KAIRO (Arrahmah.com) – Harian Amerika, The New York Times edisi Sabtu (26/1/2013) melaporkan bahwa kerusuhan dan tindakan anarkis yang melanda Mesir pada Jum’at (25/1/2013) tidak lain hanyalah bagian dari skenario kekerasan yang telah menjadi hal yang biasa terjadi di Mesir sejak revolusi rakyat dua tahun silam. Hal yang baru dalam kerusuhan ini hanyalah kemunculan kelompok perusuh Black Bloc untuk pertama kalinya di Mesir.
Sekelompok perusuh yang berasal dari kelompok “Black Bloc” melemparkan bom-bom molotov dan bola-bola api ke halaman istana kepresidenan Mesir dalam aksi kerusuhan pada Jum’at (25/1//2013). Pihak aparat kepolisian melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan kelompok perusuh tersebut, laporan kantor berita Turki Anatolia.
Kelompok Black Bloc telah mengumumkan bahwa puluhan pemuda yang memakai penutup kepala dan melemparkan bom-bom molotov serta bola-bola api ke halaman istana kepresidenan Mesir adalah anggota kelompok mereka. Kelompok Black Bloc juga mengerahkan ratusan pengikutnya untuk menyerang empat kantor gubernur di propinsi Ismailiah, Dimyath, Kafr syaikh dan Suez.
The Associated Press pada Kamis (24/1/2013) menurunkan sebuah artikel yang menyebutkan, “Dengan mengenakan topeng hitam dan melambaikan bendera hitam, kelompok yang sebelumnya tidak dikenal yang menamakan dirinya blok hitam (Black Bloc), memperingatkan Ikhwanul Muslimin agar tidak menggunakan ‘sayap militer’ nya untuk memadamkan protes.”
The New York Times melaporkan bahwa meskipun di Kairo kelompok perusuh “Black Bloc” adalah fenomena baru, ” Black Bloc” adalah istilah yang telah digunakan selama bertahun-tahun di Amerika Serikat dan Eropa untuk menjelaskan taktik yang umum digunakan oleh kelompok anarkis dan anti kapitalis selama demonstrasi besar-besaran politik yang kadang-kadang berpindah ke perkelahian jalanan dengan pihak berwenang.
Pengikut kelompok Black Bloc biasanya berpakaian hitam untuk memupuk rasa persatuan dan membuat sulit bagi para saksi mata untuk membedakan antara individu kelompok tersebut. Anggota Black bloc sering berbaur dengan kelompok yang lebih besar dari pengunjuk rasa, kemudian melepaskan diri, dan menghubungkan lengan karena mereka terburu-buru menyusuri jalan-jalan.
Di Amerika Serikat, biasanya anggota Black Bloc menjauhkan diri dari kekerasan terhadap orang, tetapi berani merusak properti.
Taktik Black Bloc ini mendapat perhatian luas pada 1999 saat maraknya aksi protes di negara bagian Seattle menentang Organisasi Perdagangan Dunia, ketika para pemuda berpakaian hitam memecah jendela-jendela dan menyemprotkan tuliasan grafiti pada bangunan-bangunan.
The New York Times melaporkan sampai saat ini tidak jelas apakah ada hubungan antara kelompok perusuh Black Bloc di Amerika dan Mesir, tetapi situs kelompok perusuh anarchistnews.org melaporkan terus perkembangan kerusuhan di Kairo.
Situs kelompok anarkis itu melaporkan, “Tadi malam, anarkisme telah meninggalkan lukisan-lukisan grafiti di dinding-dinding, percakapan kecil dan forum online di Mesir, dan datang ke kehidupan di Kairo, untuk menyatakan dirinya sebagai kekuatan baru dalam revolusi sosial yang sedang berlangsung sejak dua tahun yang lalu, dengan cara melakukan beberapa pengeboman terhadap kantor Ikhwanul Muslimin.”
Situs itu juga menyebutkan bahwa meski pemerintah Mesir telah menutup laman kelompok perusuh Black Bloc Mesir di situs jejaring sosial facebook, namun kelompok itu segera kembali meluncurkan laman mereka.
Situs itu juga menambahkan bahwa kelompok perusuh Black Bloc Mesir melempari gedung parlemen Mesir dengan sejumlah bom.
Sekelompok pegiat facebook telah berhasil mengungkapkan informasi bahwa kelompok Black Blok dipimpin oleh seorang Kristen Koptik Mesir. Kelompok sektarian ini berada di balik sejumlah aksi kerusuhan dan perusakan fasilitas umum yang saat ini melanda Mesir. Seperti kelompok sekuler, liberal dan kroni-kroni mantan diktator Husni Mubarak, kelompok Black Blok bertujuan menumbangkan pemerintahan Muhammad Mursi dengan mengendarai peringatan dua tahun revolusi 25 Januari. (muhib almajdi/arrahmah.com)