TEL AVIV (Arrahmah.id) – Seorang warga “Israel” yang pernah ditawan oleh Hamas, menceritakan bahwa pasukan “Israel” menembak ibunya saat akan dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang berlaku akhir November lalu.
Cerita itu muncul saat mantan tawanan itu melakukan wawancara dengan media “Israel”, Channel 12. Dia mengatakan sayap kelompok Hamas, Brigade Al Qassam, membawa para tawanan menggunakan traktor.
Pasukan “Israel”, kata dia, lantas menembaki kendaraan itu.
“Ibu saya, yang sangat saya sayangi, tewas. Saya terluka di punggung, dan saudara laki-laki saya terluka di kaki,” kata perempuan itu, seperti dilansir dari Anadolu Agency pada Rabu (20/12/2023).
Pembebasan tawanan itu merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara “Israel” dan Hamas. Di bawah perjanjian ini, kedua belah pihak setuju bertukar tahanan selama gencatan senjata berlangsung.
Gencatan senjata itu berlangsung pada 24 November dan diperpanjang dua kali hingga 30 November.
Usai gencatan senjata berakhir, “Israel” kemudian menggempur habis-habisan warga dan objek sipil seperti kamp pengungsian serta rumah sakit di Palestina.
Serangan “Israel” ke tawanan yang disandera Hamas menjadi sorotan. Pekan lalu, mereka menembak mati tiga tawanan Hamas.
Penembakan itu memicu protes keluarga tawanan yang masih tersisa dan yang kerabatnya masih ditahan.
Mereka cemas kerabat mereka mengalami insiden serupa, sementara pemerintah “Israel” hanya memikirkan ambisinya untuk melenyapkan Hamas.
Berkenaan dengan itu, protokol Hannibal pun menjadi perbincangan.
Protokol tersebut bertujuan mencegah pembayaran harga tinggi bagi para tawanan, mengizinkan pemusnahan sandera dan penyandera jika upaya penyelamatan gagal.
“Israel” selama beberapa dekade menyembunyikan protokol tersebut. Masyarakat baru mengetahui protokol ini pada 2003, ketika dokter “Israel” Avner Shiftan, yang bertugas sebagai tentara cadangan di Lebanon, mengungkapkan protokol itu ke surat kabar Haaretz. (Rafa/arrahmah.id)