AMMAN (Arrahmah.id) — Fayez Dweiri, pensiunan mayor jenderal dan analis militer, mengatakan bahwa kelompok Syiah Hizbullah mendirikan pabrik narkoba di Suriah. Pabrik ini mereka gunakan untuk mengamankan pendanaan setelah sanksi AS terhadap Iran.
“Ada industri obat-obatan terlarang yang didirikan untuk Hizbullah di Dahieh Al Janubiya Beirut di kubu Syiah Baalbek,” ujarnya, dilansir Arab News (12/1/2022).
“Hizbullah telah merelokasi beberapa pabrik obat terlarang ke Aleppo dan wilayah lain yang dikuasai pemerintah Suriah,” tambahnya.
Dweiri mengatakan Hizbullah selalu menggunakan jaringan pencucian uang dan perdagangan narkoba untuk membiayai persenjataan dan operasi militernya.
Selain untuk mendanai layanan sosial bagi konstituennya.
“Sanksi AS terhadap Iran telah memukul Hizbullah dengan keras, mewajibkannya untuk mencari sumber pendapatan lain,” katanya.
Ditanya apakah pemerintah Suriah terlibat dalam perdagangan obat-obatan terlarang, Dweiri mengatakan:
“Saya tidak memiliki dokumen yang membuktikan hal itu.”
“Tetapi membiarkan Hizbullah menjalankan kegiatan gelap besar-besaran di negara itu saja merupakan kejahatan besar.”
Enab Baladi mengklaim obat-obatan terlarang diselundupkan dari Libanon ke Suriah dengan kendaraan yang didukung angkatan bersenjata.
“Berarti mereka dapat melewati pos pemeriksaan militer Suriah tanpa diperiksa,” ungkapnya.
Menurut sebuah laporan dari Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat, Hizbullah memperluas dan melembagakan perusahaan perdagangan narkoba.
Dan saat ini, menghasilkan lebih banyak uang daripada aliran pendanaan lainnya.
Lembaga pemikir tersebut mengklaim industri narkotika global Hizbullah dimulai di Lembah Bekaa Libanon pada 1970-an.
Hizbullah menggunakan rute penyelundupan yang mapan melintasi perbatasan Israel-Libanon. (hanoum/arrahmah.id)