TEL AVIV (Arrahmah.id) – Media “Israel” membahas upaya keluarga tahanan Zionis di Gaza, terutama mereka yang terbang ke AS dan bertemu penasihat Presiden Donald Trump.
Diskusi itu menyoroti “kenyataan pahit” bahwa keluarga tahanan lebih percaya Trump untuk membebaskan mereka dibanding Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Netanyahu sendiri dituduh berusaha menggagalkan tahap kedua gencatan senjata di Gaza seperti dikutip dari Al Jazeera
Ilan Segev, anggota tim negosiasi dalam kesepakatan pembebasan tentara Zionis Gilad Shalit pada 2011, menegaskan bahwa “Israel” hanya punya satu tugas: membebaskan 79 warga Zionis yang masih ditahan Hamas di Gaza.
Segev menilai pernyataan Trump tentang Gaza telah “sangat merusak negosiasi dengan Hamas” untuk menyelesaikan tahap-tahap gencatan senjata. Ia bertanya, “Apa yang akan kita katakan kepada Hamas? Apakah kita akan memusnahkan mereka?” Menurutnya, setelah pernyataan Trump, Hamas tak punya alasan melanjutkan negosiasi.
Trump sebelumnya menyerukan pemindahan rakyat Palestina dari Gaza ke Mesir dan Yordania. Saat bertemu Netanyahu, ia menyatakan AS akan mengambil alih Gaza. Ia kemudian menambahkan bahwa setelah perang berakhir, “Israel” akan menyerahkan Gaza ke AS untuk rencana pembangunan.
Nadav Alimelech, reporter politik kanal i24, mengatakan bahwa pernyataan Trump “tidak akan meyakinkan Hamas untuk melanjutkan ke tahap kedua perjanjian, bahkan bisa menggagalkan seluruh kesepakatan.”
Sementara itu, kanal 13 melaporkan kekhawatiran keluarga tahanan terhadap perubahan tim negosiasi Zionis. Mereka mempertanyakan bagaimana tim baru akan bekerja dan apakah mereka tetap berpegang pada prinsip kesepakatan.
Menurut media “Israel”, Netanyahu menunjuk Menteri Urusan Strategis Ron Dermer sebagai kepala tim negosiasi dengan mediator dan Hamas untuk tahap kedua dan ketiga gencatan senjata serta pertukaran tahanan.
Surat kabar Haaretz menilai bahwa penunjukan Dermer bisa menjadi cara Netanyahu menggagalkan tahap kedua kesepakatan. Seorang sumber yang ikut dalam kunjungan Netanyahu ke Washington mengatakan bahwa sang PM mungkin sengaja menetapkan syarat-syarat yang tak bisa diterima Hamas.
Pada 19 Januari, gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan antara Palestina dan Zionis mulai berlaku. Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahap, masing-masing berlangsung 42 hari, dengan tahap pertama mencakup negosiasi untuk tahap berikutnya. Perundingan ini dimediasi oleh Mesir dan Qatar dengan dukungan AS.
Hingga kini, perlawanan Palestina di Gaza telah membebaskan 13 tahanan Zionis dalam empat gelombang, selain lima warga Thailand yang dibebaskan di luar kesepakatan. Masih ada 20 tahanan Zionis yang akan dibebaskan dalam waktu dekat, menjadikan totalnya 33 tahanan sesuai perjanjian.
(Samirmusa/arrahmah.id)