Oleh Uqie Nai
Member Menulis Kreatif
Masa depan suatu bangsa bisa dilihat dari peran pemudanya. Ungkapan ini mengandung makna kontruktif untuk membangun peradaban di masa mendatang. Pemuda sebagai sosok enerjik, penuh vitalitas, semangat, inovatif dan kreatif memang layak menyandang agen perubahan dan peradaban.
Namun siapa sangka gambaran tersebut tak sepenuhnya benar. Ada banyak derita dan kecewa yang dipendam di balik gelar mulia yang harusnya ada pada setiap pribadi dan jiwa anak muda. Mulai dari pengangguran, tawuran, geng motor dengan kebrutalannya, ditambah lagi dengan maraknya kasus bunuh diri hingga terjebak dalam kondisi rusak seperti konsumerisme, hedonisme, FOMO, Judol, game online, dan seks bebas telah menambah daftar panjang betapa mengkhawatirkan nasib anak bangsa hari ini.
Pada 22 Oktober 2024 lalu, terjadi kehebohan di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi. Seorang remaja laki-laki dengan inisial M (18) diduga melompat dari gedung parkir di mall tersebut. Remaja dengan ciri-ciri mengenakan seragam sekolah kemeja lengan panjang dan celana panjang putih tergeletak tanpa nyawa.
Setelah tiga hari jasad korban disimpan di kamar mayat, pihak keluarga pun menjemput jenazah AM di RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid, Kamis (24/10) pukul 22.00 WIB. Menurut keterangan orangtua korban, anaknya memang sering keluar rumah dan jarang pulang sebelum akhirnya dikabarkan meninggal dengan cara yang tidak terduga. (Kompas com, 25/10/2024)
Virus Kapitalisme Melemahkan Mental Gen Z
Berdasarkan penelitian, depresi merupakan salah satu jenis gangguan mental yang rentan dialami oleh Generasi Z atau Gen Z. Di antaranya penelitian dari University College London yang menyebut tingkat depresi Gen Z dua pertiga lebih tinggi daripada millenial. Dan menurut hasil riset Pew Research Center, terdapat 70 persen remaja dari berbagai ras, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan keluarga mengalami kecemasan dan depresi.
Sementara McKinsey Health Institute menyebut, perempuan Gen Z dua kali lipat lebih berisiko memiliki kesehatan mental yang buruk jika dibandingkan dengan laki-laki. Dan beberapa faktor khusus usia juga dapat memengaruhi kesehatan mental Gen Z, seperti tahap perkembangan, tingkat keterlibatan dengan layanan kesehatan, sikap keluarga atau masyarakat, dan media sosial. Dari 42 ribu responden (dari 26 negara) lebih dari sepertiga responden Gen Z mengaku menghabiskan lebih dari dua jam sehari untuk menggunakan media sosial. Mereka mengakui jika media sosial sangat memengaruhi kesehatan mental termasuk memberikan dampak negatif berupa rasa takut tertinggal tren baru atau Fear of Missing Out (FOMO), khawatir terhadap citra tubuh, dan kepercayaan. (https://rsj.acehprov.go.id/)
Problematika yang dihadapi Gen Z memang bukan kaleng-kaleng. Bukan hanya moral dan fisik tapi juga psikis dengan mental health-nya yang harus mendapat perhatian sekaligus solusi yang bersifat komprehensif. Salah satunya adalah mereduksi pemahaman sekuler melalui sistem pendidikan dan metologinya; membangun kontrol keluarga dan masyarakat; membatasi penggunaan gadget berikut konten unfaedahnya; menyibukkan Gen Z pada kegiatan positif; dan terakhir adalah hadirnya peran negara sebagai pelindung dan pelayan umat.
Mereduksi pemahaman sekuler pada diri Gen Z bukanlah perkara yang mudah tapi juga tidak bisa dibilang sulit. Pemahaman sekuler ini datang akibat adanya sistem kufur bernama kapitalisme. Sistem buatan manusia dengan segala kelemahannya ini coba mengatur kehidupan manusia dengan standar materi dan manfaat. Sementara peran agama dijauhkan sejauh-jauhkan hingga kerusakan terjadi di semua aspek.
Karena pemahaman sekuler kapitalis ini pula produktivitas yang dimiliki Gen Z dibajak dan disesatkan. Dan pada saat yang sama, Gen Z ditekan oleh biaya kuliah yang mahal meski sekalipun di kampus negeri. Mereka menjadi korban komersialisasi pendidikan. Sedangkan tingkat pendapatan keluarga makin menurun, daya beli rendah, dan tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya kalangan menengah harus turun menjadi kelas miskin.
Potret pendidikan kapitalistik telah nyata menggiring generasi pada pribadi yang hedonis dan konsumeristik. Bahkan ada yang terjerat Pinjol dan berakhir bunuh diri. Ini selaras dengan kurikulum Barat yang ingin mencetak generasi Islam menjadi pragmatis dan sekuler. Sekolah tak lagi dianggap tempat aman menuntut ilmu dengan maraknya kasus bullying, tawuran, dan pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru kepada muridnya.
Kerusakan akibat sistem kufur di atas berbanding lurus dengan minimnya kontrol keluarga, masyarakat, terutama negara. Keluarga dan masyarakat yang juga terpengaruh sistem buruk kapitalisme sibuk dengan urusan pribadi dan sibuk mencari pundi rupiah ketimbang mendidik dan mengawasi pergaulan anak-anak mereka. Sementara negara yang harusnya memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat justru menjadi vampir penghisap darah rakyat melalui pajak dan sejumlah kebijakan zalim. Salah satu contohnya adalah pembiaran terhadap media dengan konten dan aplikasi merusak.
Aktivasi Gen Z dengan Tsaqafah Islam
Generasi Z adalah para agen peradaban. Untuk itu mereka harus dipersiapkan fisik dan mentalnya menjadi pejuang, bukan pecundang. Mereka adalah kunci kebangkitan umat agar terwujud sistem pemerintahan yang menerapkan aturan sahih yang mendatangkan kemaslahatan untuk Gen Z dan seluruh masyarakat.
Islam adalah jawaban atas kunci kebangkitan tersebut. Generasi muda akan ditempa melalui proses pembinaan mengenai akidah Islam, aktivitas dakwah menuju tegaknya pemerintahan Islam untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam melalui metode dakwah Rasulullah saw.
Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah (tidak memperturutkan hawa nafsu).” (HR Ahmad dan ath-Thabrani)
Metode pembinaan sangat penting bagi identitas dan produktivitas generasi sebagaimana Rasulullah saw. membina para sahabat di Makkah untuk mempersiapkan mereka menjadi bibit-bibit unggul menuju tegaknya Daulah Islam yang pertama di Madinah sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam kaffah. Sebut saja di antaranya Mush’ab bin Umair. Sosok pemuda bangsawan, rupawan, cerdas, dan piawai berorasi mengopinikan Islam. Meski dikucilkan oleh keluarga dan dicabut semua fasilitas kemewahan serta kebangsawanannya, langkah perjuangannya untuk Islam tak pernah surut.
Dalam pembinaan Rasulullah saw, Mush’ab ra. tampil menjadi pemuda yang luar biasa dan menjadi pembuka pintu Nashrullah di Madinah. Dakwahnya selama satu tahun telah berhasil mengharumkan Islam dengan adanya penyerahan kekuasaan dari penduduk Madinah ke tangan Rasulullah. Dialah sosok sahabat dan pemuda good looking, yang diaktivasi oleh tsaqafah Islam. Mush’ab ra. berhasil menjadi agen perubahan dan terwujudnya peradaban Islam nan gemilang.
Wallahu ‘alam bis Shawwab