LONDON (Arrahmah.com) – Seorang ulama yang dicap radikal oleh pemerintah Inggris, Syaikh Anjem Choudary, dibebaskan dari penjara pada Jumat (19/10/2018) setelah menjalani separuh hukumannya karena dituduh mendukung kelompok Daesh, media Inggris melaporkan.
Pria berusia 51 tahun itu dipenjara selama lima setengah tahun pada tahun 2016, dan akan menjalani sisa hukumannya di bawah perintah pengawasan ketat yang telah dibebaskan dari penjara Belmarsh, dekat London.
Dia diperkirakan akan kembali ke rumahnya di Ilford, timur London, meskipun tidak akan dapat menggunakan perangkat apapun yang memiliki akses internet tanpa izin, demikian laporan BBC.
Pembatasan lain dilaporkan termasuk larangan meninggalkan Inggris tanpa izin dan menghadiri masjid-masjid tertentu dan ia hanya akan diizinkan untuk bertemu dengan orang-orang yang disetujui oleh polisi.
Syaikh Anjem Choudary adalah mantan kepala Islam4UK atau Al-Muhajjirun, kelompok yang sekarang dilarang didirikan bersama oleh Omar Bakri Muhammad yang menyerukan hukum Islam di Inggris.
Selama dua dekade, mantan pengacara keturunan Pakistan ini menjadi penceramah paling terkemuka di Inggris.
Di antara mereka yang sempat aktif bersama MuHajjiroun adalah pembom bunuh diri yang menewaskan 52 orang di sistem transportasi umum London pada Juli 2005, dan orang-orang yang membunuh tentara Lee Rigby di ibukota pada 2013, kata polisi.
Pengadilan mendengar bahwa Syaikh Anjem Choudary telah menyiarkan pidato-pidato yang mengakui Abu Bakr Al-Baghdadi sebagai pemimpin Daesh.
Choudary dan rekannya terdakwa Mohammed Rahman ditangkap oleh petugas dari Komando Anti Terorisme Polisi Metropolitan pada 25 September 2014.
Ayah lima anak ini sebelumnya menjadi berita utama karena mengorganisir acara bertajuk Syaikh Usamah bin Laden di London pada tahun 2011.
Dia juga termasuk kelompok yang membakar bunga poppy, simbol peringatan kematian dalam perang, selama protes Hari Gencatan Senjata di ibukota Inggris pada tahun 2010.
Dalam sebuah wawancara tahun 2014 dengan AFP, Choudary menyerukan kepada wartawan barat, warga sipil dan pasukan di “negara-negara Muslim” untuk “sepenuhnya mundur dan memungkinkan penerapan Syariah.”
Mantan kepala unit teror polisi Inggris Richard Walton menyebutnya sebagai “teroris berbahaya” yang memiliki “pengaruh besar terhadap ekstremisme Islam di negara ini.” (Althaf/arrahmah.com)