(Arrahmah.com) – Pada Jum’at (10/10/2014) lalu, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyelenggarakan acara Seminar Pakar Ekonomi Nasional dengan tema ‘Mewujudkan Tatanan Ekonomi Dunia yang Menyejahterakan (Telaah Kritis Terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015)’. Acara tersebut diselenggarakan di Hotel Sofyan Jakarta. Dalam acara tersebut hadir banyak pakar ekonomi nasional. Acara ini diselenggarakan dalam rangka untuk mewujudkan dan mengokohkan kesadaran politik kaum muslimah khususnya tokoh ekonomi nasional berkenaan dengan MEA 2015 dan implikasinya bagi Indonesia, negara-negara ASEAN dan dunia.
Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut Dr. Hendri Saparini, Ph.D, ekonom dari Core Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa Paska krisis, Pemerintah Indonesia sangat agresif melakukan berbagai kerjasama ekonomi dan perdagangan baik secara global, regional maupun bilateral. Selain itu, hadir juga sebagai pembicara dari Lajnah Siyasiyah DPP MHTI, Pratma Julia Sunjandari yang menyampaikan materi ‘MEA : Sarana Penjajahan Rezim Pasar Bebas’.
ASEAN, potensi kebangkitan Islam
Amerika Serikat dengan segala mitos yang melekat kepadanya, -antara lain negara tak terkalahkan, negara adidaya- masih menjadi representasi kekuatan ekonomi, militer dan politik nomor wahid saat ini. AS tetap konsisten dalam melakukan imperialisme di seluruh dunia. AS masih mampu mempengaruhi dan memobilisasi kekuatan sekutu dan kroni-kroninya demi mewujudkan apa yang menjadi kepentingannya. AS pun berupaya membendung ancaman yang akan merongrong hegemoninya. Untuk itulah AS memiliki kepentingan terhadap ASEAN, guna menghalangi bangkitnya Islam dari kawasan ini serta untuk mengokohkan tujuan kapitalisme melalui penjajahan. AS pun memanfaatkan kawasan Asia Tenggara untuk membendung kekuatan Cina yang kian menajam, yang posisinya mempengaruhi keamanan dan perdagangan kawasan ini.
Kaum muslim di Asia Tenggara berjumlah sekitar 300 juta orang. Jumlah yang banyak itu bisa menjadi ancaman bagi AS di kemudian hari ketika Islam dianut sebagai sistem kehidupan. Kawasan Asia Tenggara menyimpan bahaya laten perkembangan Islam ideologi. Islam bisa meraih kebangkitannya jika tidak dibendung sejak sekarang. Untuk itulah AS berkepentingan terhadap ASEAN untuk membendung arus kebangkitan Islam yang akan mengancam eksistensi kapitalisme yang diemban AS. AS berusaha membendung kebangkitan Islam dengan program War on Terorism (WOT), demokrasi, pluralisme, HAM dan pasar bebas. AS memanfaatkan ASEAN sebagai alat untuk memuluskan penjajahan. AS merancang imperalisme gaya baru melalui kerjasama ekonomi, politik dan budaya.
Pasar bebas menguntungkan penjajah
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 lahir dari komitmen ASEAN untuk menjadi kawasan pasar bebas melalui Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan diperkuat dengan pengesahan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003. Pasar bebas menjadi strategi imprealisme yang dirancang untuk mengurangi bahkan mengakhiri campur tangan pemerintah pada sektor perdagangan dan ekonomi secara umum. MEA merupakan realisasi atas tujuan integrasi ekonomi aliran-aliran bebas barang, jasa, investasi, kapital, dan tenaga kerja terampil di kawasan ASEAN.
Kebijakan pasar bebas dirancang untuk mengubah dunia menjadi pasar terbuka bagi produk barang-jasa dari negara maju. Barang-barang dari negara maju akan bebas keluar masuk tanpa hambatan, dengan dihapusnya hambatan tarif dan non tarif, termasuk pengurangan pajak dan jaminan tata kelola pemerintahan yang baik. Alhasil, produk-produk dalam negeri akan bersaing dengan produk dari luar yang memiliki kualitas yang bagus dan lebih murah, karena produk luar dihasilkan dari korporasi raksasa yang memiliki kapital besar. Sehingga bisa dipastikan konsumen akan memilih produk luar dan ini yang pada akhirnya mematikan produksi dalam negeri. Produsen dalam negeri akhirnya lebih memilih menghentikan produksinya daripada merugi. Mereka akhirnya putar haluan menjadi pedagang barang-barang impor karena lebih menguntungkan. Jika ini terus berlanjut, ketergantungan terhadap produk luar akan meningkat tajam yang pada akhirnya negara tidak mandiri secara ekonomi. Ketergantungan ekonomi terhadap negara lain (AS) akan menguntungkan negara penjajah. Produk-produk mereka terjual di kawasan ini dan mereka bisa mendiktekan kepentingannya karena ketergantungan akut yang dialami negara-negara berkembang (negara miskin namun kaya potensi SDA dan SDM).
Tolak pasar bebas
Dampak buruk penerapan pasar bebas telah nyata. Umat Islam harus menolak rezim pasar bebas. Jika tidak, maka kemiskinan sistemik akan terus merongrong negeri ini. Karena kita terus diperas SDA dan SDM nya sementara yang memperoleh keuntungan besar adalah negara penjajah.
ASEAN sebagai organ resmi persatuan negara-negara Asia Tenggara hanya digunakan sebagai alat untuk memuluskan ambisi AS. AS merancang MEA untuk mengeruk potensi kekayaan yang ada di kawasan Asia Tenggara, disamping untuk mendapatkan tenaga kerja murah dari kawasan ini.
Islam memandang bahwa perdagangan luar negeri yang berbasis teori free market atau pasar bebas, -perdagangan luar negeri antar negara yang dilakukan tanpa hambatan seperti tarif- bertentangan dengan ajaran Islam alias haram. Karena perdagangan luar negeri merupakan hubungan antara negara Islam dengan negara lain itu berada dalam tanggung jawab negara. Negara memiliki otoritas untuk mengatur berbagai hubungan dan interaksi dengan negara lain, dan hubungan tersebut tidak akan dibiarkan bebas kontrol.
Islam memiliki konsep yang khas dalam persoalan politik-ekonomi internasional. Penerapan Islam dalam kehidupan akan membawa kesejahteraan bagi rakyat selain akan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Penerapan Islam secara totalitas dalam negara akan membawa keberkahan bagi seluruh alam. Tidak ada dampak buruk dalam penerapan Islam. Semua konsep ini siap diimplementasikan secara utuh dalam sistem negara Islam, Khilafah Islamiyyah yang akan tegak tidak lama lagi. Wa Allahu ‘alam.
Penulis: Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten. (arrahmah.com)