JAKARTA (Arrahmah.com) – Penembakan terhadap dua orang yang dituduh sebagai terduga teroris oleh Densus 88 di Masjid Al Nur Afiah Rumah Sakir Dr Wahidin Sudirohusodo, memancing reaksi keras, diantaranya oleh Salah satu mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) yang menilai sebagai aksi beringas yang sama sekali tidak mencerminkan profesionalitas sebuah institusi penegak hukum.
“Densus 88 ini sama dengan satuan tugas yang bertindak sebagai bandit, ” tegas, Dr Saharuddin Daming, MH, seperti dilansir fajar.co.id, Jakarta, Sabtu (5/1/2013).
Anggota Dewan Pusat HAM Islam (Pushami) Indonesia ini mengecam keras tindakan Densus 88 itu. Satuan ini, kata dia, telah berulang-ulang melakukan tindakan eksekusi pada orang yang mereka anggap sebagai pelaku teroris dengan melanggar prosedur hukum dan juga unsur kemanusiaan.
“Ini jelas merupakan pelanggaran HAM serius, sekaligus pelanggaran hukum. Dalam peraturan perundangan, penegak hukum wajib menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Tetapi Densus 88 justru melampaui batas kewenangannya melakukan operasi penembakan mematikan kepada target sasaran hanya dengan bermodalkan prasangka,” lugas Saharuddin.
Malah, Saharuddin menyebutkan, aksi Densus 88 ini melanggar peratuan Kapolri, khususnya peraturan No.8 tahun 2009 tentang pelaksanaan prinsip dan norma HAM dalam menjalankan tugas Polri. Itu juga melanggar Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme. “Aparat penegak hukum dalam menangani kasus terorisme tetap mengacu pada mekanisme hukum secara umum dan wajib menghormati HAM,” terangnya.
Sebenarnya, bila Densus 88 profesional dan murni untuk penegakan hukum, kata Saharuddin, maka proses penangkapan dilakukan secara hidup-hidup. Sebab mereka akan mendapatkan informasi yang lebih berguna untuk penyelidikan lebih anjut. Tapi dengan tindakan gegabah, hingga mengeksekusi, maka itu berarti mereka sendiri menghilangkan barang bukti dan sumber informasi yang berharga. (bilal/arrahmah.com)