CIPUTAT (Arrahmah.com) – Sebanyak kurang lebih 100 peserta dari kalangan mahasiswa, guru, aktivis organisasi pemuda, LSM dan media menghadiri acara peluncuran Media Cinta Anak (Mata) yang diprakasai oleh Kammi Daerah Tangerang Selatan. Acara yang diadakan bersama BEM Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah ini berlangsung di ruang auditorium lantai 2 FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Peluncuran diawali dengan diskusi publik bertajuk “Tanggung Jawab Sosial Terhadap Anak”, yang membahas bagaimana tanggung jawab media massa seperti televisi, radio, koran dan online dalam memenuhi hak anak untuk menghindarkan mereka dari tayangan yang mengandung unsur negatif pornografi, kekerasan, mistis, dll. Salah satu hak yang terangkum dalam 31 hak anak dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. MATA adalah lembaga yang berkonsentrasi untuk mengadvokasi hak anak dari media massa dan menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap isi dari media massa yang tersebar.
Ketua Media Cinta Anak, Tsurayya Zahra, mengatakan bahwa media massa seharusnya tidak memikirkan keuntungan materi tanpa memperhatikan dan memenuhi hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan terlindungi dari konten negatif khususnya pornografi.
“Anak adalah peniru yang paling ulung, saat ini mereka dipaksa mengonsumsi budaya pornografi yang bertentangan dengan sosiologis, psikis dan tumbuh kembang anak. Seringkali juga mudah ditemukan berbagai adegan televisi yang vulgar dan menampilkan kekerasan. Kasus pemerkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh sekelompok siswa SD di Palembang setelah menonton tayangan porno pada april 2011 lalu adalah dampak dari industri pornografi yang harus kita sudahi,” ujar Tsurayya Zahra yang juga memimpin Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak KAMMI Daerah Tangerang Selatan ini dalam rilisnya, Ciputat. Sabtu (26/5)
“Diperlukan kepedulian dan sinergi antara orang tua, pemerintah dan pemilik modal untuk melindungi anak-anak bangsa,” tambahnya.
Diskusi pun berjalan dengan menarik, Azimah Soebagijo mewakili Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang membawakan materi tentang mengapa pornografi bermasalah mengatakan bahwa kita harus waspada terhadap materi-materi pornografi yang tersebar di berbagai media dengan akses yang begitu mudah dan murah, serta mengajak untuk peduli dengan mencegah pornografi di lingkungan sekitar.
Suasana diskusi semakin menarik ketika Muthia Esfand, penulis buku Women Self Defense berbagi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditemuinya dikarenakan konten media porno serta bagaimana cara menanganinya. Muthia Esfand yang akrab dipanggil Mbak Muthia menyebutkan data LBH APIK menjabarkan 56% kasus perkosaan bukan karena pakaian minim, namun karena tontonan pornografi. Acara ditutup dengan pembagian doorprize buku Women Self Defense serta ramah tamah. (bilal/arrahmah.com)