JAKARTA (Arrahmah.com) – Beberapa waktu yang lalu Forum Rohaniawan se-Jakarta mendesak pemerintah pusat mencabut wewenang pemda untuk mengatur pendirian rumah ibadah. Mereka menuntut hal tersebut karena dinilai kerap mengeluarkan aturan yang melanggar hak beribadah. Senada dengan itu, Persatuan Gereja Indonesia melalui ketua umumnya pendeta Karel Erari juga menyatakan pemerintah telah melanggar konstitusi negara dengan adanya peraturan tersebut. “Negara absen dan melanggar konstitusi itu pelanggaran berat terhadap kehidupan beragama karena itu PBM harus dicabut tanpa syarat.” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ustadz Bernard Abdul Jabbar selaku mantan misionaris mengatakan selama ini kasus-kasus pendirian rumah ibadah seperti gereja liar itu disebabkan adanya pelanggaran hukum didalamnya, bukan pelarangan ibadah.
“Selama ini kasus-kasus gereja liar seperti dalam kasus GKI Yasmin, Ciketing serta lainnya mereka terbukti menggunakan cara-cara licik seperti penipuan tandatangan, pemalsuan surat dan sebagainya. Itulah yang menyebabkan sumber konflik. Namun dengan dukungan media mereka membalikkan opini seolah-olah dilarang beribadah” ujarnya kepada Suara Islam Online.
Ustadz yang aktif di Forum Umat Islam (FUI) pusat ini mengingatkan agar waspada terhadap strategi kaum salibis untuk memurtadkan umat Islam.
“Kita harus waspada karena ternyata pertumbuhan gereja di Indonesia sangat pesat, data Kemenag tahun 2010 pertumbuhan gereja hampir 300 persen, dan mereka berencana pada tahun 2020 akan mengadakan masa tuaian hasil pemurtadan di Indonesia yang targetnya setengah penduduk Indonesia. Dan salah satu bentuk usahanya mereka mempersiapkan gereja sebanyak-banyaknya untuk menampung target mereka.” pesannya.
Program kristenisasi memang sudah diinstruksikan oleh para pemimpin mereka, seperti Instruksi Paus Paulus Yohanes II sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik. Dia mengatakan “Diserukan agar semua umat Katolik dan gereja harus mengambil tindakan untuk meyebarkan agama katolik dan melakukan kristenisasi terhadap semua bagian dunia (to evangelise in all part of the world) termasuk pada negeri-negeri Islam dimana hukum Islam melarang perpindahan agama dan dia menyerukan “Open the door’s to Christ” bukalah pintu untuk Yesus.” Informasi tersebut tertulis dalam berita bulanan majalah “The Straits Time” edisi 24 Januari 1991 sebagai fatwa atau edaran kepada umat katolik dunia yang disebut sebagai “Redemtory Missio atau “The Churchs Missionary Mandate,” papar Ustadz Bernard.
Pemurtadan bukan isapan jempol belaka, upaya-upaya tersebut selama ini sudah berlangsung di berbagai tempat di Indonesia. “Mereka menggunakan berbagai cara seperti modus menolong korban bencana gempa di Padang, memberikan uang sambil dihibur namun akhirnya dibaptis bersama-sama, lalu di Bekasi ada pembaptisan masal berkedok karyawisata, pemurtadan dalam dunia pendidikan berkekod mobil pintar, bahkan terang-terangan di tempat umum mengumumkan ajang cari jodoh di gereja dan berbagai kasus lainnya yang berhasil kita ungkap bukti-buktinya,” jelasnya.
“Sekali lagi umat Islam harus mewaspadai gerak gerik rencana mereka sebagai mana firman Allah Swt “dan jaganlah kalian (orang-orang Islam) terperdaya oleh gerak gerik orang-orang kafir di negeri kamu” sebab mereka akan selalu berbuat apa saja dengan cara halus atau kasar sebagaimana strategi “licik seperti ular, santun seperti merpati” itu ada di Injil mereka, Matius 10 ayat 16,” pesan mantan penginjil ini.
Berkaitan aturan rumah ibadah, Ustadz Bernard menyerukan umat Islam untuk mengawal jangan sampai dicabut. “Strategi mereka selama ini terbentur dengan adanya aturan SKB tersebut, makanya mereka berusaha mencabutnya agar dapat memuluskan rencananya. Jika aturan rumah ibadah itu berhasil mereka cabut maka akan bermunculan kasus pemurtadan dimana-mana. Umat Islam harus mengawal aturan tersebut agar tetap ada, dan aturan tersebut tidak diskriminatif karena dalam pembentukannya sudah disepakati oleh semua unsur agama yang ada di Indonesia” tegasnya.
(SI Online/arrahmah.com)