KUALA LUMPUR (Arrahmah.id) – Mantan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin didakwa melakukan penyalahgunaan wewenang dan pencucian uang sehubungan dengan pemberian kontrak-kontrak pemerintah selama pandemi Covid-19.
Muhyiddin, yang memimpin negara itu dari Maret 2020 hingga masa terburuk pandemi, mengaku tidak bersalah atas enam dakwaan di pengadilan Kuala Lumpur pada Jumat pagi (10/3/2023), lansir Al Jazeera.
Tuduhan tersebut diajukan setelah Muhyiddin diinterogasi oleh para penyelidik dari badan anti-korupsi Malaysia selama beberapa jam pada Kamis (9/3) terkait program bantuan pemerintah yang diperkenalkan oleh pemerintahnya untuk membantu kontraktor bangunan selama lockdown virus corona.
Dia menghadapi empat tuduhan penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan 232,5 juta ringgit ($51,40 juta), dan dua tuduhan pencucian uang yang melibatkan 195 juta ringgit.
Muhyiddin, yang koalisinya Perikatan Nasional (PN) yang didominasi etnis Melayu kalah dalam pemilihan umum, sebelumnya menyebut penyelidikan ini bermotif politik.
Dia adalah mantan pemimpin kedua yang menghadapi tuduhan korupsi setelah Najib Razak yang menjabat sebagai perdana menteri hingga Mei 2018 ketika koalisi Barisan Nasional yang dulunya dominan di bawah Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) kehilangan kekuasaan untuk pertama kalinya di tengah kemarahan rakyat atas skandal miliaran dolar di dana negara 1MDB.
Najib mulai menjalani hukuman penjara 12 tahun atas tuduhan terkait 1MDB pada Agustus lalu setelah pengadilan tinggi Malaysia menolak banding terakhirnya. Dia juga menghadapi sejumlah kasus lain yang terkait dengan dugaan kesalahan di dana tersebut.
Muhyiddin, yang merupakan anggota lama UMNO sebelum dia keluar karena skandal 1MDB, menghadapi hukuman 15 tahun penjara jika terbukti bersalah atas pencucian uang, hingga 20 tahun untuk penyalahgunaan kekuasaan serta denda yang berpotensi besar.
‘Penuntutan yang tebang pilih’
Puluhan orang berkumpul di pengadilan untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Muhyiddin, beberapa di antaranya mengenakan bandana bertuliskan ‘Abah’, panggilan Muhyiddin untuk dirinya sendiri selama pandemi. Rekan-rekan senior dari Partai Bersatu juga hadir di pengadilan.
Hamzah Zainuddin, sekretaris jenderal partai dan mantan menteri dalam negeri, mengatakan kepada wartawan di luar pengadilan bahwa dakwaan tersebut merupakan “penuntutan tebang pilih”.
Tuntutan tersebut berkaitan dengan tuduhan bahwa para kontraktor membayar uang kepada Bersatu sebagai imbalan atas proyek-proyek.
“(Muhyiddin) tidak terlibat sama sekali,” kata Hamzah. “Banyak orang yang memberikan dana kepada partai.”
Setelah menjadi perdana menteri, Anwar mengatakan bahwa ia akan meninjau miliaran dolar proyek pemerintah yang diberikan selama pemerintahan Muhyiddin, termasuk program bantuan Covid-19.
Dia mengatakan bahwa dia tidak ikut campur dalam penyelidikan korupsi yang melibatkan Muhyiddin, dan menyerahkannya kepada lembaga penegak hukum untuk menanganinya.
Muhyiddin diberikan jaminan sebesar 2 juta ringgit Malaysia ($442.674) oleh hakim dan diminta untuk menyerahkan paspornya.
Muhyiddin menjadi perdana menteri Malaysia setelah terjadi perebutan kekuasaan internal di dalam koalisi reformis yang berkuasa pada Mei 2018.
Dia memberlakukan karantina wilayah Covid-19 yang ketat beberapa minggu setelah menjabat dan berusaha memberlakukan keadaan darurat di tengah pertanyaan tentang sejauh mana dukungannya di parlemen.
Di tengah perebutan kekuasaan yang terus-menerus dan meningkatnya Covid-19, ia akhirnya mengundurkan diri pada Agustus 2021 setelah 17 bulan berkuasa dan digantikan oleh Ismail Sabri Yaakob dari UMNO. (haninmazaya/arrahmah.id)