JAKARTA (Arrahmah.com) – Ternyata sebagian besar wajib zakat (muzaki) di Indonesia ragu menyalurkan zakatnya melalui Lembaga Amil Zakat. Kesimpulan tersebut diperoleh Asian Development Bank (ADB) setelah mengkaji data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pada pengumpulan zakat tahun 2010.
Pada tahun 2010 potensi zakat nasional mencapai Rp 100 triliun, tapi Baznas hanya bisa mengumpulkan Rp 1,2 triliun.
Bahkan kesimpulan ADB tersebut ternyata sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan lembaga riset Etnomark Consulting Indonesia.
Direktur Etnomark Amalia E. Maulana, mengungkapkan secara umum kesadaran masyarakat untuk membayar zakat sebenarnya sudah cukup tinggi. Namun kesadaran itu belum didukung oleh pemahaman yang utuh tentang zakat.
“Pemahaman muzaki sebatas zakat itu wajib, tapi belum sampai ke penguasaan ilmu zakat yang komplet dan matematis,” ujar Amalia.
Penelitian yang dilakukan Etnomark itu digelar pada Ramadan 2010 lalu dengan melibatkan 61 responden, yang terdiri atas 38 muzaki, 23 penyalur zakat, dan 16 lainnya–campuran antara pengurus masjid, anggota majelis taklim, dan anggota kelompok pengajian.
Berdasarkan hasil riset tersebut diketahui bahwa masyarakat belum percaya penuh terhadap lembaga amil zakat sebagai tempat menyalurkan zakat. Ada beberapa alasan yang membuat masyarakat meragukan lembaga amil zakat, antara lain karena anggapan lembaga amil zakat berafiliasi dengan partai politik dan lembaga, sehingga sering tersamar dengan citra Departemen Agama yang dianggap korup. Selain itu, muzaki tidak memiliki akses untuk berhubungan dengan lembaga zakat.
Amalia mengungkapkan bahwa hasil studi tersebut dilanjutkan dengan survei secara online dengan melibatkan 100 responden. Survei dilakukan untuk menguji faktor apa saja yang membuat orang suka dengan lembaga amil zakat. Dari 10 hipotesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ternyata ada dua faktor yang paling menentukan, yaitu kepercayaan dan aksesibilitas.
“Dengan kepercayaan yang semakin tinggi kepada lembaga zakat, maka semakin banyak juga zakat yang didapat,” kata Amalia.
Dari sisi aksesibilitas, Amalia mengungkapkan bahwa para muzaki menuntut akses yang luas untuk mengetahui ke mana saja zakat itu disalurkan. Dengan informasi ini, muzaki merasa yakin zakatnya sampai tepat sasaran.
“Hal seperti ini belum diberikan oleh lembaga amil zakat,” kata Amalia. Karena sistem transparansi yang kurang itulah,masyarakat meragukan lembaga-lembaga amil zakat yang ada di Indonesia. (TI/arrahmah.com)