JAKARTA (Arrahmah.com) – Gulbakhar Cililova, mantan tahanan kamp reedukasi mengaku mendapat amanah dari masyarakat Uighur, khususnya yang ditahan di kamp “reedukasi” di Cina, untuk menyampaikan penindasan yang dialami muslim Uighur kepada dunia.
“Mereka (masyarakat Uighur) berkata kepada saya, bahwa kami di sini tidak tahu bagaimana keluar. ‘Ketika kamu keluar, saya amanahkan kamu agar dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi’,” ujar Gulbakhar dalam acara diskusi “Kesaksian dari Balik Penjara Uighur”, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1/2019), seperti dilansir INA News Agency.
Dalam diskusi yang diinisiasi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap dan Jurnalis Islam Bersatu (JITU) itu, Gulbakhar juga menceritakan penderitaan yang dialami oleh Muslim Uighur.
“Pernah satu hari saya dibawa ke rumah sakit di kamp tersebut, dan saya melihat seseorang dibawa dari penjara, para sipir mengatakan tahanan itu akan dibebaskan, namun sejatinya mereka ternyata dihukum mati,” ujar ibu dari tiga anak ini.
Gulbakhar menceritakan ketika ada warga yang ditahan pingsan, saat itu ada seorang ibu pingsan, dan ada tahanan lain yang ingin menolong, tahanan itu langsung disiksa.
Ia juga bercerita, ada seorang wanita yang melahirkan di dalam kamp. Ketika baru melahirkan di ruangan tempat muslim Uighur ditahan, pihak pemerintah Cina langsung merebut bayi tersebut, dan tidak membiarkan wanita tersebut menyusuinya.
“Saya baru diinterogasi ketika sudah masuk bulan ketiga di tahanan. Saya diperiksa selama 24 jam tanpa diberi makan dan minum. Bahkan saya diancam ditahan selama sepuluh tahun. Di kamp tersebut, sudah ada muslim yang ditahan selama tiga puluh tahun lebih,” jelasnya.
Diskusi ini juga menghadirkan Senior Vice President ACT, Syuhelmaidi Syukur, Muzammil Yusuf, Anggota DPR RI, Seyit Tumturk, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur (Uighur), Haeril Halim, Tim Komunikasi & Advokasi Amnesti Internasional Indonesia, dan Pizaro, Ketua Umum JITU.
*sumber: INA News Agency
(haninmazaya/arrahmah.com)