TEL AVIV (Arrahmah.id) — Tamir Pardo, mantan kepala badan intelijen Israel, Mossad, hari Rabu (6/9/2023) mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa Israel praktikan sistem apartheid di Tepi Barat. Pardo bersama sejumlah kecil pensiunan pejabat yang jumlahnya terus bertambah, mendukung gagasan yang umumnya masih terus disisihkan Israel dan diplomasi internasional.
Ia menjadi mantan pejabat senior terakhir yang menyimpulkan bahwa perlakuan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat sama dengan apartheid, mengacu pada sistem pemisahan ras di Afrika Selatan yang berakhir pada 1994.
“Dalam wilayah di mana dua orang diadili berdasarkan dua sistem hukum, itu adalah negara apartheid,” katanya dalam sebuah wawancara.
Organisasi HAM terkemuka di dalam maupun luar Israel serta warga Palestina telah menuduh Israel dan pendudukannya di Tepi Barat selama 56 tahun menerapkan sistem apartheid. Menurut mereka, Israel telah memberi status kelas dua bagi warga Palestina untuk mempertahankan hegemoni Yahudi dari Sungai Yordan hingga Laut Tengah.
Sejumlah mantan pemimpin, diplomat, dan pejabat keamanan Israel telah memperingatkan bahwa Israel berisiko menjadi negara apartheid. Namun, pernyataan Pardo, lebih blak-blakan. Mengingat latar belakang Pardo, komentar itu mempunyai pengaruh khusus bagi Israel yang terobsesi pada keamanan.
Israel menolak tuduhan apartheid. Negara itu menunjuk warganya dari etnis Arab yang dikatakan mempunyai hak yang sama dengan warga lainnya.
Pada puncak proses perdamaian pada 1990an, Israel memberikan otonomi terbatas kepada Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat dan diakui secara internasional. Isreal juga menarik tentara dan pemukimnya dari Gaza pada 2005. Dikatakan bahwa Tepi Barat adalah wilayah yang disengketakan dan nasibnya harus ditentukan melalui perundingan.
Pardo, yang menjabat kepala badan mata-mata rahasia Israel pada 2011-2016, tidak mau mengatakan apakah ia memiliki keyakinan yang sama sewaktu memimpin Mossad. Ia memperingatkan, kalau Israel tidak menetapkan perbatasan antara Israel dan Palestina, maka eksistensi negara Yahudi itu akan terancam. (hanoum/arrahmah.id)