan untuk menunjukkan sejarah kekerasan kelompok Ikhwanul Muslimin.
Tayangan itu termasuk rekaman arsip anggota Ikhwanul Muslimin, serta percobaan pembunuhan terhadap Presiden Gamal Abdul Nasser dan pembunuhan Presiden Anwar Sadat.
Rekaman itu berakhir dengan klip bentrokan terakhir, yang menunjukkan orang-orang bersenjata yang mereka klaim sebagai anggota pejuang Islam, dan bangunan yang dibakar.
Koran negara juga telah dikuasai junta militer Mesir yang dipimpin oleh Abdel Fattah as Sisi. Mereka bersama-sama menyerang dan mengkritik kelompok-kelompok Islam.
Harian pemerintah Al-Ahram pada Senin (19/8) bahkan mengabdikan seluruh halaman depan mereka – dan sembilan judul yang terpisah – untuk pidato as Sisi sehari sebelumnya.
Di sisi lain, Al-Jazeera telah menjadi target junta militer Mesir karena pemberitaan mereka yang diklaim telah terang-terangan pro-Ikhwanul Muslimin.
Saluran itu mengatakan bahwa seorang koresponden Al-Jazeera Arab, Abdullah al-Shami, telah ditangkap karena memberitakan sebuah kamp protes pro-Mursi pada tanggal 14 Agustus.
Sementara itu, pihak berwenang juga mengklaim beberapa wartawan Barat telah mengabaikan korban “kekerasan”, seperti polisi dan tentara, yang dilakukan oleh para pendukung Mursi.
Hanya berjalan di jalan Mesir dengan membawa kamera kini telah menjadi semakin berbahaya, kata seorang fotografer Barat pada kondisi anonimitas.
“Saya takut untuk pergi ke jalan dengan [membawa] kamera saya sejak pasukan keamanan otoritas pemerintah melepaskan tembakan” pada pengunjuk rasa yang menargetkan gedung-gedung pemerintah, katanya.
“Hari ini, saya berhasil mengambil beberapa gambar dari dalam mobil. Saya keluar selama 45 detik untuk mengambil beberapa [gambar] orang-orang,” ungkap fotografer yang telah berada di Mesir selama 18 bulan itu.
“Pemerintah menghasut kebencian publik terhadap kami,” katanya, menambahkan bahwa dua teman fotografer-nya baru saja dipukuli oleh massa yang menuduh mereka sebagai “mata-mata”.
Di depan kamar mayat di Kairo pada Senin (19/8), sekelompok orang mengelilingi dua wartawan dari kantor berita internasional ketika mereka mencoba untuk mewancara kerabat korban yang terbunuh di kamar mayat itu.
Orang-orang itu berteriak “Al-Jazeera!” pada kedua wartawan yang bekerja untuk kantor berita Barat tersebut dan dengan cepat menunjukkan sikap permusuhan.
“Sekelompok orang mengelilingi saya, mencoba untuk merebut kamera dari tangan saya,” kata salah satu dari mereka, menambahkan bahwa dia kemudian melarikan diri dengan bantuan beberapa teman mereka di kamar mayat tersebut.
Tiga wartawan dikabarkan terbunuh di Kairo sejak Rabu lalu, ketika pasukan keamanan membersihkan dua kamp protes pro-Mursi, termasuk seorang juru kamera Inggris. (banan/arrahmah.com)