JAKARTA (Arrahmah.com) – Mantan Ketua DPR Marzuki Alie mengirimkan pesan lewat WhatsApp kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal sejumlah permasalahan hukum yang menimpa Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Dalam pesan tersebut, Marzuki menyayangkan pemerintah dalam hal ini melalui PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang meminta agar pimpinan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, Habib Rizieq untuk menyerahkan tanah di Megamendung untuk dikosongkan paling lambat tujuh hari terhitung sejak surat somasi diterima.
Di dalam surat somasi itu, menyatakan ada permasalahan penguasaan fisik tanah hak guna usaha (HGU) PTPN VIII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 31,91 ha di Megamendung oleh Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sejak 2013.
Berikut ini isi lengkapnya pesan Marzuki Alie, Jumat (25/12/2020).
Bismillah, ini suara hati, disampaikan kepada penguasa negeri ini, lewat saudaraku Prof Mahfud.
Tanah HGU Mega Mendung yg dimanfaatkan oleh HRS untuk pesantren, adalah tanah negara HGU yang sudah puluhan tahun digarap rakyat. Kemudian dibebaskan oleh HRS dengan mempergunakan dana ummat termasuk dana HRS sekeluarga.
Tanah tsb dibebaskan dan diwakafkan untuk kepentingan pendidikan.
Saat ini tanah itu digugat kembali oleh PTPN, terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, tp tanah itu bermanfaat untuk ummat.
HRS ada kesalahan, bahasa terlalu kasar dalam berdakwah, apakah itu dibenarkan atau salah, saya bukan ahlinya untuk mendebatkan.
Saya memohon, demi kepentingan ummat, HRS boleh dihukum kalau dinyatakan bersalah oleh pengadikan, tp assets yang bermanfaat untuk ummat sebaiknya jangan turut dihabisi. Terus terang hati ini sangat tidak terima, pdahal banyak koruptor, assetsnya tidak dihabisi, justru hidup enak di penjara, keluar kembali hidup mewah. Belum lagi jutaan ha yang dikuasai konglomerat, pasti banyak pelanggaran hukum di dalamnya.
SBY sendiri saya kritik, krn membiarkan konglomerat2 itu menguasai lahan yang rarusan ribu ha, dengan alasan mereka mendapatkan sesuai aturan, tp aturan tanpa melihat keadilan, maka aturan itu dzolim.
Mohon prof, dengan amanah kekuasaan saat ini, berpihaklah sedikit demi keadilan, yang dirasakan semakin sulit di negeri ini. Semua bisa berargumentasi bahwa hukum ditegakkan, tp hati nurani kita pasti berbicara tentang benar dan salah.
Mohon maaf, klo tidak berkenan, wa ini dihapus saja, tp bila tersentuh utk berbuat, saya berdoa semoga Allah akan menolong siapapun yang berbuat dengan niat baik dan ikhlas. Wass MA.
esantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI Megamendung disomasi untuk segera dikosongkan dan menyerahkan lahan dalam waktu sepekan oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
“Penyerahan harus dilakukan dalam waktu 7 hari sejak surat itu diterima, jika tidak maka akan dilaporkan ke Kepolisian,” kata Mohamad dalam surat somasi PTPN VIII bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tanggal (18/12/2020).
Dalam surat itu disebutkan, somasi dilakukan sebab pendirian Ponpes di lahan milik PTPN VIII yang berlokasi di Desa Kuta seluas 30.91 hektar itu tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.
“Dengan (Surat Somasi) ini kami memberikan kesempatan terakhir serta memperingatkan Saudara untuk segera menyerahkan lahan tersebut kepada kami,” kata Mohamad dalam somasinya.
Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar membantah ponpes milik Rizieq Shihab itu telah menyerobot lahan milik PTPN VIII.
Menurut Aziz, sesuai penjelasan Habib Rizieq Shihab dalam peletakan batu pertama pendirian menyebut, HGU lahan tersebut memang milik PTPN VIII, namun PTPN telah menelantarkan lahan tersebut dan tidak pernah menguasai fisik selama 30 tahun.
“Dalam Undang-Undang agraria tahun 1960 kan jelas, jika pemilik HGU menelantarkan maka kepemilikan HGU akan dibatalkan. Otomatis klaim PTPN batal dengan sendirinya,” kata Aziz, Rabu (23/12/2020).
Aziz menjelaskan, pada saat tanah itu dijual kepada Habib Rizieq Shihab, masyarakat sudah menggarap lahan yang ditelantarkan PTPN VIII selama lebih dari 30 tahun.
“Kita bangun Ponpes di lahan itu bukan merampas, tapi membayar kepada petani yang datang dengan membawa surat yang ditanda tangani oleh Pejabat setempat dan dokumennya lengkap, sudah ditembuskan ke Bupati dan Gubernur sebagai perwakilan institusi Negara,” ungkap Aziz.
Aziz Yanuar menegaskan, apa yang dilakukan PTPN adalah zalim karena ingin mengusir mereka dari lahan tersebut.
Aziz mengatakan, FPI siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, namun meminta PTPN lakukan ganti rugi uang yang sudah dikeluarkan untuk beli over-garap tanah dari petani dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan.
(ameera/arrahmah.com)