MALI (Arrahmah.com) – Pemerintah Mali telah membantah bahwa mereka berencana untuk berunding dengan para pemimpin afiliasi lokal Al-Qaeda, menarik kembali pernyataan sebelumnya dari kementerian agamanya yang mengatakan bahwa mereka akan melakukannya.
“Pemerintah menginformasikan kepada publik nasional dan internasional bahwa hingga saat ini, tidak ada organisasi nasional atau internasional yang secara resmi diamanatkan untuk melakukan kegiatan semacam itu,” kata pemerintah dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di media sosial pada Kamis malam, lansir Al Jazeera (22/10/2021).
Pemerintah di negara bagian Sahel mengatakan bahwa mereka telah mengetahui pembicaraan tentang negosiasi yang akan segera terjadi “melalui pers”, yang secara langsung bertentangan dengan pengumuman yang dikeluarkan oleh kementerian urusan agama awal pekan ini.
Juru bicara Khalil Camara mengatakan kepada kantor berita Reuters pada Selasa bahwa mereka telah meminta badan Islam utama negara itu, Dewan Tinggi Islam (HCI), untuk membuka negosiasi dengan para pemimpin Jama’a Nusrat ul-Islam wa al- Muslimin (JNIM).
Pernyataan itu mengundang komentar karena itu akan menandai pertama kalinya pemerintah memformalkan dialog dengan kelompok-kelompok semacam itu, yang melancarkan pemberontakan bersenjata di sebagian besar wilayah utara dan tengah negara berpenduduk 19 juta orang itu.
Pihak berwenang Mali sebelumnya telah mendukung gagasan pembicaraan dan diam-diam mendukung inisiatif perdamaian lokal dengan para pejuang ketika keamanan memburuk dan kelompok-kelompok bersenjata berkembang melampaui benteng tradisional mereka.
Banyak orang Mali memandang mengadakan pembicaraan sebagai salah satu dari sedikit cara untuk mengakhiri kekerasan yang telah berkecamuk di negara itu sejak 2012, menewaskan ribuan orang dan menggusur ratusan ribu lainnya.
Strategi tersebut ditentang oleh sekutu utama militer Mali, Prancis.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pada bulan Juni bahwa pasukannya tidak akan melakukan operasi gabungan dengan negara-negara yang bernegosiasi dengan kelompok-kelompok tersebut.
Kritik Macron baru-baru ini terhadap pemerintah negara itu, yang didominasi oleh tokoh-tokoh tentara, telah membuka keretakan antara Prancis dan Mali. Awal bulan ini, Perdana Menteri Mali Choguel Kokalla Maiga menanggapi kritik Macron dengan menuduh Paris melatih kelompok “teroris” yang beroperasi di negara Afrika Barat itu. (haninmazaya/arrahmah.com)