JAKARTA (Arrahmah.com) – Nikah berjangka (semacam mut`ah) pria Arab dengan wanita-wanita Indonesia, dibahas beberapa media Arab Saudi baru-baru ini . “Pernikahan semacam ini cenderung meningkat jika ulama gagal memberikan keputusan yang jelas melarang mereka,” kata Khaled Al-Arrak, Kepala Konsuler pada Kedubes Arab Saudi di Jakarta, yang dikutip harian Arab News edisi Sabtu (18/4).
“Beberapa orang Indonesia miskin menikahkan gadis mereka dengan orang Arab Saudi dan berharap akan mengakhiri kemiskinan dan penderitaan mereka. Jika Dewan Ulama Senior Islam Arab Saudi tidak melarang jenis perkawinan ini, maka sesuatu di luar kontrol akan terjadi, ” kata Al-Arrak.
Banyak kantor di Indonesia yang memfasilitasi perkawinan semacam itu. Menurut harian Al-Watan, perkawinan dilakukan di hadapan saksi dan seorang wali.
Perempuan ini tidak tahu bahwa pernikahan mereka akan berakhir dalam waktu beberapa hari dan mereka harus menanggung anak-anak dari orang yang akan meninggalkan mereka. Tahun lalu, di Kedubes Saudi di Jakarta menerima 82 anak-anak hasil perkawinan sesaat ini.
“Kami telah menerima pengaduan 18 wanita yang menjadi korban,” kata Al-Arrak. Kedubes Saudi mengatakan, kasus-kasus yang terdaftar di Kedutaan hanya 20 persen.
Aysha Noor, 22, seorang wanita Indonesia asal Sukabumi (ditulis Arab News dengan Sikka Bhumi), 160 km sebelah timur Jakarta, menikah muda dengan laki-laki Saudi. Ketika itu ia berumur 16 tahun. Menurutnya, perkawinan itu akan memberi manfaat bagi keluarga mereka dan mengakhiri kemiskinan.
“Kita di Indonesia menganggap orang-orang dari Mekah dan Madinah sebagai orang yang diberkati. Dia memberi saya mahar Rp. 6 juta (sekitar 2.024 Riyal). Mahar itu membantu kita memecahkan beberapa masalah ekonomi. Keluarga saya tidak tahu jika laki-laki Saudi itu hanya ingin mengawini sementara. Setelah beberapa hari dia bayar kami sisanya Rp 3 juta, kemudian ia meninggalkan kami,” katanya. Noor kemudian menikah lagi dengan laki-laki Saudi, sebelum ia menjadi penyanyi dan penari pada sebuah kelab malam.
Ada banyak perempuan Indonesia yang memiliki cerita serupa. Beberapa dari mereka sulit mengurus anak-anak mereka dari suami warga Arab Saudi.
Kedutaan Arab Saudi di Jakarta mencatat, banyak anak-anak hasil perkawinan ini dan kemudian memberinya visa untuk mengenali ayahnya di Arab Saudi. Tapi, banyak bapak-bapak mereka menolak menerima mereka.
Kedutaan juga menerima permintaan visa untuk pernikahan, khususnya untuk warga Indonesia yang ingin menikahkan anak perempuannya di Arab Saudi. Tapi, pernikahan ini seringkali gagal karena masyarakat Saudi memperlakukan mereka sebagai pembantu dan mereka tidak dapat bergabung dengan masyarakat karena hambatan bahasa. Biaya perkawinan itu antara 5.000 Riyal hingga 10.000 Riyal.
SP Dharmakirty, Kepala Bagian Informasi pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah, membenarkan hal itu. “Pihak yang berwenang di Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk membatasi praktik ini,” katanya kepada Arab News. Ia menambahkan, beberapa orang yang terlibat dalam pernikahan ilegal ini telah ditahan.
Dharmakirty mengingatkan, perkawinan semacam itu cacat hukum dan melanggar peraturan. “Kami menghadapi banyak masalah karena perkawinan yang tidak terdaftar ini dan perempuan yang berasal dari Indonesia menggunakan visa pembantu (pekerja) untuk datang ke Arab Saudi,” ujarnya. “Beberapa dari mereka kemudian datang ke konsulat untuk meminta nasehat,” tambahnya. (Althaf/hdytlh/arrahmah.com)