BAGHDAD (Arrahmah.id) — Mirip yang terjadi di Sri Lanka, warga Irak menyerbu istana Presiden dan pesta di kolam renang. Di Sri Lanka, hal tersebut terjadi pada bulan lalu, tepatnya pada Sabtu (9/7/2022), ketika warga berdemonstrasi menutut Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur sebagai presiden.
Sri Lanka sedang mengalami krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah. Sementara di Irak, ratusan pengunjuk rasa yang marah menyerbu Istana Presiden atau Istana Republik Irak pada Senin (29/8/2022).
Kekerasan meletus di ibu kota Baghdad setelah para demonstran merobohkan gerbang Istana Republik dan menerobos masuk ke dalam gedung.
Protes terjadi setelah pendeta Syiah berpengaruh Muqtada al-Sadr menyatakan berhenti dari politik untuk selamanya. Hal ini memicu kemarahan dari ribuan pengikut setianya.
Dilansir dari The Sun (30/8), demonstran terlihat berenang di kolam di dalam istana. Itu adalah sebuah bangunan di dalam Zona Hijau Ibu Kota yang menampung kompleks pemerintah dan kedutaan.
Para pengunjuk rasa juga duduk-duduk di kursi berlengan di ruang pertemuan, sementara yang lain mengibarkan bendera Irak dan mengambil foto diri mereka sendiri. Namun, kerusuhan berubah menjadi kekerasan ketika militer Irak dilaporkan melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan besar itu.
Jam malam nasional untuk warga sipil dan kendaraan telah diumumkan pada Senin mulai dari jam 7 malam waktu setempat.
Pasukan keamanan Irak menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa di pintu masuk ke zona pemerintah yang dijaga ketat ketika puluhan pemuda saling melempar batu dalam pertempuran jalanan.
Beberapa wartawan menyaksikan tembakan terdengar di pusat kota Baghdad. Tembakan tersebut tampaknya dari senjata yang ditembakkan ke udara.
Rekaman video mengejutkan dari dalam istana menunjukkan bentrokan pecah antara pengunjuk rasa dan polisi yang menggunakan tongkat yang mengenakan rompi anti peluru.
Militer Irak mengaku telah melakukan upaya pengendalian diri dan perilaku tingkat tertinggi untuk mencegah bentrokan atau pertumpahan darah Irak.
Ini menyusul ketegangan dan protes selama berminggu-minggu yang dipicu oleh keputusan Sadr untuk menarik seluruh partai politiknya dari parlemen Irak.
Sadr memenangkan pangsa kursi terbesar dalam pemilihan Oktober 2021 di Irak, tetapi gagal membentuk pemerintahan mayoritas, yang menyebabkan krisis politik besar di Irak.
Pada bulan Juli, Mohammed Shiya al-Sudani dinominasikan untuk memimpin negara.
Hal ini dilaporkan memicu gelombang protes dari para pendukung Sadr.
Para pendukungnya telah menyerukan agar parlemen dibubarkan dan diadakan pemilihan umum baru.
Selama berminggu-minggu mereka telah melakukan aksi duduk di luar parlemen Irak, setelah awalnya menyerbu interior legislatif pada 30 Juli.
Sadr pernah memimpin milisi melawan pasukan pemerintah Amerika dan Irak menyusul penggulingan diktator Saddam Hussein.
Irak telah dirusak oleh konflik selama beberapa dekade dan korupsi endemik. Pendukung Sadr memandang Sadr sebagai pejuang antikorupsi. (hanoum/arrahmah.id)