Hatice Ahmet, yang ditangkap oleh pasukan rezim di Suriah bersama empat temannya, tidak bisa melupakan siksaan yang telah dia alami di penjara bawah tanah rezim Bashar Asad.
Korban yang berusia 38 tahun itu ditangkap empat tahun lalu di Damaskus karena diduga memberikan senjata kepada oposisi bersama teman-temannya. Dia dibebaskan setahun kemudian setelah tidak ada dakwaan yang dapat dibuktikan terhadapnya.
“Di sana gelap gulita. Mereka akan menyalakan lampu hanya ketika pemukulan dan penyiksaan akan dimulai,” katanya, dia juga menambahkan bahwa dia disiksa dengan sengatan listrik, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
Suriah terjebak dalam konflik yang menghancurkan sejak awal 2011, ketika rezim Asad menindak demonstran dengan peluru tajam dan pasukan bersenjata.
Sejak itu, menurut PBB, ratusan ribu orang telah terbunuh dan lebih dari 10 juta orang terlantar, sementara wanita dan anak-anak terus menanggung beban penuh dari konflik.
“Saya tidak melihat matahari selama setahun, saya mengalami berbagai macam siksaan di penjara bawah tanah. Itu adalah hari-hari paling menyakitkan dalam hidupku,” kata Ahmet.
Ahmet mengatakan bahwa dia melihat teman-temannya yang ditangkap bersamanya selama dua minggu, tetapi tidak pernah mendengar kabar dari mereka lagi.
“Kegelapan menggandakan rasa sakit, dan jarak dari teman-temanku telah menghancurkan semua harapanku,” imbuhnya.
“Mereka membiarkanku pergi ketika aku terbukti tidak bersalah. Tapi, aku tidak bisa membuka mata untuk waktu yang lama setelah aku keluar,” ungkapnya, menunjukkan bahwa matanya harus beradaptasi dengan cahaya setelah satu tahun terkurung dalam penjara bawah tanah.
“Pikiranku selalu bersama teman-temanku. Kami bahkan tidak tahu apakah mereka masih hidup. Saya harap kita tidak akan mengalami kesakitan seperti ini lagi. Saya harap konflik yang dihadapi negara saya saat ini akan hilang,” imbuhnya.
Ahmet, suaminya dan anak mereka bermigrasi ke kamp pengungsi internal di Idlib Suriah setelah pembebasannya untuk memulai kehidupan baru. Tapi kebahagiaan mereka berumur pendek. Suaminya harus meregang nyawa karena serangan udara rezim.
Sekarang, mereka hidup sebagai pengungsi di distrik Reyhanli, Turki, berbatasan dengan Suriah.
Menurut LSM Gerakan Hati Nurani Internasional, lebih dari 13.500 wanita telah dipenjara sejak konflik Suriah dimulai, sementara lebih dari 7.000 wanita masih ditahan, di mana mereka menjadi sasaran penyiksaan, perkosaan dan kekerasan seksual.
Gerakan ini adalah aliansi individu, kelompok hak asasi dan organisasi yang bertujuan untuk mengamankan tindakan mendesak untuk pembebasan perempuan dan anak-anak di penjara rezim Suriah. (rafa/arrahmah.com)