Ketika Wali Khan kembali ke Afghanistan pada tahun 2008, setelah menghabiskan hampir seluruh hidupnya di kamp pengungsi Afghanistan di Pakistan, hal pertama yang ingin ia lakukan adalah membangun sebuah rumah di sebidang tanah milik almarhum ayahnya di provinsi Paktia timur.
Tetapi ketika ia mencoba untuk mengambil kembali 70 hektar tanah miliknya, ia menemui kesulitan besar. Satu keluarga dari suku yang “berkuasa” memperingatkan Khan dan empat pamannya untuk tidak menyentuh tanah yang telah mereka klaim sebagai milik mereka. “Seluruh desa mengancam akan membunuh kami,” kata Khan, menambahkan bahwa Ahmedzais adalah keluarga yang “kuat, kaya, dan berpengaruh” di sana.
Ketegangan hampir saja bermuara pada kekerasan tahun lalu ketika Khan, paman-pamannya, dan keluarga Ahmedzais mengangkat senjata dan siap untuk berperang. “Ada bahaya nyata pertumpahan darah,” kata Khan (33), yang menjalankan sebuah laboratorium medis di ibukota provinsi, Gardez. Khan memutuskan untuk membawa kasusnya ke pengadilan resmi pemerintah, yang sudah dikenal korup dan lamban. Dia tidak punya pilihan karena dia tidak ingin mengambil risiko baku tembak.
Kemudian dia mendengar tentang Hakim Taliban yang menegakkan hukum Islam. Khan akhirnya memutuskan untuk membawa perseteruan lahannya ke pengadilan Islam Taliban. Keluarga Ahmedzais setuju, dengan mengatakan mereka tidak keberatan untuk mengajukan klaim mereka ke pengadilan Taliban. “Pengadilan Taliban lebih mudah, lebih transparan, dan cepat, dan menegakkan hukum Islam,” kata Khan. “Jika seorang hakim Taliban diketahui korup, dia akan dipenggal.”
Pengadilan Taliban tampaknya menjadi populer. Bahkan penasihat senior Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, mengakui bahwa banyak warga Afghanistan lebih memilih pengadilan Taliban dari pada sistem hukum pemerintah.
Dan anggota DPR dari provinsi Zabul, Qadar Qalatwal, setuju, mengatakan pengadilan pemerintah daerah hanya memberi harapan hampa. “Pemerintah lokal tenggelam dalam korupsi sehingga tidak ada yang mempercayai sistem peradilan mereka,” katanya.
Akibatnya, semakin banyak warga Afghanistan yang mengalami ketidakadilan hukum lebih memilih sistem peradilan Taliban. “Orang Afghanistan datang dari seluruh kota-kota dan pedesaan, untuk menyelesaikan sengketa keluarga dan tanah, masalah pinjaman, dan bahkan masalah perempuan,” kata Hakim Pengadilan Tinggi Taliban, Habibullah Haqqani.
Khan mengatakan dirinya merasakan pengadilan Taliban terbukti memudahkan. “Warga tahu siapa saja hakim-hakim Taliban dan bagaimana cara menghubungi mereka,” kata Khan. Mengikuti instruksi mereka (warga), Khan melakukan perjalanan ke Pegunungan Shahikot di sepanjang perbatasan Pakistan, tempat di mana salibis AS melancarkan Operasi Anaconda pada tahun 2002, salah satu pertempuran yang terbesar melawan Taliban dan Al Qaeda
Khan berpikir bahwa ia akan menemukan ruang sidang tepat di desa setempat. “Saya pikir saya akan melihat spanduk dan ruangan yang penuh dengan pegawai dan orang-orang,” katanya. Tapi ternyata itu hanya sebuah pondok berdinding lumpur yang hampir kosong.
Kemudian seorang hakim tiba dengan mengendarai sepeda motor, tidak dengan mobil mewah seperti hakim pemerintah. Hakim tersebut kemudian mengajak Khan ke masjid terdekat di mana kemudian ia mewawancarai Khan dan mencatat hasil wawancara mereka. Hakim itu mengatakan dia akan mengirim beberapa pejuang Taliban untuk menghubungi 10 keluarga Ahmedzais, yang juga mengklaim tanah itu, dan mengundang mereka menghadiri pertemuan.
Sepuluh hari kemudian, sesuai dengan instruksi yang dikirim oleh hakim, Khan, paman-pamannya dan 10 keluarga Ahmadzais kembali ke Shahikot dimana hakim mengantar mereka ke ruang sidang di dekat sana. “Itu adalah pengadilan yang sederhana, hanya ada beberapa buku di ruangan itu, dan dua orang hakim Taliban,” kata Khan.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam itu, kedua belah pihak sama-sama mengklaim tanah yang disengketakan sebagai milik mereka. Pada akhirnya, salah satu hakim membuang beberapa dokumen milik pendukung Ahmedzais’, sambil mengatakan bahwa dokumen-dokumen itu palsu.
“(Di sana) saya benar-benar mendapati bahwa hakim Taliban merupakan ahli dokumen yang adil,” kata Khan. Para hakim itu kemudian menjadwalkan pertemuan berikutnya, kali ini untuk menyertakan kesaksian para saksi mata.
(banan/jabhatalnusrah/arrahmah.com)