TEL AVIV (Arrahmah.id) – Seorang pensiunan perwira senior di Pasukan Pertahanan “Israel” (IDF) telah memperingatkan adanya peningkatan kekuatan militer tentara Mesir di Sinai sejak 2004, dan terutama sejak 2008. Letnan Kolonel Eli Dekel, yang berspesialisasi dalam sistem infrastruktur di negara-negara Arab, menerbitkan sebuah laporkan tentang ini di situs berita Nziv.
Dekel mulai meneliti laporannya – “Konsep perdamaian dengan Mesir yang belum dibahas” – dan menyelidiki masalah ini enam tahun lalu, dan dia mencapai kesimpulan yang berbahaya. Sejak 2014, katanya, tentara Mesir telah memperluas infrastruktur militernya di Sinai secara signifikan, Russia Today melaporkan.
“Pada 2014, setelah masa kerusuhan regional dan penggulingan Ikhwanul Muslimin dari kekuasaan di Mesir pada 2013, pembangunan infrastruktur militer di Sinai dipercepat, dan pada saat yang sama proses pembelian senjata canggih mulai dilakukan,” tulis Dekel. “Proses ini membuat tentara Mesir menduduki peringkat ke-12 tentara paling kuat di dunia dan mendorong “Israel” ke peringkat ke-18 secara global.”
Dia menambahkan bahwa: “Fenomena meresahkan dari peningkatan kekuatan tentara Mesir secara signifikan dan pembangunan infrastruktur militer yang intensif, terutama di Sinai dan di kedua sisi Terusan [Suez], tidak membuat khawatir masyarakat di “Israel”, termasuk para veteran militer senior yang saya ajak bicara di lembaga penelitian akademis, komentator dan jurnalis, termasuk jurnalis urusan militer yang diberi makan oleh sistem keamanan “Israel” dengan konsep bahwa, setelah Mesir menerima sejengkal terakhir tanah Sinai dari “Israel”, Mesir tidak punya hak untuk melakukan hal yang akan merugikan “Israel”. Namun yang terjadi justru sebaliknya, hubungan yang bermusuhan (dikenal sebagai perdamaian dingin) semakin meningkat dan Mesir mempertahankan kerja sama keamanan dengan “Israel”, yang kini dilarang untuk dipublikasikan.”
Pensiunan perwira “Israel” itu mengkritik kepemimpinan politik dan keamanan di “Israel” karena memperlakukan Mesir sebagai negara sahabat dan bukan musuh. Dia menekankan bahwa hal ini menimbulkan ancaman keamanan bagi “Israel”, dan bahwa “Israel” perlu mengarahkan sumber daya militer untuk melindungi diri dari ancaman ini.
Dekel juga memperingatkan agar tidak terulangnya Perang Oktober 1973 dan kegagalan intelijen “Israel” mengantisipasi serangan mendadak Mesir terhadap “Israel”. Dia menjelaskan bahwa ketika para intelektual dan mereka yang tertarik dengan urusan Mesir di “Israel” bertanya tentang bahaya yang ditimbulkan oleh penguatan kekuatan militer tentara Mesir, mereka menggunakan alasan berikut:
Mesir semakin menguat akibat ancaman Ethiopia yang mencuri air Sungai Nil dari Mesir.
Mesir semakin memperkuat diri akibat ancaman dari faksi yang berbasis di Tripoli di Libya (faksi di Benghazi yang dikendalikan oleh Khalifa Haftar, yang merupakan sekutu Mesir).
Mesir bercita-cita untuk memimpin Afrika dan negara Arab, dan senjata tersebut bertujuan untuk menunjukkan kepada semua negara di dunia ukuran dan status Mesir.
Menurut Dekel, melalui laporannya, dia telah membantah semua klaim di atas, dan menekankan bahwa Mesir merupakan ancaman keamanan bagi “Israel” dan terus mempersiapkan semacam perang di masa depan melawan negara pendudukan tersebut.
“Bahkan jika penilaian saya terhadap niat perang Mesir pada dasarnya salah,” ia menyimpulkan, “dan Presiden Mesir Al-Sisi hanya berpikir baik tentang “Israel”, namun bagi saya tampaknya kurangnya persiapan tentara “Israel” dalam menghadapi potensi konfrontasi militer dengan Mesir merupakan sebuah kelalaian.” (zarahamala/arrahmah.id)