MALAYSIA (Arrahmah.com) – Mantan menteri luar negeri Malaysia mengecam kekuatan dunia karena gagal dalam menghentikan kebijakan “pembersihan etnis” yang diambil pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
“Myanmar tahu bahwa mereka mendapat perlindungan dari negara-negara adidaya di dunia, seperti Cina dan Rusia,” kata Syed Hamid Albar, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan kantor berita Anadolu Agency.
“Tidak ada yang dilakukan di Myanmar, jadi mengapa mereka harus menghentikan semua kekejaman? Mereka merasa dapat melarikan diri, bebas dari hukuman, melakukan apa pun yang mereka anggap benar untuk memastikan bahwa Myanmar menjadi negara Buddhis yang murni,” lanjutnya.
Albar, utusan khusus Organisasi Urusan Islam (OIC) untuk Myanmar antara 2014-2017, menekankan bahwa pemerintah Myanmar telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
“Ada konsensus bahwa terdapat kejahatan kemanusiaan, pembersihan etnis, genosida, dan semua ini memenuhi syarat hukum, namun kita tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.
Sejak 25 Agustus 2017, sekitar 750.000 pengungsi, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, melarikan diri dari Myanmar ketika pasukan Myanmar mulai melancarkan kekerasan terhadap komunitas Muslim yang tinggal di negara bagian Rakhine, ungkap Amnesty Internasional.
Berdasarkan data dari organisasi Dokter Tanpa Perbatasan, setidaknya 9.000 Muslim Rohingya tewas dalam serangan yang dilancarkan di negara bagian Rakhine dari 25 Agustus hingga 24 September.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 12 Desember, organisasi kemanusiaan global tersebut mengatakan bahwa kematian sebanyak 71,7 persen Muslim Rohingya atau setara dengan 6.700 orang disebabkan oleh kekerasan yang mereka terima. Di mana dari 6.700 korban tersebut terdapat 730 anak-anak di bawah usia 5 tahun yang menjadi korban.
Serukan tekanan internasional
Albar mengatakan bahwa perlu lebih banyak tekanan internasional agar pemerintah Myanmar mengakhiri kebijakan opresifnya dan memberikan keamanan bagi Muslim Rohingya.
“Kami mencoba untuk mempengaruhi dan memastikan masalah terkait Rohingya selalu ada dalam agenda global, agenda regional, dan juga agenda nasional,” ungkapnya.
Albar menyambut baik adanya delegasi PBB yang meninjau langsung kondisi pengungsi Rohingya baru-baru ini, namun dia kecewa terhadap hasil akhir pembicaraan antara para delegasi dengan pihak berwenang Myanmar.
“Mereka mengatakan bahwa mereka akan membantu Myanmar untuk menyelidiki. Myanmar adalah pelaku kejahatan, jadi bagaimana bisa Anda ingin Myanmar menyelidiki, itu seharusnya tugas badan independen,” katanya menekankan.
Albar mengusulkan agar pasukan keamanan PBB dikerahkan di Rakhine untuk memastikan keamanan warga Rohingya dan agar kekejaman yang selama ini terjadi kepada warga Rohingya tidak terulang lagi.
Berdasarkan data PBB, berbagai bentuk kekerasan telah dialami penduduk Muslim Rohingya, seperti perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil , pemukulan secara brutal, dan penculikan yang semua itu dilakukan oleh personel keamanan. Dalam laporannya, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (Rafa/arrahmah.com)