JAKARTA (Arrahmah.com) – Puluhan media Islam online yang mewartakan dan medakwahkan Al Haq diblokir oleh Kemenkominfo tanpa ba bi bu, tanpa pemberitahuan dan peringatan. Kemenkominfo tak bisa menunjukkan kesalahan media Islam yang diblokir, meski demikian hingga kini tak ada kata maaf, dan rehabilitasi untuk media Islam yang diblokir. Padahal media-media ini resmi berbadan hukum, menjalankan kerja jurnalistik dan dijamin undang-undang dasar. Lantas bagaimana dengan media sosial yang menjadi jalan maraknya perzinaan, maksiat kepada Allah? Jelas-jelas media ini merusak masyarakat, dengan menjadi ajang pelacuran terselubung, hingga berujung pada pembunuhan. Apa kata menteri komunikasi dan informatika Rudiantara terkait hal ini?
Dia mengaku kesulitan untuk membatasi praktek prostitusi melalui media sosial. Alasannya, akun media sosial bersifat perorangan sehingga sulit ditindaklanjuti.
“Kalau perorangan susah, yang kita address sekarang yang sifatnya kepada publik, misalkan situs. Kan dikelola, organisasi yang ditujukan kepada publik. Kalau person to person, masing-masing repot,” ucap Rudiantara di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (13/4/2015), dikutip dari Harianterbit.
Rudiantara menanggapi fenomena prostitusi melalui media sosial seperti yang berkaitan dengan kasus pembunuhan terhadap Deudeuh Alfi Sahrin alias Empi. Netizen menyebut Deudeuh diduga pemilik akun @tataa_chubby di situs mikroblogging Twitter yang diduga berprofesi sebagai pezina perempuan atau pelacur. (azm/arrahmah.com)