By: M. Ridho
Mesjid adalah tempat aktivitas keislaman yang paling utama. Pada zaman Rosulullah SAW, mesjid tidak hanya dijadikan sebagai tempat sholat atau membaca al-quran. Mesjid juga biasa dijadikan tempat membicarakan masalah ummah, menyelesaikan problem rumah tangga, hingga membahas strategi perang.
Madrasah dan Universtas dalam sejarah Islam lahir dari halaqoh-halaqoh kecil yang bermula di mesjid. Mesjid adalah tempat utama bagi kaum muslimin untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka. Itulah yang terjadi di Mesjid “Merah” Lal, Pakistan.
Para jamaah mesjid dan santri dari Jami`ah Hafsah dilingkungan mesjid berusaha menerapkan syariah islam. Di mulai dari mesjid inilah upaya penyelesaian masalah hidup-matinya ummah coba untuk diselesaikan. Awalnya hanya tausyiah untuk menerapkan syariah dan memerangi thogut, kemudian penggerebekan tempat-tempat maksiat, hingga pada penculikan polisi keamanan oleh para santri.
Mesjid, di negeri yang berbatasan langsung dengan tanah jihad Afghanistan tersebut memang terkenal dengan ketegasannya dalam menyuarakan Islam. Akan tetapi, sebelum konflik antara militer versus santri ini berlangsung, mesiid ini memiliki kedekatan dengan para pejabat pemerintah. Semuanya baik-baik saja, hingga rezim sekuler Pakistan yang dipimpin oleh Musarraf memilih untuk menjadi pendukung Bush dalam perangnya melawan terorisme.
Kekerasan dan Thathbiqush Syari`ah
Usaha penerapan syariah adalah usaha yang mulia. Sebab pada dasarnya usaha penerapan syariah adalah implementasi dari syahadah yang di ikrarkan oleh setiap muslim.
Terorisme memiliki tempat dalam syariah. Al-Anfal:60 menyatakan setiap muslim agar membuat takut dan menggetarkan musuh mereka dan orang-orang munafik. Bahkan agar menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari kekuatan hingga kuda yang ditambat secara khusus. Jadi, terorisme adalah masyru` (disyariatkan) dalam Islam.
Pun, demikian dalam ajaran dan konsep-konsep negara moderen. Dalam negara, militer sengaja dipersiapkan untuk mempertahankan diri dan melindungi serta menjaga dari kekuatan musuh. Maka sudah lazim, bahkan wajib hukumnya dalam sebuah negara memiliki kekuatan militer. Permasalahannya, kita perlu membedakan terorisme yang mana yang baik dan mana yang buruk.
Bagi kaum muslimin, tidak ada keburukan dalam syariah Islam. Semua yang ada dan dinyatakan dalam syariah adalah kebaikan. Meskipun terkadang kebaikan itu tampak relatif. Al-Quran menyatakan: “Bolehjadi sesuatu itu kamu anggap baik, padahal sesungguhnya tidak”. Demikian argumentasi al-quran untuk menjelaskan orang yang menolak perang dan anti-kekerasan.
Selanjutnya yang perlu dibahas adalah bagaimana mungkin seseorang menginginkan penerapan syariah (tathbiqus-syariah) sementara ia menolak syariah? Kita memang tidak boleh “main hakim sendiri”. Kita memang tidak boleh melakukan penindasan, karena kedzliman dilarang oleh syari`ah. Namun, itu bukan berarti kita harus menolak kekerasan atau cara-cara ‘anarkis’ yang dilakukan dalam rangka amal jihad dan nahyi munkar.
Pendeskriditan penggunaan cara kekerasan sebagai “anarkis” pun perlu kita kaji dan pahami kembali. Sebab arti yang umum dalam “anarkisme” adalah “ketiadaan negara” atau “penolakan terhadap otoritas negara”. Sementara itu, saat ini kaum muslimin memang tidak memiliki negara Islam. Wajar jika beberapa amal islami dianggap ‘subversif’.
Aqidah dan Syariah
Islam terdiri dari sisi Aqidah dan Syariah. Keduanya saling terikat dan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada muslim yang ikhlas dan ittiba` yang menolak hal ini. Pemisahan antara keyakinan dan amal hanya ada pada paham sekularisme. Karenanya, menjadi wajar jika apa yang diyakini oleh kaum muslimin menjadi wujud dalam amal dan perjuangan.
Dasar dari aqidah Islam adalah tauhid yang terangkum dalam kaimat syahadah. Kalimat Syahadah sendiri telah menyatakan bahwa “tiada ilaah yang hak kecuali aLLoH”. Orang arab seperti Abu Jahal mengerti betul apa makna dan konsekuensi dari kalimat ini, hingga dia menolak untuk mengucapkannya. Dia sadar, bahwa pengakuan terhadap syahadah berarti pertentangan dengan segala hukum, undang-undang dan kekuasaan insani. Syahadah berarti menolak segala bentuk kekuasaan dan menyerahkannya kepada kekuasaan ilahi yang syar`i.
Pelajaran Berharga
Pertentangan kaum muslimin dengan kekuasaan yang dzolim bisa berwujud dalam berbagai bentuk. Penolakan mereka, dapat berupa protes, perang atau futuhat. Hal ini dilakukan kepada siapapun tanpa memandang apakah itu brigade militer, kerajaan, negara kesatuan atau pun imperium adi daya.
Apa yang dilakukan oleh para santri dan jamaah mesjid Lal adalah usaha mereka untuk menolak kedzoliman terbesar (yakni, disingkirkannya hukum Islam). Mereka ingin memerangi sekularisme dan demokrasi agar bisa hidup dalam naungan Islam, sebagai mana penganut sekularisme dan demokrasi berlaku sebaliknya terhadap kaum muslimin.
Hal semisal ini akan terus terjadi dan tidak akan berhenti selama Islam masih ada, dan kaum muslimin masih memiliki kesadaran. Karenanya pengepungan yang dilakukan oleh rezim mussaraf terhadap mesjid dan pengrusakannya terhadap mesjid, hanyalah usaha untuk memperbesar konflik. Perang akan semakin bergejolak dan daerah jihad akan semakin luas, hingga kedzoliman hilang. Karena setiap muslim, siapapun ia akan senantiasa merindukan kehidupan dalam naungan syariah Islam.
wallahu a’lam bish showab..
The State of Islamic Media http://www.arrahmah.com