BAMAKO (Arrahmah.id) — Pemerintah militer sementara Mali menolak laporan kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengenai dugaan eksekusi terhadap sedikitnya 500 orang oleh tentara Mali dan pejuang asing yang tidak teridentifikasi dalam sebuah operasi tahun lalu.
Junta yang berkuasa menanggapi laporan yang dirilis pada Hari Jumat, setelah penyelidikan selama berbulan-bulan terhadap apa yang digambarkan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia, sebagai kekejaman terburuk dalam konflik 10 tahun antara kelompok-kelompok bersenjata dan tentara.
“Pemerintah transisi dengan keras mengecam laporan yang bias ini yang didasarkan pada narasi fiktif dan tidak memenuhi standar internasional yang telah ditetapkan,” ujar juru bicara pemerintah Abdoulaye Maiga dalam sebuah pernyataan pada akhir pekan, dilansir dari Reuters (15/5/2023)
Laporan tersebut mengatakan, tentara Mali dan personil asing turun dengan helikopter di Desa Moura pada tanggal 27 Maret tahun lalu, kemudian menembaki penduduk yang melarikan diri. Dalam pengumpulan warga sipil pada hari-hari berikutnya, ratusan lainnya ditembak dan dibuang ke parit.
Lebih jauh Maiga mengatakan, penyelidikan negara terhadap kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia selama operasi tersebut masih berlangsung. Tetapi, mengulangi komentar sebelumnya, para pejuang kelompok bersenjata lebih banyak terbunuh daripada warga sipil.
“Tidak ada warga sipil dari Moura yang kehilangan nyawa mereka selama operasi militer. Di antara mereka yang tewas, hanya ada para pejuang teroris dan semua yang ditangkap diserahkan kepada gendarmerie,” tegasnya, sambil menekankan komitmen pihak berwenang untuk melindungi hak asasi manusia.
Diketahui, laporan PBB didasarkan pada wawancara dengan para korban dan saksi di negara Afrika Barat tersebut, serta citra forensik dan satelit. Pihak berwenang Mali menolak permintaan tim pencari fakta PBB untuk mengakses Desa Moura itu sendiri.
Di sisi lain Maiga mengatakan, pihak berwenang telah membuka penyelidikan yudisial terhadap misi pencari fakta, karena diduga tidak meminta izin untuk mengambil foto satelit Moura, yang merupakan “manuver klandestin terhadap keamanan nasional Mali.” (hanoum/arrahmah.id)